Foto Tengkorak Pithecanthropus erectus
Sumber: Koleksi Lab. Museologi Dep. Sejarah FIS UM
Pithecanthropus erectus ditemukan di daerah Trinil, Kabupaten Ngawi, tepatnya di Kedung ditemukan beberapa tulang fosil. Beberapa di antaranya tulang yang ditemukan adalah calvaria, tulang paha, dan fosil gigi yang diduga menyerupai rangka gigi mamalia berukuran besar. Dubois lantas mengira sementara tulang belulang tersebut merupakan sosok antara manusia dan kera (Dubois, 1896: 241). Sehingga dengan demikian temuan Dr. Dubois tersebut diberi nama Pithecanthropus erectus yang berarti manusia kera yang berjala tegak. Pithecanthropus erectus hidup pada kala Plestosen Tengah dan hidup dengan fauna Trinil (Soekmono, 1989: 29).
Temuan Dr. Dubois mulanya diawali pada tahun 1890 di sebuah desa yang terletak di pinggir Bengawan Solo, Trinil. Temuan yang diperoleh berupa tulang rahang (Soekmono, 1989: 28). Pada tahun 1891, ditemukan fosil tulang paha dan atap tengkorak. Keduanya merupakan fosil penting bagi penemuan manusia purba Pithecanthropus erectus (Jati, 2013: 23). Tulang paha yang ditemukan memiliki semacam kelainan karena sebuah penyakit peradangan. Sedangkan batang tulang paha berkedudukan lurus dengan perlekatan otot (Soejono, dkk, 2010: 81). Hal ini menandakan bahwa otot-otot paha dari temuan tersebut berpostur tubuh tegap.
Penemuan fosil tulang lainnya berasal dari Sangiran, yakni atap tengkorak yang diketahui berjenis kelamin perempuan. Dari hasil temuan rangka tulang dan penelitian lainnya, diketahui Pithecanthropus erectus memiliki tinggi sekitar 160-180 cm dengan berat badan berkisar pada angka 80-100 kg (Soejono dkk, 2010: 83). Pithecanthropus erectus memiliki badan tegap dengan bentuk rahang dan bentuk dahi yang menonjol dengan perkiraan kapasitas otak 750-1500 cc.
Hasil kebudayaan dari Pithecanthropus erectus adalah kebudayaan Pacitan atau Pacitanian. (Movious, 1918 dalam Suprapta, 2016: 136) disebut sebagai budaya kapak penetak-perimbas atau chopping-chopper tool complexes. Perkiraan ini diperkuat dengan pemikiran bahwa dalam setiap kebudayaan, alat-alat pendukung hidup pastinya digunakan untuk memudahkan cara kerja manusia. Hal ini juga mengacu pada hasil temuan alat-alat di sekitar Pacitan yang dilakukan oleh von Koenigswald pada tahun 1935, serta berdasarkan pada temuan pada temuan fosil tulang di Tiongkok yang dapat dikatakan serupa dengan Pithecanthropus erectus yakni Manusia Peking berikut alat-alat yang ditemukan. Oleh karena alat-alat yang ditemukan di Peking, Thailand serupa dengan alat-alat yang ditemukan di Pacitan. Sehingga dapat diperkirakan alat-alat yang ditemukan merupakan alat-alat hasil kebudayaan Pacitan (Soekmono, 1989: 31-32).
Alat-alat yang ditemukan oleh Koenigswald adalah alat-alat dari batu yang ditemukan di permukaan bumi. Menurut Soekmono (1989), alat tersebut ditemukan oleh Koenigswald berupa kapak genggam dengan menyerupai kapak pada masa sekarang tetapi tidak memiliki gagang atau tangkar. Alat tersebut diciptakan secara sederhana dengan permukaan yang kasar, dengan kemungkinan difungsikan sebagai pembantu kerja manusia dengan digenggam oleh ruas jari tangan. Selain kapak genggam, alat-alat yang ditemukan merupakan alat-alat pendukung kehidupan Pithecanthropus erectus adalah kapak perimbas dan kapak penetak.
Dubois, E. (1896). On Pithecanthropus erectus: A Transitional form Between Man and The Apes. The Journal of the Anthropological Institute of Great Brittain and Ireland, 25, 240-255.
Jati, S. S. P. (2013). Prasejarah Indonesia: Tinjauan Kronologi dan Morfologi. Sejarah dan Budaya, 20-30.
Soejono & Leirissa. (2010). Sejarah Nasional Indonesia I Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekmono, R. (1989). Pengantar Sejarah Kebudayaan Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Kanisius.