Foto Tengkorak Pithecanthropus soloensis
Sumber: Koleksi Lab. Museologi Dep. Sejarah FIS UM
Pada 1931 ditemukan dua buah atap tengkorak, sebuah tulang dahi, dan fragmen tulang pendiding oleh C. ter Haar di daerah pemetaan Ngandong. Penelitian berlanjut hingga tahun 1933; didukung oleh von Konigswald dan Oppernooth dengan penemuan fosil lainnya di daerah Blora, Sangiran, Sambung Macan, dan Sragen pada lapisan Plestosen tengah atau yang lebih belakangan lagi (Aziz et al., 2013; Soejono & Leirissa, 2010). Jenis fosil ini kemudian identifikasi sebagai Pithecanthropus soloensis.
Isi tengkorak soloensis ditaksir antara 1.000-1.300 cc. tengkoraknya lonjong, tebal, dan besar serta tempat perlekatan otot yang mencolok. Pada bagian dahinya lebih terisi, dan tengkoraknya lebih tinggi dibanding Pithecanthropus mojokertensis maupun Pithecanthropus erectus. Perbedaan signifikan soloensis dibanding mojokertensis dan erectus juga terlihat dari tonjolan kening, belakang kepala, daerah telinga, dan daerah hidung.
Pithecanthropus soloensis diperkirakan hidup antara 900.000-300.000 tahun silam. Dalam evolusi kedudukan soloensis dianggap lebih dekat dengan mojokertensis dibanding erectus. Secara fisik Pithecanthropus soloensis lebih menunjukkan persamaan dengan Pithecanthropus pekinenis dari Chou-kou-tien, dekat Beijing. Sebagian ahli juga mengklasifikasikan Pithecanthropus soloensis termasuk dalam Homo neanderthalensis bahkan Homo sapiens.