Balai Kota Malang
Foto 1. Miniatur Balai Kota Malang Tahun 1970
Sumber: Koleksi Etnografi Lab. Museologi Dep. Sejarah FIS UM
Foto 2. Miniatur Balai Kota Malang Tahun 1970
Sumber: Koleksi Etnografi Lab. Museologi Dep. Sejarah FIS UM
Dahulu balai Kota Malang masih mengontrak di sebuah rumah kecil di sekitar Gereja Katedral Kayutangan, seiring dengan berjalannya waktu, disebabkan bertambahnya warga di Kota Malang, maka pelayan publik di balai kota semakin kewalahan. Hal tersebutlah yang membuat HI Bussemaker mengusulkan ide pembuatan bangunan Gemeenttehuiz atau yang memiliki arti balai kota. Bahkan, untuk mencari desain yang tepat pemerintah Kota Malang membuat sayembara agar mendapat hasil terbaik. Wasit dari perlombaan ini adalah Hoofd Van Landsgebouwdients, seorang Belanda (Pratama dkk., 2022).
Balai Kota Malang terletak di di Jalan Tugu Malang. Tepatnya di sebelah selatan Alun-Alun Bunder atau Alun-Alun Tugu. Kawasan ini merupakan kawasan pengembangan kedua atau Bouwplan II (Mulyadi dkk., 2015). Pengembangan kawasan ini diputuskan pada tanggal 26 April 1920, kawasan ini dinamakan Gouverneur-Generaalbuurt, karena Jalan-Jalan yang ada dikawasan ini menggunakan nama para gubernur jenderal terkenal pada masa itu. Karakteristik dari kawasan ini adalah adanya lapangan yang menjadi orientasi utama daerah ini yaitu lapangan yang berbentuk bunder disebut Jan Pieterszoon Coenplein (Lapangan JP, Coen), karena bentuknya bulat, maka oleh masyarakat setempat disebut sebagai alun-alun bunder (Mulyadi dkk., 2020).
Balai Kota ini dibangun tahun 1927-1929 atas rancangan arsitek HF Horn dari Semarang. Gaya arsitektur Balai Kota Malang adalah gaya arsitektur kolonial modern pasca 1920-an yang biasa disebut dengan gaya "Niewu Bouwen" yang disesuaikan dengan iklim dan teknik bangunan pada waktu itu. Sebagian besar menonjol dengan ciri: atap datar, gevel horisontal, volume bangunan yang berbentuk kubus, serta warna putih. Bangunan ini pernah terbakar yang menyebabkan kerusakan bangunan Balai Kota Malang dan kemudian dilakukan renovasi pada tahun 2002. Sampai sekarang, bangunan ini masih mempertahankan gaya arsitektur klasik dengan konstruksi jendela baja peninggalan kolonial Belanda yang saat ini hanya terdapat pada bangunan depan Balai Kota Malang (Sujudwijono dkk., 2013).
RUJUKAN:
Mulyadi, L., Triwahyono, D., & Soewarni, I. (2015). Model Pengelolaan Bangunan Bernilai Sejarah di Kota Malang Berbasis Konservasi Arsitektur.
Mulyadi, L., Witjaksono, A., & Fathony, B. (2020). Karakter Kawasan Dan Arsitektur Kota Malang Jawa Timur. CV. Dream Litera Buana.
Pratama, N., Rahmadianto, S. A., & Nugroho, D. P. (2022). Perancangan buku fotografi arsitektur kolonial untuk meningkatkan daya tarik wisata heritage di Kota Malang. Sainsbertek Jurnal Ilmiah Sains & Teknologi, 3(1), 152–168.
Sujudwijono, N., Purwono, E. H., & Sugiarto, T. (2013). Konstruksi Jendela Baja Balai Kota Malang. RUAS, 11(2), 17–25.