Miniatur Rumah Adat Tongkonan

Foto Miniatur Rumah Adat Tongkonan

Sumber: Koleksi Etnografi Lab. Museologi Dep. Sejarah FIS UM

Rumah adat Tongkonan merupakan rumah adat yang berkembang di Tana Toraja. Kata Tongkonan berasal dalam bahasa Toraja "tongkon" yang berarti duduk. Tongkonan memang merupakan tempat bagi para keluarga duduk, bertemu, dan bermusyawarah untuk membahas masalah-masalah penting misalnya tentang upacara adat (Kobong, 2008). 

Rumah adat ini memiliki landskap dan orientasi bangunan alam yang hampir sama dengan rumah adat Batak. Rumah adat ini memiliki bentuk atap dengan bubungan yang melengkung melambangkan nilai lebih dan mengangkat jiwa manusia kepada yang lebih luhur. Bahan bangunan utama Rumah Tongkonan adalah Bambu. Ukuran, besar dan bahan bangunannya juga ditentukan oleh tingkatan kedudukan pemilik rumah di masyarakat. Di seberang deretan rumah adat Tongkonan berjajar deretan lumbung padi, disebut dengan alang, mempunyai model yang sama dengan Tongkonan, tetapi ukuran lebih kecil. Tiang-tiang bangunan umumnya dari batang pohon Palem (Riyanto dan S, 2020).

Menurut Kis dkk (1988), tipologi bangunan Arsitektur Tradisional Toraja dibagi menjadi lima yaitu: 1) Tipe rumah tinggal (banua), 2) Tipe lumbung, 3) Tipe rumah penjaga di sawah, 4) Tipe Kandang, dan 5) Tipe bangunan pemakaman. Tiap tipe dapat dibagi lagi menjadi beberapa tipe sesuai dengan karakter atau tujuan konstruksinya (Syafwandi dan Syafhandi, 1993). Strata sosial di masyarakat Toraja di bagi atas 3 tingkatan yaitu: yang tertinggi adalah kaum bangsawan, yang dikenal sebagai parengnge. Rengnge mengacu pada cara wanita membawa keranjang mereka, sehingga judulnya secara kiasan berarti: membawa beban yang berat, atau tanggung jawab. Kedua adalah kelas orang bebas: disebut makaka, dan terakhir kelas budak: disebut kaunan (Kis dkk., 1988). 

Ada beberapa jenis Tongkonan berdasar peran pemiliknya di masyarakat, yaitu a) Tongkonan Layuk, Tongkonan Pekaindoran dan Tongkonan Batu A´riri. Bentuknya sama, perbedaan terletak pada tiang-tiangnya. Pada Tongkonan Layuk dan Pekandoran ada tiang tengah, disebut a´riri. Tiang ini memiliki hiasan kepala kerbau dan ayam. Tongkonan Layuk (maha tinggi/agung) merupakan bangunan pusat pemerintahan dan kekuasaan, yang mengatur Tana Toraja sejak dahulu kala; b) Tongkonan Pekandoran (Tongkonan Kaprengesan) didirikan oleh 19 Penguasa Daerah untuk mengatur Pemerintahan Adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan Aluk; c) Tongkonan Batu A´riri berfungsi sebagai ikatan dalam membina persatuan dan warisan keluarga. Umumnya tongkonan berbentuk persegi panjang, dengan perbandingan 2:1 (Baraluallo, 2010).

RUJUKAN:

Theodorus Kobong. (2008). Injil dan Tongkonan: inkarnasi, kontekstualisasi, transformasi

Kis, Jowa Imre. Nooy, Hetty. Schefold, Reimar & Schulz, Ursula. (1988). Banua Toraja: Changing Patterns in Architecture and Symbolism among the Sa’dan Toraja Sulawesi Indonesia. Amsterdam: Royal Tropical Institute. 

Riyanto, Ismanto dan S, Margareta Maria. (2020). Laporan Akhir Penelitian Rumah Tongkonan Toraja Sebagai Ekspresi Estetika Dan Citra Arsitektural. Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia.

Bararuallo, Frans. (2010). Kebudayaan Toraja Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Mendatang. Jakarta: Penerbit Universitas Atmajaya.

Syafwandi, Loekito & Syafhandi. (1993). Arsitektur Tradisional Tana Toraja. Jakarta: Depdikbud.