0-Paper_Teks

Patahan Geser sebagai suatu mekanisme pemicu untuk pelepasan overpressure melalui struktur piercement. Implikasi untuk mud volcano Lusi, Indonesia

Strike-slip faulting as a trigger mechanism for overpressure release through piercement structures. Implications for the Lusi mud volcano, Indonesia.

Mazzini, A., Nermoen, A., Krotkiewski, M., Podladchikov, Y., Planke, S. and Svensen, H., 2009a.

Marine and Petroleum Geology, 26(9): 1751-1765.

Diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan Dianalisis dengan Kata Kunci

Oleh: Dr. Ir. Hardi Prasetyo

April 2010

Sari

· Mud volcano yang termasuk struktur pembubungan umumnya berasosiasi dengan struktur patahan

Struktur pembubungan (piercement structures) seperti komplek saluran panas bumi (vent complexes) dan mud volcano, terdapat pada beberapa kedudukan geologi (geological settings).

Namun umumnya berasosiasi dengan struktur patahan (fault structure), atau ciri-ciri pengakumulasian fluida (fluid-focussing features).

· Tujuan makalah antara lain menyelidiki peran patahan geser sebagai pemicu fluidasasi

Artikel ini bertujuan untuk menyelidiki dan memahami mekanisme yang bertanggungjawab dalam pembentukan struktur pada cekungan sedimen (sedimentary basin).

Dan peran dari patahan geser (strike-slip fault) sebagai pemicu mekanisme untuk pencairan (fluidization).

· Empat Pendekatan penyelidikan yang diterapkan

Untuk tujuan ini empat pendekatan yang berbeda telah dikombinasikan, yaitu: kerja lapangan, eksperimen analogi, dan pemodelan matematika dan reologi duktil (ductile reology).

Hasil dari studi ini mungkin bisa diaplikasikasikan pada beberapa kedudukan, termasuk mud volcano Lusi di Indonesia, yang baru terbentuk.

· Signifikan dari mud volcano Lusi

Munculnya kontroversi pemicu Lusi:

Lusi menjadi aktif pada 29 Mei 2006 di Pulau Jawa. Debat pada pemicu semburan (trigger of eruption) bermunculan sesaat kemudian.

Pemicu reaktifasi patahan yang sebelumnya sudah ada:

Apakah Lusi dipicu oleh reaktivasi suatu patahan (reactivation of a fault) setelah terjadinya gempabumi yang kuat dua hari sebelumnya (yang dimaksud Gempabumi Yogyakarta 27 Mei, 2006)?

Pemicu semburan liar yang masif (massive blow-out) pada kegiatan eksplorasi:

Atau apakah lubang bor eksplorasi yang lokasinya bertetangga mengindusi suatu semburan liar yang massif (exploration borehole Indus a massive blow-out).

Pernyataan patahan Watukosek di aktifkan kembali pasca gempabumi:

Observasi lapangan memperjelas bahwa patahan Watukosek yang memotong mud volcano Lusi telah diaktifkan kembali (direaktivasi) setelah gempabumi 27 Mei 2006.

Kaitan kegempaan dengan aktivitas patahan dan kecepatan aliran di kawah:

Pada pemantauan di lapangan memperlihatkan bahwa secara periodik kegempaan (seismicity periodically) mengaktifkan patahan ini dan selaras dengan puncak dari kecepatan aliran kawah (frequent seismicity periodically reactivate this fault synchronous peaks of flow rates from the crater).

Implikasi patahan geser pada fluidasasi:

Studi terintegrasi memperlihatkan bahwa tekanan fluida kritis (critical fluid pressure) yang dibutuhkan untuk terjadinya deformasi sedimen dan pencairan (fluidization) secara dramatis berkurang selama patahan geser aktif.

Hipotesa bahwa struktur pembubungan umum berlokasi sepanjang sona patahan:

Diusulkan bahwa mekanisme fluidasasi dipengaruhi geseran (shear-induced fluidization) untuk menjelaskan mengapa struktur-struktur pembubungan seperti mud volcano selalu berlokasi sepanjang bidang patahan (piercement structures such as mud volcanoes are often located along fault zones).

Pernyataan bahwa pergerakan patahan Watukosek memicu semburan Lusi:

Hasil studi ini mendukung suatu skenario bahwa pergerakan dari patahan geser Watukosek (the strike-slip movement of the Watukosek fault), memicu semburan Lusi dan sinkron dengan aktivitas rembesan yang dapat dilihat pada mud volcano lainnya sepanjang patahan yang sama.

Posisi hipotesa Lusi dikontribusikan oleh Pemboran, tidak membunyai bukti kuat untuk menjelasakan sistem saluran sampai durasi lebih tiga tahun masih berlanjut:

Kemungkinan bahwa pemboran mengkontribusikan pemicu semburan tidak dapat dikesampingkan.

Namun, sejauh ini, tidak ada satupun yang mendukung hipotesis pemboran, dan skenario blow-out (a blow-out scenario) yang dapat menjelaskan perubahan dramatis yang mengefektifkan sistem saluran (plumbing system) atau dari beberapa sistem rembesan di Jawa setelah gempa bumi. Dimana sampai April 2008 semburan Lusi masih berlanjut.

Kesimpulan

Ø Terbentuknya zona patahan Watukosek dan struktur kubah sebelum terjadinya semburan:

Penafsiran seismik menunjukkan bahwa suatu zona patahan dan suatu kubah (dome) berada pada lokasi Lusi sebelum terjadinya semburan.

Ø Bukti lapangan adanya reaktifasi Patahan Watukosek pasca gempabumi:

Data lapangan membuktikan bahwa patahan geser Watukosek (strike-slip Watukosek) telah diaktifkan kembali setelah terjadinya gempabumi 27 Mei 2006.

Ø Pergerakan sepanjang patahan geser dan implikasi pada satuan bertekanan tinggi, berperan sebagai jalur keluar (pathway):

Pergerakan geser sepanjang patahan, sebagai kedudukan geologi tampaknya telah mengefektifkan keseimbangan dari satuan-satuan sedimen bertekanan tinggi.

Sehingga memungkinkan fluida dikeluarkan sepanjang jalan keluar patahan (the fault pathway).

Ø Keluarnya fluida di permukaan searah NE-SW:

Fluida mencapai ke permukaan pada beberapa lokasi yang berarah timurlaut-baratdaya di sekitar lokasi Lusi.

Simultan dengan itu juga dapat diamati diamati terjadinya peningkatan aktivitas rembesan dari mud volcano yang telah ada sebelumnya di Jawa Timur.

Ø Bukti-bukti dari metoda yang independen mendukung bahwa shearing merupakan mekanisme memicu semburan:

Semua metoda independen mendukung bahwa shearing merupakan salah satu mekanisme yang efisien untuk memicu semburan pada kedudukan alami yang dipersiapkan (di laboratorium).

Ø Titik lemah hipotesis Lusi dipicu pemboran BJP-1 sulit dibayangkan bahwa apakah ia mampu mengaktifkan sistem saluran dan patahan Watukosek:

Sangat kuat bukti yang dipublikasikan bahwa faktor alam merupakan mekanisme pemicu Lusi, walaupun kontribusi manusia tidak dapat seluruhnya diabaikan.

Signifikasi dari sumur BJP1 pada semburan Lusi masih terus diperdebatkan.

Namun tidak tampak bahwa sumur BJP1 sendiri akan mampu untuk merubah sistem plumbing pada sekala regional, untuk mengaktifkan patahan Watukosek yang memotong dengan arah baratlaut dari Jawa

Ø Karekteristik mud volcano di Jawa merupakan proses alam, melibatkan sedimen overpressure yang keluar melalui bidang patahan:

Kondisi untuk mud volcanism yang ekstensif di Jawa dihasilkan oleh proses alami/ geologi, yang umumya melibatkan keluarnya sedimen overpressure sepanjang bidang patahan.

Ø Data seismik menunjukkan adanya zona Patahan Watukosek dan struktur kubah:

Penafsiran seismik releksi menunjukkan bahwa zona patahan dan suatu kubah (dome) telah ada di lokasi atau kedudukan Lusi sebelum terjadinya semburan.

Ø Bukti patahan Watukosek diaktifkan pasca gempabumi 27 Mei 2006:

Bukti lapangan memperlihatkan bahwa patahan geser Watukosek telah diaktifkan kembali setelah terjadinya gempabumi 27 Mei 2006.

Ø Pengaruh pergerakan ‘shear’ pada keseimbangan satuan overpresure:

Pergerakan ‘shear’ sepanjang patahan tampaknya telah merubah kedudukan geologi yang mempengaruhi keseimbangan dari satuan-satuan overpressured, yang menyebabkan fluida disemburkan sepanjang jalur keluar patahan (fault pathway).

Fluida ini akhirnya mencapai permukaan pada beberapa lokasi dengan kelurusan dengan arah Timurlaut- Baratdaya disekitar kedudukan Lusi.

Ø Teramati peningkatan rembesan pada mud volcano yang telah aktif sebelumnya:

Bersamaan dengan itu juga telah diamati terjadinya peningkatan aktivitas rembesan (seepage activity) dari mud volcano yang sebelumnya eksis di Jawa Timurlaut Jawa.

Ø Integrasi pengamatan regionaldengan pemodelan matimatika di laboratorium:

Dalam upaya untuk menyatukan pengamatan regional, telah dilakukan analogi eksperimen laboratorium, dan suatu rangkaian pemodelan matematika untuk reologi brittle dan ductile.

Eksperimen memperlihatkan bahwa fluidanisasi terjadi sepanjang zona shear dimana tekanan kritis fluid berkurang (critical fluid pressure).

Pengamatan juga didukung oleh pemodelam matematika untuk ductile rheologies.

Hasil menunjukkan bahwa tekanan kritis fluida berkurang untuk peningkatan tekanan horizontal (horizontal stresses).

Sebagai tambahan, mekanisme shear telah menginduksi fluidasasi, yang dihasilkan pada model untuk brittle rehologies ketika rumus dari differential stress and both the Mohr-Coulomb and von Mises failure criterions.

Ø Hasil semua metoda yang independen mendukung shearing yang efisien untuk memicu semburan:

Semua dari metoda yang independen menunjukkan bahwa shearing merupakan suatu mekanisme yang efisien untuk memicu semburan pada kedudukan yang kondisikan secara alami.

Bila suatu fluida overpressure berada pada kedalaman, tekanan tektonik bisa menginduksi fluidasasi yang sebaliknya stabil.

Mekanisme ini diterapkan pada beberapa kedudukan geologi dimana zona shear terdapat didalam struktur piercement.

Ø Pernyataan mekanisme semburan dipicu secara alami:

Bukti yang kuat dipublikasi mendukung mekanisme pemicu alami (natural trigger mechanism), namun suatu kontribusi dari faktor manusia juga tidak dapat diabaikan keseluruhannya.

Ø Keberatan bahwa kegiatan sumur BJP-1 dapat mengubah sistem aliran pada skala regional dan mengaktifkan kembali Patahan Watukosek:

Suatu hal yang signifikansi dimana sumur BJP1 berdekatan dengan semburan Lusi selalu diperdebatkan.

Pada saat menulis paper ini, penafsiran data pemboran sangat jauh dari memadai.

Berdasarkan bukti pada makakah ini, tampaknya tidak layak bahwa sumur BJP1 saja dapat mengubah sistem aliran (plumbing system) pada skala regional dan mengaktifkan kembali Patahan Watukosek memotong bagian Jawa baratlaut.

Ø Bukti bahwa persyaratan yang dibutuhkan untuk terjadinya mud volcano di Jawa Timur dipenuhi: pelepasan overpressure sepanjang patahan

Data dan observasi di sini memperlihatkan bahwa semua aspek yang dibutuhkan untuk berlangsungnya aktivitas mud volcanano,terdapat di Jawa Timur utara.

Kondisi untuk mud volcano yang ekstensi di Jawa sebagai hasil proses-proses geologi terkadang melibatkan pelepasan overpressure sepanjang patahan.

Pendahuluan

· Asosiasi umum mud volcano dan patahan:

Mud volcano umum diketahui berasosiasi dengan patahan di dalam ketudukan tektonik yang aktif (active tectonic settings) (e.g. Brown,1990; Kopf, 2002, 2008; Bonini, 2007).

· Implikasi umur semburan mud volcano yang pendek pada hubungan patahan dan gempabumimenjadi kurang jelas:

Karena durasi dari semburan mud volcano (duration of the mud volcano) umumnya pendek, sehingga tidak ada studi yang memperlajari bagaimana patahan dan gempabumi memberikan dampak pada semburan ini.

· Mud volcano Lusi membuka peluang untuk mempelajari hubungannya dengan patahan:

Namun pada Mei 2006 terjadi semburan Lusi di Indonesia yang masih berlangsung saat ini.

Sehingga menyediakan suatu kesempatan, untuk mempelajari hubungan antara patahan dan mud volcano.

· Lusi menyediakan informasi pemicu dan pembentukkan dari saat kelahirannya:

Lusi merepresentasikan suatu even yang eksklusif untuk dapat mempelajari pemicu dan pembentukan (triggering and formation) dari suatu semburan mulai saat kelahirannya.

· Kelahiran Lusi dan karakteristik awal semburannya:

Mud volcano tiba-tiba menyembur pada 29 Mei 2006 dengan temperatur 100oC, Terdiri dari lumpur dan gas mulai di Jawa Timur. mud (Mazzini et al., 2007).

· Penegasan kelahiran Lusi berlokasi disepanjang zona patahan Watukosek:

Even ini menandai lahirnya mud volcano disebut Lusi, berlokasi sepanjang zona patahan utama gesar Watukosek (the major Watukosek strike-slip fault zone).

· Semburan Lusi yang menerus dan bereskalasi dari waktu ke waktu:

Semburan dari mud volcano normalnya terjadi selama beberapa hari. Namun mengejutkan bahwa semburan Lusi berlangsung menerus dan dengan eskalasi meningkat (escalated).

· Fluktuatif semburan antara 50.000m3/hari sampai puncak 180.0003/hari:

Setelah tiga hari, kecepatan semburan (flowrate) Lusi mencapai 50.000m3/hari dan terus meningkat. Ahkhir September 2006 mencapai rekor tertinggi sebesar 180.000m3/hari.

· Luas daerah genangan, durasi, pengaliran saat ini ke Kali Porong, dan dampak sosial pengungsian penduduk:

Luapan lumpur saat ini menutupi daerah seluas 7 km2 walaupun jumlah besar lumpur saat ini secara konstan dialirkan ke Kali Porong.

Sekitar 40.000 orang telah mengungsi dan mud volcano tetap aktif setelah mendekati 3 tahun (sekarang 4 tahun).

· Pernyataan Semburan Lusi tidak dapat dihentikan:

Lusi tampaknya akan tidak dapat dihentikan, dan semua upaya untuk menghentikan semburan lumpur sebegitu jauh telah gagal. Lusi seems to be unstoppable, and all the attempts to halt the mud eruptions have so far failed (Mazzini et al., 2007).

· Sejak awal Lusi selalu dicari tentang pemicunya:

Sejak saat awal terjadinya semburan Lusi, telah diupayakan untuk mendapatkan tentang pemicu semburan baik aspek ilmiah dan sosial.

Mazzini et al. (2007) Mazzini et al. (2007) menyediakan pertamakali dukumen detail tentang kedudukan geologi (geological setting), stratigrafi regional (the regional stratigraphy).

Juga analisis dan penafsiran dari contoh cairan dan gas dari semburan dan di dekat sumur eksplorasi Banjar Panji-1.

· Temperatur Lusi yang tinggi dan implikasi lokasinya dekat gunung magmatik:

Temperatur dari semburan mencapai 100oC dan mungkin lebih tinggi di pusat semburan.

Walaupun lokasi Lusi berdekatan dengan busur gunung api (volcanic arc), sebegitu jauh geokimia fluida tidak mengindikasikan keterlibatan dari fluida magmatik.

  • Telah dikonfirmasi asal mula padatan dan fluida kedalaman 1300-1870:

Asal usul padatan dan fluida dapat diikuti pada lapisan sedimen (sedimentary strata) antara kedalaman 1300 dan 1870m.

· Gempa bumi Yogyakarta sebagai kunci penting kelahiran Lusi:

Kunci penting untuk memahami kelahiran Lusi adalah terjadinya gempa bumi dua hari sebelum semburan. Dengan kekuatan 6,3 M yang berlangsung di selatan Jawa, Baratlaut Yogyakarta, ~250 km dari Surabaya,. (U.S. Geological Survey, 2006).

Pertanyaan adalah apakan gempabumi telah merubah sistem saluran dan tektonik (the plumbing and tectonic system) di timurlaut Jawa?

· Pernyataan gempabumi dapat memicu Lusi melalui reaktivasi patahan Watukosek dan struktur pembubungan yang sebelumnya telah terbentuk:

Penulis berdasarkan data lapangan dan geokimia percaya bahwa gempa bumi dapat memicu semburan Lusi dengan reaktivasi patahan Watukosek dan struktur pembubungan di bawah permukaan (the earthquake could have triggered the Lusi eruption by reactivating the Watukosek fault and a sub-surface piercement structure. Selanjutnya melepaskan fluida overpressure (subsequently releasing overpressured fluids) (Mazzini et al., 2007).

· Alternatif hipotes Lusi dipicu oleh semburan liar sumur BJP-1

Suatu alternatif hipotesis terkait dengan inisiasi Lusi oleh semburan liar (blow-out) di dekat sumur eksplorasi BJP-1. (Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008).

· Makalah berfokus reaktifasi patahan Watukosek pasca gempa Mei 2006: posisi kontroversi pada pembentukan

Dalam upaya memahami secara lebih baik even lusi yang terkait kontroversi pada pembentukannya, kami menyajikan hasil pengamatan lapangan yang memperjelas aktivasi dari patahan Watukosek (the activation of the Watukosek fault) setelah gempabumi Mei 2006.

· Pendekatan dan metodologi lintas disiplin:

Data ini dikomplemen dengan pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan eksperimen laboratorium dengan pemodelan matematika, mencakup reologi anggota akhir (the rheological end member).

· Penegasan konsepsi perbedaan antara penyebab dan pemicu Lusi:

Pada makalah ini penulis juga membedakan antara penyebab (semua even geologi melibatkan sistem Lusi) dan pemicu (final dari even-even terdahulu).

· Tujuan lain mengetahui hubungan antara deformasi tektonik dan tekanan fluida kritis

Dengan tujuan untuk mengembangkan suatu hubungan antara deformasi tektonik (tectonic deformation) dan tekanan fluida kritis (critical fluid pressure), dimana semburan terjadi pada kedudukan tertentu yaitu volkanisme lumpur (mud volcanism).

Hasil

Data Lapangan

· Keberadaan Zona Patahan Watukosek

Patahan memotong lokasi Lusi:

Zone Patahan Watukosek (Watukosek fault zone) memotong Lusi dari bagian Jawa dengan orientasi Baratlaut-Timurlaut.

Arah patahan bersamaan dengan Gawir Watukosek den pembelokan Kali Porong:

Patahan ini mengarah pada singkapan sepanjang Gawir Watukosek (Watukosek escarpment), dan lebih ke timurlaut, mengalihkan aliran Kali Porong menjadi lebih ke utara.

Zona patahan dan keterdapatan mud volcano di Jawa Timur:

Zona patahan berlanjut mengarah ke Pulau Madura mengakomodasi mud volcano Lusi yaitu Gunung Anyar, Pulungan, and Kalang Anyar.

Kelanjutan zona patahan Watukosek ke P. Madura:

Di Jawa, dari citra satelit pada kelurusan ini telah dapat dikenal mud volcano lainnya. Adanya kesamaan arah mud volcano terdapat di Pulau Madura.

Bukti-bukti lainnya patahan juga tampak dekat pada delta di Sungai Surabaya dimana sungai juga mempunyai pembelokan yang tajam, dan kearah timur membentuk suatu embayment sepanjang pantai.

Waktu kejadian Patahan dan hubungannya dengan semburan lupsi:

Pertanyaan penting adalah apakah patahan Watukosek diaktifkan kembali setelah setelah gempabumi 27 Mei 2007? Yang paling penting adalah apakah hubungan fisik antara patahan dan semburan Lupsi?

Di sini kami meringkas data kunci dari data lapangan bersamaan dengan kronologi semburan:

Laporan adanya peningkatan rembesan di beberapa mud volcano pasca terjadinya gempabumi:

Penduduk berdekatan dengan mud volcano Gunung Anyar, Pulungan, and the Kalang Anyar, berlokasi sepanjang patahan Watukosek mendekati 40 km NE dari Lusi, melaporkan bahwa terjadi peningkatan rembesan mud volcano setelah terjadinya even gempa Yogyakarta. Bersamaan dengan itu mendadak lumpur menyembur di Sidoarjo, selanjutnya membentuk mud volcano.

Arah kelurusan struktur patahan Watukosek dan dan tahap awal terbentuknya beberapa kawah Lusi:

Suatu kelurusan sepanjang 1200m dari beberapa kawah dibentuk selama tahap awal dari semburan Lusi (Gambar. 3B and 4 in Mazzini et al. (2007)).

Arah dari kelurusan kawah ini bersamaan dengan patahan Watukosek. Kawah terbentuk selama Mei-awal Juni 2006, namun selanjutnya ditutupi oleh luapan utama Lusi.

Bukti lainnya rekahan dekat sumur BJP-1 berarah NE-SW:

Rekahan berukuran (fractures) besar dengan lebar beberapa sentimeter dapat diamati dekat pada sumur eksplorasi Banjar Panji-1 dengan orientasi NE-SW.

Namun tidak ada fluida yang diamati naik melalui rekahan, hal ini menunjukkan bahwa pergerakan shear dari deformasi pada pusat aliran fluida.

Beberapa rekahan berarah NE-SW juga dilaporkan terjadi pada awal Juni 2006 di Desa Sidoarjo.

Indikasi pergerakan lateral (lateral movement), rel kereta bengkok, pipa air pecah berlanjut, data GPS dan implikasinya:

Perpotongan patahan dengan rel kereta api sangat mengindikasikan adanya pergerakan lateral. Pengamatan lateral dicatat pada rel kereta pada bulan pertama sebesar 40-50 cm.

Pergerakan lateral direkam dengan stasiun GPS selama waktu yang sama menunjukkan total pergerakan sebesar 25 cm (2 cm pada Juli, 10 cm Augustus, dan 10 cm bulan September).

· Alternatif pengendali pergerakan lateral:

Pergerakan lateral ini kemungkinan berhubungan dengan runtuh gradual (gradual collapse) dari struktur Lusi (Lusi structure).

Pada banyak kasus, perbedaan antara dua perekaman memperlihatkan suatu pergerakan sebesar 15-20 cm yang harus terjadi selama tahap awal (akhir Mai-Juni) terkait dengan patahan Watukosek.

Karena pelengkungan kereta api berawal, setelah gempabumi 27 Mei 2006, rel telah diperbaiki sebanyak dua kali.

Dua dari perbaikan rel kereta ini telah dilakukan pada bulan pertama gempa bumi dengan penambahan lebih bengkok karena shearing berlanjut.

Sebagai catatan bahwa tidak ada baik rel atau pipa air yang mengalami masalah sebelum terjadinya gempabumi.

Pipa air lokal telah mengalami bengkok dan pecah pada perpotongan dengan patahan (Gambar 5A dan B). Sejak gempa Mei 2006 terjadi, jaringan pipa telah diperbaiki enambelas kali.

Sebelum aliran lumpur, kelanjutan dari patahan dapat diamati di sebelah barat dan sepanjang jalan utama kearah timur laut dai kawah Lusi dan, bahkan lebih ke timurlaut, dari desa-desa Renokenongo dan Sidoarjo (Gambar 2 dan 5C-D). Disini rekahan dapat diamati memperlihatkan lateral shearing pada awal Juni.

· Zona lemah sebagai kelanjutan runtuh di pusat semburan berbentuk elip mengikuti arah Patahan Watukosek:

Berlanjutnya runtuh di daerah Lusi mempunyai pola elip yang mengikuti arah dari patahan Watukosek, hal ini merupakan zona lemah (Sawolo et al., 2009; Fukushima et al., 2009 dan Istadi., 2009).

Data Seismik Refleksi

· Indikasi struktur berbentuk kubah pada penampang seismik refleksi:

Penampang seismik refleksi (Seismic reflection profiles) yang dikumpulkan selama tahun 1980an yang memotong lokasi semburan Lusi, memperlihatkan struktur berbentukkubah (dome-shaped structure) berukuran beberapa kilometer di bagian ~3 km paling atas (sekitar 3 detik; Gamb. 6A, B).

· Karakteristik pemantul refleksi dan penafsiren komplek pembubungan (piercement complex):

Bagian pusat dari kubah dicirikan oleh pemantul seismik yang tidak beraturan (disrupted seismic reflections).

Struktur tersebut ditafsirkan sebagai komplek pembubungan (piercement complex), dengan saluran utama dari pergerakan semburan gas dan sedimen.

· Indikasi patahan Watukosek:

Struktur piercement (piercement structure) tidak dapat dicitra pada penampang seismik 1-4 km ke utara dan selatan Lusi (Gam. 6 C, D).

Namun, suatu sistem antiklin dan patahan (anticline and fault system) dari sistem patahan Watukosek, dapat sangat jelas diamati.

Sangat sulit menafsirkan geometri dari rekahan dan patahan secara indifidu, namun gejala patahan yang diamati dari karakteristik struktur bunga (flower structure) merupakan zona strike-slip fault.

· Hubungan struktur pembubungan dengan mendala antiklin:

Struktur pembubungan dimana saja selalu berasosiasi dengan mendala antiklin di daerah dengan sedimentasi yang cepat (rapid sedimentation) seperti mud volcano di Azerbaijan and in Pakistan (Planke et al., 2003; Delisle, 2004; Mazzini et al., 2009).

Struktur piercement juga dapat diamati pada lintasan penampang seismik ke utara dari Pulau Jawa. Karakteristik ini ditafsirkan sebagai diapir dan mud volcano.

· Indikasi struktur runtuh (collapse structure):

Salah satu dari yang menakjubkan adalah struktur runtuh (collapse structure) yang dapat diamati pada sumur Porong 1 (see Istadi, 2009).

Struktur ini menunjukkan hadirnya mud volcano, suatu saat ia berhenti aktivitasnya, secara gradual runtuh sekitar saluran pengumpan vertikal (a vertical feeder channel).

Sangat menarik, mud volcano juga dapat dikenal di daerah lepas pantai ditimurlautnya (Istadi, 2009).

Diskusi

Data Seismik Refleksi

· Hadirnya struktur pembubungan sebelum terjadi semburan:

Data seismik memperlihatkan pada lokasi Lusi sebelum terjadinya semburan terdapat struktur pembubungan (a piercement structure) di dalam sedimen dengan gas jenuh (in gas saturated sediments).

· Zona patahan Watukosek dapat diidentifikasikan pada penampang seismic yang memotong lokasi Lusi:

Lintasan seismik memperlihatkan suatu zona patahan berarah timurlaut-baradaya (Watukosek fault) yang memotong lokasi Lusi.

· Bukti-bukti reaktifasi Patahan Watukosek pasca gempabumi Mei 2006:

Pekerjaan lapangan dan pengamatan regional menyediakan bukti-bukti terjadinya pengaktifan patahan setelah gempabumi tahun Mei 2006.

  • Reaktifasi patahan Watukosek merubah sistem saluran di sekitar patahan:

Penulis mengusulkan bahwa reaktifasi patahan Wakukosek mengkontribusikan untuk merubah sistem saluran (plumbing system) di daerah disekitar patahan.

  • Keluarnya fluida panas dari bidang patahan yang kehilangan kapasitas perekatnya:

Patahan kehilangan kapasitas perekatnya (sealing capacity) dan memungkinkan suatu fluida panas keluar ke permukaan dari satuan sedimen kearah bidang patahan (fault plane) (Gambar. 10).

· Kebeadaan mud volcanoLusi dan diapirisme dikontrl oleh struktur patahan dan antiklin menjadi suatu gejala umum:

Skenario yang sama telah diamati pada lokasi lainnya dimana struktur geologsi seperti patahan, khususnya patahan geser (strike-slip faults) dan sumbu antiklin sebagai tuan rumah struktur mud volcano dan piercement (mud diapirsm).

Contoh kelaksik adalah yang didokumentasikan di e.g. Trinidad, Azerbaijan, Pakistan, California, and Italy, (e.g. Jakubov et al., 1971; Dia et al., 1999; Planke et al., 2003; Delisle, 2004; Mellors et al., 2007; Bonini, 2007).

· Masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mempertajam parameter dan mekanisme terapannya:

Namun parameter dan mekanisme terapan pada lokasi ini belum dipelajari secara detail.

· Pemodelan merupakan langkah awal memahami kemungkinan pemicu semburan Lusi:

Permodelan yang dilakukan merupakan yang pertama pada arah ini dan relevan untuk memahami kemungikan pemicu semburan Lusi tahun 2006.

Implikasi dari pemodelan matematika

· Data geologi telah menydiakan bukti adanya reaktifasi patahan Watukosek pasca gempabumi 27 Mei 2006:

Data geologi yang dipresentasikan sebegitu jauh menyediakan bukti terhadap reaktifasi dari patahan Watukosek setelah terjadinya gempa bumi 27 Mei 2006.

· Pertanyaan apa efeknya pada skala regional even sesar geser ini?

Dalam upaya untuk menjawab pertanyaan ini data sebagaimana diuraikan di atas telah digunakan sebagai hipotesa kerja untuk menganalogikan dengan pemodelan geologi.

Efek dari kombinasi shear stress dan strain (typical of strike-slip faults) pada tekanan fluidasasi sedang dipelajari.

Hasil ini tidak hanya digunakan untuk studi kasus Lusi, tapi juga untuk semua mud volcanism dimana keterdapatnya dikendalaikan oleh patahan geser.

· Hasil eksperimen pada bawah pemukaan yaitu pembentukan struktur piercement dan keluarnya fluida sepanjang patahan di permukaan:

Analogi eksperimen menyediakan dua kunci eksperimen: 1) fluidasasi dan pembentukan dari struktur pembubungan dipicu oleh shearing, dan 2) Komplek kawah terbentuk sepanjang bidang patahan.

· Titik-titik fluidasasi sebagai jalan ke permukaan sepanjang shear zone:

Pengamatan terhadap turunnya tekanan pada onset dari fluidasasi mengindikasikan bahwa titik fluidasasi berperan sebagai jalan keluar yang cepat untuk melepaskan fluida ke permukaan.

Kelurusan dari titik-titik fluidasasi sepanjang zona shear mencirikan bahwa pengurangan shearing sesuai dengan kekuatan dari material.

Catatam dari semua eksperimen titik fluidasasi dimana secara randam terdistribusi sepanjang shear zone. Dan tidak ada korelasi yang dapat diamati untuk bagian tengah dari inlet.

Ini juga mengkonfirmasikan bahwa overpressure fluida secara homogen didistribusikan didalam inlet.

Contoh lokalisasi dari zona fluidasasi tidak dapat dijelaskan dengan heterogenitas di dalam lapangan tekanan fluida tapi termasuk adanya zona shear.

Dalam rangka memicu reaktivasi dari sistem patahan Watukosek, tekanan tektonik (tectonic stresses) harus mencapai suatu (yield stress) sekurang-kurangnya suatu volume yang kecil pada patahan yang baru tumbuh.

Atas dasar temuan di laboratorium diusulkan bahwa keberadaan tekanan tektonik (the presence of tectonic stresses) sebagai suatu mekanisme yang mengurangi tekanan fluida kritis (acts as critical fluid pressure).

· Sebagai kesimpulan: analogi pemodelan matematika memperlihatkan bahwa:

(a) terdapat suatu geometri yang merupakan asosiasi antara shearing dan terdapatnya struktur pembubungan;

(b) terdapatnya tekanan tektonik lokal dan strain yang faforit memicu fluidasasi untuk memberikan tekanan dan tekanan berlebih pada suatu kedalaman dan semburan sepanjang zona shear;

(c) mekanisme ini memberikan hasil yang identik untuk menyelidikan media yang brittle and ductile yang menunjukkan sebagai anggota akhir dari kemungkinan;

(d) bila shearing diterapkan untuk daya tektonik (tectonic forces), tekanan kritis fluidasasi dapat berkurang sampai pada orde satu dari besaran;

(e) sebab fluidasasi pada kondisi statik yang normal, dibutuhkan.

Kesimpulan ini terpakai untuk pergerakan patahan Watukosek yang diamati pada lokasi Lusi, menjelaskan skenario semburan.

Penyebab dan Pemicu (Causes and triggers)

· Pentingnya membedakan penyebab dan pemicu

Untuk semua semburan mud volcano sangat penting untuk membedakan antara penyebab dan pemicu.

Penyebab merupakan sekuen dari even (the sequence of events), kedudukan geologi (geological settings), dan kondisi-kondisi eksternal (external circumstances) yang telah disiapkan untuk suatu potensi semburan (potential eruption).

Pemicu adalah tahap akhir yang medahului manifestasi, atau inisiasi, dari suatu semburan (precedes the manifestation, or the initiation, of an eruption).

Adalah juga tidak baik untuk mendebatkan pemicu. Tanpa terlebih dahulu memahami bagaimana suatu sistem volcano menyiapkan diri untuk menyembur.

Pemicu: Seismisitas dan piercements

· Pebentukan rekahan oleh overpressure di bawah permukaan

Semburan mud volcano terjadi ketika tekanan berlebih pada kedalaman (overpressure at depth) mampu untuk membuat rekahan pada penutup dari satuan sediment yang ada di atasnya (is sufficient to fracture the overburden of the overlying sedimentary units) (e.g. Kopf, 2002 dan dalam referensi ini).

Dimana ambang batas (threshold) dicapai karena berlanjutnya pembentukan fluida (seperti air dan hidrokarbon) pada kedalaman, suatu sistem rekahan berpropagasi kepermukaan menembus perekat.

· Propagasi rekahan oleh aktivitas gempabumi

Proses-proses dari propagasi rekahan dan fluidasasi dapat di percepat oleh aktifitas gempa.

Goyangan dari gempabumi mungkin bisa membektuk rekahan-rekahan yang menyediakan arahjalan yang bebas untuk fluida dari dalam.

· Bukti aktivitas gempabumi dapat meningkatkan aktivitas gunungapi dan mud volcano dll

Telah didokumentasikan secara bahwa aktivitas seismik meningkatkan aktivitas geyser, emisi gas metan, gunung magmma dan gunung lumpur dan mengganggu system saluran pada skala regional (plumbing systems at regional scales) (Chigira and Tanaka, 1997; Guliev and Feizullayev, 1997; Linde and Sacks, 1998; Delisle et al., 2002; Kopf, 2002; e.g. Hieke, 2004; Nakamukae et al., 2004; Manga and Brodsky, 2006; Ellouz-Zimmermann et al., 2007; Lemarchand and Grasso, 2007; Mau et al., 2007; Mellors et al., 2007; Walter and Amelung, 2007; Judd and Hovland, 2007; Eggert and Walter, 2009; Manga et al., 2009 and references therein).

Terkadang even gempabumi yang berjarak jauh bisa mengakibatkan hidrologi lolal.

Sebagai contoh setelah gempabumi Sumatra-Andaman pada 26 Desember 2005 dengan kekuatan 9,3 M suatu goyangan selama beberapa menit telah memicu aktivitas dekat Gunung Wrangell di Alaska pada suatu jarak 11.000 km (West et al., 2005), menimbulkan permukaan air pada sepuluh sumur air (Sil and Freymueller, 2006).

· Struktur patahan dan antiklin sangat rentan terhadap pegaru gempa

Struktur geologi seperti patahan dan antiklin umumnya sebagai tuan rumah mud volcano, sangat mudah diganggu oleh gempabumi.

Karena merupakan daerah yang lemah (weak region) untuk propagasi dari gelombang seismik (seismic wave propagation).

Mekanisme ini sangat baik di uraikan oleh Miller et al. (2004) dimana gempabumi telah menginisiasi pergerakan fluida lokal karena rekahan-rekahan berpropagasi ke permukaan sebagai manifestasi dengan suatu penundaan dari gempabumi utama.

Pemicu: gempa dan Lusi

· Bukti-bukti gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006 mempengaruhi struktur kawah di P Jawa:

Terdapat beberapa bukti-bukti yang menganggap bahwa gempabumi 27 Mei 2006 mengganggu struktur kawah di Pulau Jawa.

Disamping reaktifasi patahan, gunung Merapi dan Semeru yang berlokasi sekitar 50 dan 270 km dari pusat gempa memperlihatkan aktivitas yang menguat setelah even seismik. (Earthobservatory_Nasa, 2006; Harris and Ripepe, 2007; Walter et al., 2007).

· Fakta bahwa rekaman kekuatan gempa di dekan G. Arjuno sebesar 4. MMI dan di Surabaya 2-3 MMI:

Salah satu kunci penting adalah bahwa intensitas gempabumi yang direkam di Surabaya (2–3 MMI) dan di bagian utara dari komplek gunung api Arjuno–Welirang (4 MMI) dekat dengan lokasi semburan Lusi (U.S. Geological Survey, 2006).

Sebagai catatan bahwa patahan Watukosek berasal dari komplek gunung f Arjuno–Welirang.

· Perubahan tekanan di Lapangan produksi gas alam Carat dan Tanggulangin

Sama halnya dengan pengamatan di beberapa kedudukan (e.g. Sil, 2006), sistem saluran di Jawa Timur telah dirubah oleh aktivitas gempabumi.

Rekaman dari sumur di lapangan Carat dan Tanggulangin (keduanya dekat lusi) memperlihatkan perubahan signifikan pada tekanan setelah gempabumi 27 Meri 2006. (B. Istadi, pers. comm.).

· Pengaruh gempa direkam pada sumur BJP-1, dan mud volcano Lusi dan lain-lain:

Sama halnya, 7 menit setelah gempa suatu kehilangan tekanan (a pressure loss) telah diamati pada sumur BJP1 yang berlokasi 200 m jauhnya dari lokasi semburan (Sawolo et al., 2009).

Sebagai tambahan, sumur BJP1 mengalami total kehilangan sirkulasi pada 1 jam 20 menit setelah dua gempa susulan dari gempa Yogyakarta (Sawolo et al., 2009).

Pada waktu bersamaan, penduduk kampong menyaksikan suatu mekanisme air yang diterapkan untuk even semburan Lusi.

Turunnya ketinggian beberapa meter dari sumur di dekat mud volcano Gunung Anyar, and Kalang Anyar.

Pengamatan pada mud volcano Lusi menyediakan suatu rekaman dari respon dari kecepan luapan (flow rate) terhadap kegempaan yang bervariasi dan reaktivasi patahan yang berperioda.

(S. Hadi pers. comm.).

· Hubungan antara gempabumi dan kenaikan kecepatan semburan

Interval (1) pulsa gempa-Lusi Desember 2006 (puncak 160.000m3/hari)

Terdapat beberapa contoh yang terdapat sejak publikasi pada seri pertama dari kecepatan aliran (Mazzini et al., 2007).

Data yang dihimpun pada awal Desember 2006 memperlihatkan bahwa setelah suatu goyangan dari gempabumi semburan lumpur mencapai puncakny pada Desember 2006 mencapai 160.000 m3/h.

Interval (2) pulsa gempa-Lusi Septermber 2007 (70.000 m3-129.000m3/hari)

Sama halnya pada September 2007, setelah tiga bulan kecepatan luapan berfluktuasi (bervariasi antara 70 dan 80.000 m3/d).

Dua gempabumi earthquakes (sekitar 4,9 dan 4,4 M) menyerang pantai Jawa Barat pada 9 Spetember 2007 dengan pusat gempa mendekati 200 km jauhnya dari Lusi (U.S. Geological Survey).

Flow rate meningkat dari 70.000 m3/h ke 120.000 m3/h setelah gempabumi kedua.

· Pengaruh gempabumi menimbulkan rekahan pada Tanggul penahan lumpur Lusi: ambles

Interval (3) pulsa gempa-Lusi 10 Oktober 2007 (rekahan pada Tanggul P25)

Suatu peningkatan kecepatan luapan dengan orde kekuatan yang sama telah diamati setelah gempabumi 10 Oktober 2007dengan pusat gempa jaraknya 180 km dari Lusi.

Setelah beberapa jam dari gempa ini maka terjadi rekahan sepanjang 50 m tiba-tiba tampak sepanjang tanggul pelindung luapan Lusi menyebabkan pergerakan vertikal mendekati 2m dan pergeseran (shearing) lateral beberapa puluhan sentimeter.

(Gamb. 4E, F).

· Arah rekahan dan shearing searah dengan patahan Watukosek

Sangat menarik bahwa arah dari rekahan dan shearing searah dengan patahan Watukosek.

Hal ini mendemonstrasikan bahwa aktivitas seismik regional tetap memberikan pengaruh pada pergerakan patahan.

· Interval (4) gempa-Lusi 11 Juli 2008 (meningkatkan kick dan kecepatan semburan

Terbaru gempabumi 11 Juli 2008 berkekuatan 5,3 menyerang baratdaya Jawa. Beberapa jam kemudian suatu tendangan yang tiba-tiba dan tidak umum dengan meningkatkan kecepatan luapan telah terjadi.

Pada beberapa hari kemudan situasi berbalik dengan kecepatan yang normal dan rata-rata.

· Respon terhadap pandangan tidak ada korelasi gempabumi dengan pengatifan kembali Patahan Watukosek (Tingay et al., 2008)

Sistem Patahan Lusi memerlukan waktu bereaksi:

Mengingat bahwa sistem patahan Lusi (Lusi fault system) tidak bereaksi terhadap semua even seismik.

Maka diusulkan bahwa sistem memerlukan waktu untuk mengimbuhkan kembali dalam kerangka untuk memperlihatkan perusakan yang signifikan.

Perlunya menguji tekanan (stress) pada Patahan Watukosek dipengaruhi Gempabumi: Beberapa dari pengamatan ini berbeda dengan Tingay et al. (2008) yang mengusulkan suatu model untuk menguji stress dipengaruhi oleh gempabumi pada patahan Watukosek.

Penulis menyimpulkan bahwa gempabumi Yogyakarta Mei 2006 Terlalu lemah untuk mengaktifkan kembali patahan pada jarak sejauh ini.

· Sanggahan Manzzini karena Tingay menggunakan intensitas 2 MMI yang seharusnya 4 MMI (rekaman di komplek Arujuno-Welirang)

Namun kesimpulan ini telah dihasilkan dengan menggunakan nilai intensitas gempa 2 daripada kekuatan 4 sebagaimana yang direkam dekat dengan kompek volkanik Arjuno_Wlirang (U.S. Geological Survey, 2006).

· Sanggahan model Tingay mengesampingkan kondisi geologis (penyebab), terutama fenomena reaktivasi patahan Watukosek:

Lebih lanjut lagi model ini mengesampingkan banyak faktor yang secara simultan memberikan dampak pada suatu sistem pada kondisi kritis (dan disini reaktivasi patahan).

Seperti tekanan aktual yang sudah ada, patahan, pengaruh dari fluida dalam sistem, dan kemungkinan keikutsertaanya dari overpressured fluida di dalam system, dan kemungkian pengaruh gunung Penanggunan di dalam mempengaruhi lokal sistem aliran.

Terakhir adanya geseran (shearing) karena reaktivasi tidak dimasukkan ke dalam mod. Dimana merukan kunci dari hipotesa terpakai.

· Penolakan Manga (2007) semburan Lusi di luar kluster yang dipicu oleh Gempa Yogyakarta 27 Mei 2009

Manga (2007) mengkompilasikan suatu kompulan terhadap gempabumi yang mempengaruhi semburan.

Kesimpulannya bahwa semburan Lusi jatuh diluar dari kluster statistik dan karenanya kemungkinan berkaitan dengan gempabumi Yogyakarta adalah tidak layak.

· Sanggahan Manzzini karena analisis kluster umumnya diterapkan pada mud volcano yang berada pada tahap istirahat (dormant period)

Namun kesimpulan ini dilakukan terhadap: (1) analisis kluster (cluster analyses) dan (2) ditetapkan bahwa mud volcanoe yang telah eksis sebelumnya dan mempunyai aktifitas yang periodik (periodic activity).

Menjadi sangat diketahui secara baik bahwa kebanyakan mud volcano selama masa istirahatnya yaitu interval yang memisahkan dua perioda semburan mempunyai pelepasan fluida yang konstan dari kawah; di sini tekanan yang di bangun pada kedalaman melemah karena fluida yang konstan dilepas melalui jaringan saluran yang telah ada sebelumnya.

Karenanya mud volcano yang sebelumnya telah ada membutuhkan suatu goyangan yang lebih kuat untuk memicu suatu kemungkinan semburan dibandingkan dengan struktur yang baru lahir.

· Sanggahan bahwa model Tingay dan Manga tidak melihat kondisi nyata bahwa sebelum gempa sebelumnya telah terbentuk struktur piercement

Di Lusi mud volcano, pada sepengetahuan kita, merupakan yang pertama dan hanya satu-satunya mud volcano yang dapat dipelajari dari saat kelahirannya dan disini tidak dapat diperlakukan dalam analisis statistik dengan struktur yang telah mempunyai sejarah semburan yang lama.

Di atas itu semua, Tingay et al. (2008) dan Manga (2007) tidak menetapkan bahwa lokasi Lusi telah ada struktur pembubungan (piercement structure), sebagaimana didokumentasikan oleh data seismik, yang rentan mewujudkan di permukaan.

· Penegasan Mazzini bahwa pendekatan yang digunakan dari Tingay dan Manga berbeda sangat mendasar

Oleh karena itu pendekatan yang diuraikan dalam studi mereka berbeda secara substansial dari data yang diuraikan disini.

Pengeboran sebagai pemicu?

· Awal hipotesis ledakan liar (blow-out) bermula dari wartawan media massa selanjutnya ditegaskan oleh Davies R.

Hipotesis dari letusan yang disebabkan oleh pengeboran dari sumur BJP1 awalnya diusulkan oleh media segera setelah letusan dan kemudian ditegaskan oleh Davies et al. (2007), (2008) dan Tingay et al. (2008) dimana mengusulkan mekanisme yang serupa untuk menjelaskan hipotesis buatan manusia berdasarkan interpretasi data pengeboran tanpa mempertimbangkan posisi geologi (kesalahan zona, piercement ada struktur).

· Konsep pembentukan rekahanhidro (hydrofracture) pasca blow-out: Kelompok Human Error

Kesimpulannya adalah bahwa: 1) pembentukan kekuatan sekitar sumur tersebut melebihi; 2) terjadi ledakan liar; 3) menyebabkan preventers tertutup; 4) tejadi rekahanhidro (hydrofracturing) pada sepatu casing; dan 5) sebagai konsekuensi terjadi semburan.

· Sanggahan kelompok gempabumi terhadap hipotesis blow-out atau mud volcano buatan manusia (man made)

Penentangan hipotesa mud volcano buatan manusia:

Kesimpulan ini telah ditantang oleh e.g. Nawangsidi (2007) dan Sutriono (2007), Sawolo et al. (dalam makalah ini) pertanyaan hipotesis ''buatan manusia'' memberikan alternatif interpretasi data pengeboran.

Titik kritis terjadinya tendangan (kick):

Suatu hari kemudian (pasca gempa Yogya?), terjadi sebuah tendangan (kick) saat dilakukan penarikan keluar (pulled out) mata bor dan pipa dari kedalaman 1.290 m.

Manzini beranggakap kenaikan tekanan berhubungan dengan reaktivasi Patahan Watukosek:

Meskipun asal usul kenaikan tekanan mendadak ini masih belum diketahui, adalah mungkin bahwa ini berhubungan dengan pengaktifan dari paahan Watukosek.

Sanggahan bahwa bagian terdalam pemboran tidak menembus Formasi Kujung terdiri dari batuan karbonat:

Potongan dari bagian paling dalam baik BJP1 tidak mengungkapkan adanya karbonat (diduga berasal dari Formasi Kujung), dan data calcimetry menunjukkan hanya 4% kalsit tanpa peningkatan signifikan atau perubahan.

  • Pernyataan Penting Manzzini semburan berhubungan dengan fenomena alam, yaitu reaktivasi patahan Watukosek

Selain itu kami menekankan bahwa:

a) Enam titik semburan awal:

Awalnya letusan itu disalurkan melalui enam titik rembesan yang berbeda,

b) Lokasi semburan Lusi di persimpangan dengan Patahan Watukosek:

Sistem patahan Patahan Watukosek adalah daerah persimpangan tepatnya di lokasi ini, dan bahwa;

c) Fakta adanya kawah semburan yang mempunyai liniasi merupakan kekuatan hipotesis reaktivai P Watukosek sekaligus disebutkan sebagi kelemahan hipotesis underground blow-out:

Proyeksi ke permukaan bagian atas dari fitur pembubungan (piercing feature) sebagaimana yang diamati dalam garis seismik (Gambar 6) bertepatan dengan kawah Lusi yang sebenarnya.

Hipotesis pengeboran 'buatan manusia' (mand-made drilling hypothesis) akan sulit untuk menjelaskan beberapa kawah sejajar yang muncul selama fase letusan awal. Jika hydrofracturing ini dipicu pada kedalaman selama operasi pengeboran, diharapkan hanya satu semburan di permukaan atau distribusi semburan secara tersebur sekitar sumur,

Pemicu: Kegempaan dan Pembubungan (seismicity and piercements)

· Hipotesis mud volcano dari parameter overpressure dan adanya rekahan pada batuan penutup (overburden)

Semburan mud volcano terjadi ketika tekanan berlebih pada kedalaman (overpressure at depth) mampu untuk membuat rekahan pada penutup dari satuan sediment yang ada di atasnya (is sufficient to fracture the overburden of the overlying sedimentary units) (e.g. Kopf, 2002).

Dimana batas ambang (threshold) dicapai karena berlanjutnya pembentukan fluida (is reached due to continuous generation of fluids) (seperti air dan hidrokarbon) pada kedalaman, suatu sistem rekahan berpropagasi kepermukaan menembus perekat.

Daftar Pustaka

Bonini, M., 2007. Interrelations of mud volcanism, fluid venting, and thrust-anticline folding: Examples from the external northern Apennines (Emilia-Romagna, Italy). Journal of Geophysical Research 112, B08413, doi:10.1029/2006JB004859.

Brown, K.M., 1990. The nature and hydrogeologic significance of mud diapirs and diatremes for accretionary systems. Journal of Geophysical Research 95 (B6), 8969–8982.

Chigira, M., Tanaka, K., 1997. Structural features and history of mud volcanoes in southern Kokkaido, northern Japan. Journal – Geological Society of Japan 103, 781–793.

Cobbold, P.R., Rodriguez, N., 2007. Seepage forces, important factors in the formation of horizontal hydraulic fractures and bedding-parallel fibrous veins (‘beef’ and ‘cone-in-cone’). Geofluids 7 (3), 313–322.

Dabrowski, M., Krotkiewski, M., W., S.D., 2008. MILAMIN: MATLAB-based finite element method solver for large problems. Geochemistry, Geophysics, Geosystems 9, Q04030, doi:10.1029/2007GC001719.

Davies, R., Swarbrick, R., Evans, R., Huuse, M., 2007. Birth of a mud volcano: east Java, 29 may 2006. GSA Today 17, 4–9.

Davies, R.J., Brumm, M., Manga, M., Rubiandini, R., Swarbrick, R., Tingay, M., 2008.

The East Java mud volcano (2006 to present): an earthquake or drilling trigger? Earth and Planetary Science Letters 272 (3–4), 627–638.

Delisle, G., 2004. The mud volcanoes of Pakistan. Environmental Geology 46, 1432–1495.

Delisle, G., von Rad, U., Andruleit, H., van Daniels, C., Tabreez, A., A., I., 2002. Active mud volcanoes on- and offshore eastern Makran, Pakistan. International Journal of Earth Sciences 91 (1), 93–110.

Dia, A.N., Castrec-Rouelle, M., Boulegue, J., Comeau, P., 1999. Trinidad mud volcanoes: where do the expelled fluids come from? Geochimica et Cosmochimica Acta 63 (7–8), 1023–1038.

Earthobservatory_Nasa, 2006. http://earthobservatory.nasa.gov/NaturalHazards/ natural_hazards_v2.php3?img_id¼13607.

Eggert, S., Walter, T.R., 2009. Volcanic activity before and after large tectonic earthquakes: observations and statistical significance. Tectonophysics 471, 14–26.

Ellouz-Zimmermann, N., Lallemant, S.J., Castilla, R., Mouchot, N., Leturmy, P.,

Battani, A., Buret, C., Cherel, L., Desaubliaux, G., Deville, E., Ferrand, J., Lugcke, A.,

Mahieux, G., Mascle, G., Mu¨ hr, P., Pierson-Wickmann, A.C., Robion, P., Schmitz, J., Danish, M., Hasany, S., Shahzad, A., Tabreez, A., 2007. Offshore frontal part of the Makran accretionary prism (Pakistan): the CHAMAK survey. In: Lacombe, O., Roure, F. (Eds.), Thrust Belts and Foreland Basins. Special Volume. Springer- Verlag, pp. 349–364 (Chapter 18).

Fukushima, Y., Mori, J., Hashimoto, M., Kano, Y., 2009. Subsidence associated with the LUSI mud eruption, east Java, investigated by SAR interferometry. Marine & Petroleum Geology 26, 1740–1750.

Gidaspow, D., 1994. Multiphase Flow and Fluidization. Academic Press Inc. Harcourt Brace & Company, 457 pp.

Guliev, I.S., Feizullayev, A.A., 1997. All about Mud Volcanoes. Nafta Press, Baku, 52 pp.

Harris, A.J.L., Ripepe, M., 2007. Regional earthquake as a trigger for enhanced volcanic activity: evidence from MODIS thermal data. Geophysical Research Letters 34, L02304, doi:10.1029/2006GL028251.

Hieke, W., 2004. The August 27, 1886 earthquake in Messenia (Peloponnesus) and reported flames over the Ionian Sea–a Mediterranean Ridge gas escape event? Marine Geology 207 (1–4), 259–265.

Imran, J., Harff, P., Parker, G., 2001. A numerical model of submarine debris flows with graphical user interface. Computers Geosciences 274 (6), 717–729.

Istadi, B., Pramono, G.H., Sumintadireja, P., Alam, S. Simulation on growth and potential Geohazard of East Java Mud Volcano, Indonesia. Marine & Petroleum Geology, Mud volcano special issue, doi: 10.1016/j.marpetgeo.2009.03.006.

Jakubov, A.A., AliZade, A.A., Zeinalov, M.M., 1971. Mud Volcanoes of the Azerbaijan SSR. Atlas. Azerbaijan Academy of Sciences, Baku (in Russian).

Judd, A., Hovland, M., 2007. Seabed Fluid Flow. Cambridge University Press, Cambridge, 475 pp.

Kopf, A.J., 2002. Significance of mud volcanism. Review of Geophysics 40 (2), 1–52.

Kopf, A.J., 2008. Volcanoes: making calderas from mud. Nature Geoscience 1 (8), 500–501.

Lemarchand, N., Grasso, J.R., 2007. Interactions between earthquakes and volcano activity. Geophysical Research Letters 34 (24), L24303.

Linde, A., Sacks, I.S., 1998. Triggering of volcanic eruptions. Nature 857, 888–890 (395(6705)).

Manga, M., 2007. Did an earthquake trigger the may 2006 eruption of the Lusi mud volcano? EOS 88 (18), 201.

Manga, M., Brodsky, E., 2006. Seismic triggering of eruptions in the far field: volcanoes and geysers. Annual Review of Earth and Planetary Sciences 34, 263–291.

Manga, M., Rudolph, M.L., Brumm, M., 2009. Earthquake triggering of mud volcanoes: a review 26, 1785–1798.

Marr, J.G., Elverhøi, A., Harbitz, C., Imran, J., Harff, P., 2002. Numerical simulation of mud-rich subaqueous debris flows on the glacially active margins of the Svalbard-Barents Sea. Marine Geology 188 (3–4), 351–364.

Mau, S., Rehder, G., Arroyo, I.G., Gossler, J., Suess, E., 2007. Indications of a link between seismotectonics and CH4 release from seeps off Costa Rica. Geochemistry, Geophysics, Geosystems 8 (4), 1–13.

Mazzini, A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi, G., Planke, S., Malthe-Sorenssen, A., Istadi, B., 2007. Triggering and dynamic evolution of the LUSI mud volcano, Indonesia. Earth and Planetary Science Letters 261 (3–4), 375–388.

Mazzini, A., Svensen, H., Planke, S., Guliyev, I., Akhmanov, G.G., Fallik, T., Banks, D., 2009. When mud volcanoes sleep: insight from seep geochemistry at the Dashgil mud volcano, Azerbaijan. Marine and Petroleum Geology, doi:10.1016/ j.marpetgeo.2008.11.003.

Mellors, R., Kilb, D., Aliyev, A., Gasanov, A., Yetirmishli, G., 2007. Correlations between earthquakes and large mud volcano eruptions. Journal of Geophysical Research 112, B04304.

Miller, S.A., Cristiano, C., Chiaraluce, L., Cocco, M., Barchi, M., Kaus, B.J.P., 2004. Aftershocks driven by a high-pressure CO2 source at depth. Nature 427, 724–727.

Mourgues, R., Cobbold, P.R., 2003. Some tectonic consequences of fluid overpressures and seepage forces as demonstrated by sandbox modeling. Tectonophysics 376, 75–97.

Nakamukae, M., Haraguchi, T., Nakata, M., Ozono, S., Tajika, J., Ishimaru, S., Fukuzumi, T., Inoue, M., 2004. Reactivation of the Niikappu mud volcano following the Tokachi-oki earthquake in 2003. Japan Earth and Planetary Science 2004 (Joint meeting, Chiba, Japan).

Nawangsidi, D., 2007. Drilling and Mud Flow at Lusi Mud Volcano. International Geological Workshop on Sidoarjo Mud Volcano, Jakarta (February 2007).

Paterson, M.S.,Wong, T.F., 2005. Experimental Rock Deformation – The Brittle Field, 2nd ed. Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, New York, 348 pp.

Perry, E.A., Hower, J., 1972. Late-stage dehydration in deeply buried politic sediments. AAPG Bulletin 56 (10), 2013–2021.

Planke, S., Svensen, H., Hovland, M., Banks, D., Jamtveit, B., 2003. Mud and fluid migration in activemudvolcanoes in Azerbaijan. Geo-Marine Letters 23, 258–268.

Press, W.H., Teukolsky, S.A., Vetterling, W.T., B.P., F., 1992. Numerical Recipes in C: the Art of Scientific Computing. Cambridge University Press, New York, NY, USA, ISBN 0521437148.

Rozhko, A., 2007. Role of seepage forces on hydraulic fracturing and failure patterns. PhD thesis, University of Oslo and University of Grenoble.

Rozhko, A., Podladchikov, Y.Y., Renard, F., 2007. Failure patterns caused by localized rise in pore-fluid overpressure and effective strength of rocks. Geolphysical Research Letters 34.

Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B., Darmoyo, A.B., 2009. The LUSI mud volcano triggering controversy: was it caused by drilling? Marine & Petroleum Geology 26, 1766–1784.

Sil, S., 2006. Response of Alaskan well to near and distant large earthquakes. M.Sc thesis, University of Alaska Fairbanks, 92.

Sil, S., Freymueller, J.T., 2006. Well water level changes in Fairbanks, Alaska, due to the great Sumatra-Andaman earthquake. Earth Planets Space 58, 181–184.

Sutriono, E., 2007. Drilling Operations at Lusi Site. International Geological Workshop on Sidoarjo Mud Volcano, Jakarta (February 2007).

Terzaghi, K.,1943. Theoretical Soil Mechanics. John Wiley and Sons, New York, 528 pp.

Tingay, M.R.P., Heidbach, O., Davies, R., Swarbrick, R., 2008. Triggering of the Lusi Mud Eruption: Earthquake Versus Drilling Initiation. Geology, vol. 36(8), pp. 639–642.

U.S. Geological Survey. http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/. U.S. Geological Survey, 2006. http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/eqinthenews/ 2006/usneb6/.

Walter, T.R., Amelung, F., 2007. Volcanic eruptions following M _ 9 megathrust earthquakes: implications for the Sumatra-Andaman volcanoes. Geology 35 (6), 539–542.

Walter, T.R., Wang, R., Zimmer, M., Grosser, H., Lu¨ hr, B., Ratdomopurbo, A., 2007. Volcanic activity influenced by tectonic earthquakes: static and dynamic stress triggering at Mt. Merapi. Geophysical Research Letters 34, L05304.

West, M., Sanchez, J.J., McNutt, A.R., 2005. Periodically triggered seismicity at Mount

Wrangell, Alaska, after the Sumatra Earthquake. Science 308, 1144–1146.