Tiang Bendera di Pohon Singkong Karet

Post date: Jun 17, 2015 11:35:40 PM

Setelah bangun tidur siang, seorang anak dengan wajah kecewa mendongakkan kepala ke atas daun-daun, mengamati bendera merah mutih yang sudah berkibar tinggi menjulang melebihi pohon singkong karet yang tumbuh di depan rumahnya, sebelum ia lahir. Tiang bambu sudah diikatkan pada salah satu dahan terkuat yang paling menjulang; terbayang olehnya pastilah ayahnya telah memanjat pohon itu saat ia tidur tadi dan memasang serta menambatkan tiang itu di ketinggian. Mungkin ayah lupa kalau ia yang mengingatkannya kalau bendera yang di rumah belum dipasang padahal di tv sudah ramai iklan dan tayangan merah putih.

Selirik pandang wajah sang anak yang kecewa dapat terekam oleh ayah yang sangat mengerti anaknya. Untuk mengobatinya ia mengajak sang anak menuju ujung seberang gang melihat kakak-kakak tetangga bermainnya yang sedang merangkai bendera-bendera kertas dan rumbai-rumbai penghias lingkungan. Tawaran dan ajakan dari para tetangga untuk sekedar menarikkan benang pun sudah sangat mengobati kekecewaannya di sore itu, dan terkadang berlanjut pada pertanyaan-pertanyaan dan obrolannya tentang bendera merah putih, film dan tayangan perjuangan merdeka yang mampu dicerna dari televisi dan pemandangan mengesan sepanjang perjalanan saat ia melihat penjaja-penjaja bendera merah putih dan asesoris menjelang HUT RI di sepanjang pinggir jalan raya.

.....

Berganti tahun sudah tatapan kecewa sang anak itu akhirnya terbayar, ketika ayahnya sudah membelikan tiang bambu yang lebih panjang. Bersama santai sorenya sang ayah memangku anaknya yang sudah menempuh pendidikan play group, walau pun masuknya pun harus tersandung dan terlambat masuk karena kurang beberapa hari genap usianya. Jenjang play group, adalah satu-satunya jenjang yang ditempuhnya dan tidak oleh saudara-saudaranya yang sudah tak mampu lagi mengambil jenjang itu, sehingga memilih jenjang TK saja. Matanya berbinar dalam rasa bangga dan senang tak tergambar ketika bersama ayahnya menegakkan tiang bendera itu, tampak sibuk ia mengulurkan dan ikut melilitkan tali-tali pengikat lalu sang ayah menyimpulkan talinya dengan kencang. Dibopongnya sang anak untuk menjauh dari bendera itu..... dan tak lama terdenga suara....

---

Kepada Bendera Merah Putih,..... HORMAT GRAK!

Upacara Kemerdekaan berlangsung... tahun demi tahun berganti ...

Rasa itu tak akan menghilang, ketika suatu saat ia berada di panggung, atau mimbar kehormatan memberikan penghormatan kepada Sang Saka Merah Putih. Rasa yang dibangun dari dalam keluarga dan lingkungan terdekat, diteguhkan di sekolah akan terukir dalam dalam hari anak-anak. Ketinggian bendera merah putih tetaplah penting, namun ijinkanlah semua anak untuk menyentuh tiangnya, atau talinya atau bermain di sekitarnya. Merah putih dan spiritnya bukan semata kewajiban guru di sekolah untuk menyentuh kedalaman perasaan dan hati anak, namun butuh dukungan dan ketulusan keluarga dan lingkungan terdekat. Martabat bangsa dapat dimulai dari pribadi dan keluarga yang bermartabat serta hormat kepada jati diri bangsanya.

( .... - .... )