Hikayat Raja Budiman

Muka surat 71 hingga 80

Mukasurat 71/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 71/129

itu sudah titis buih. Maka ditunah oleh Awang Sibuncui sampailah pada kapal itu. Maka kata Awang Sibuncui: Segeralah pak naik di atas itu. Maka Selamat pun melompat dan sampan itu pun tenggelam. Maka Awang pun naiklah ke atas kapal itu.

Adapun yang empunya kapal itu Raja Pertegal. Maka baginda itu pun keluarlah daripada tempat peraduannya seraya berkata: Tabik-2 datuk keramat anak cucu tiada reti bahasa di laut ini. Maka kata Awang Sibuncui: Kapal ini hendak ke mana datang dari mana dan siapa yang empunya. Maka jawab baginda: Hambalah Raja Pertegal yang empunya kapal ini. Maka kata Awang Sibuncui: Marilah kita pergi ke negeri Gunung Dua Belas. Maka kata baginda tabik datuk keramat negeri itu bukannya tempat hendak cari makan. Adapun yang bernama negeri Gunung Dua Belas itu tiadalah boleh dagang senteri masuk berniaga. Maka kata Awang: Jikalau tiada mahu pergi aku hendak bawa juga kapal ini ke negeri itu. Maka kata baginda: Hai sekalian kelasi-2 kapal ini jangan dilayarkan ke negeri itu. Jika datuk keramat ini hendak bawa biarlah ia layarkan berdua orang.

Telah didengar oleh Awang Sibuncui perkataan baginda demikian maka katanya: Hai bapaku segeralah pergi sentapkan sauh kapal itu. Maka Selamat pun segeralah pergi sentapkan sauh itu kemudian Awang pun segera berlari naik ke pucuk tiang menarik sekalian tali temali

Mukasurat 72/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 72/129

itu dan membuka segala layarnya. Telah siap sekaliannya maka ia pun duduk bertiang tunggal kakinya sebelah qiam tangan bersiku tunggal tongkat lidah pada langit-2 serta berkata: Hai yang kedewata berkat kesaktian aku sungguh ditolong guru tua dan muda minta turun kiranya angin paksa mata angin delapan menjadi satu biar jatuh kera dijulai boleh mengguling langsung ditembak-2 yang mencabut cendawan di halaman yang membongkar karam di tasik. Telah itu ia pun berdiam.

Maka mata angin delapan pun sudah menjadi satu hitam berpusar-2 hitam seperti perut buta maka berdengung segenap tali. Maka seketika itu angin pun turunlah melarikan kapal itu seperti terbang.

Maka tersebutlah perkataan Lela Muda yang diterbangkan kuda hijau di atas udara itu. Sebab sangat kencang angin itu maka Lela Muda pun jatuh dengan kudanya di pukul oleh angin itu pada kapal Raja Pertegal itu sekira-2 tiga hari tiga malam angin paksa itu sudah lemah dan tampak cerah cuaca. Maka Raja Pertegal pun keluar berjalan di kapal itu. Maka bertemulah ia dengan Lela Muda. Maka dilihatnya terlalu elok rupa parasnya. Maka kata Raja Pertegal: Hai anak ayah semangat ayah apalah gunanya anak duduk di sini silalah masuk ke tempat peraduan anakku

Mukasurat 73/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 73/129

Tuan Puteri Dang Rashidah. Maka kata Lela Muda: Tiada apa ayahanda anakanda duduk di sinilah. Maka Raja Pertegal pun balik masuk ke peraduannya selain berkata kepada anaknya Tuan Puteri Dang Rashidah: Wahai anak ayah semangat ayah segeralah tuan pergi panggil seorang muda itu masuk ke dalam tempat peraduan.

Telah itu maka Tuan Puteri pun bersiaplah sekalian pakaian dan memakai bauan-2 narustu ambar kasturi. Maka ia pun segera mengambil jurang emas serta bangkit bercering bunyi gelang di tangan melompatlah subang di telinga merataplah cincin di jari meriaplah jari yang halus bangkit melampailah pinggang yang ramping berjalan ke hadapan Lela Muda lalu duduk di hadapannya dengan seribu hormat seraya katanya: Ayuhai abang semangat adik urat rambut batu kepala adik apalah guna abang duduk di sini berjemur embun berjemur hujan berjemur panas di sini baiklah masuk ke dalam peraduan adik menghilangkan lenguh menghilangkan kebas di badan abang.

Maka jawab Lela Muda: Abang minta ampun mengapalah kepada adik baiklah abang duduk di sini abang mengaku adik beradik saudaralah kita. Maka Tuan Puteri pun segeralah bangkit masuk ke peraduannya mengadap ayahnya seraya berkata: Ayuhai ayah semangat anak ayah hendak permalu rupanya akan anak ayah hendak tampal kulit anjing di muka anak ayah hendak tampal kulit babi di muka anak terlalu malu

Mukasurat 74/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 74/129

rasa di hati anak oleh sebab anak memanggil orang muda itu tiada ia mahu datang. Maka ayahnya: Wahai anakku apalah yang hendak dimalukan itu dan apa yang sudah dikatanya. Maka jawab Tuan Puteri katanya ia mengaku adik beradik. Maka jawab baginda apa anak hendak malu sebab ia sudah mengaku adik beradik.

Arkian antara tiada berapa lamanya berlayar itu maka kapal itu pun masuk pada jajahan negeri Gunung Dua Belas tampaklah kota batu negeri itu. Maka kata Awang Sibuncui: Hai pak segeralah pak labuhkan sauh itu kita berhenti di sini sekejap. Kemudian kata Awang: Hai sekalian kelasi segeralah bangkit maka sekalian kelasi pun bangkitlah mandi manda. Setelah sudah makan nasi lalu minum serta duduklah bersuka-2. Kisah ini dahulu berhenti

Maka tersebutlah kisah orang di dalam negeri Gunung Dua Belas riuh ramailah. Berkata seorang dua: Mana dia Panglima Berhinsing belanjanya kapur sudah datang pagi tadi sebuah kapal besi bertiang tiga. Telah itu maka kapal itu pun terpandanglah oleh Panglima Berhinsing maka ia pun bersiaplah ketujuh orang dengan pahat penukulnya dibawa sekali lalu turun berjalan. Telah sampailah ke tepi laut lalu ia turun menyelam di dalam laut menuju kapal itu.

Mukasurat 75/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 75/129

Maka tersebutlah perkataan Awang Sibuncui dalam kapal itu maka ia pun sudahlah terasa di dalam hatinya bahaya hendak datang di kapal itu. Maka ia pun terjun ke dalam laut serta bersahut sakti minta hilangkan kiranya rupaku ini barang menjadi seekor ikan gemasi. Telah itu ia pun duduk mengapuk pada perut kapal itu. Dengan seketika itu Panglima Berhinsing pun sampailah pada kapal itu dilihatnya anak apakah duduk mengapuk perut kapal itu. Kemudian ia pun meletak mata pahat pada perut kapal itu tengah hendak dipukulnya maka Awang Sibuncui pun segeralah disambar penukul dan pahat itu. Maka seketika itu ia pun kembali kepada rupanya semula. Maka dengan penukul itu juga dipalu akan Panglima Ketujuh itu. Maka habislah retak kepalanya. Maka ketujuh-2 habis lari pulang ke rumahnya lalu berpesan kepada anak bininya jikalau raja datang memanggil kami katakan kami sakit sangat demam sakit kepala.

Maka oleh Awang Sibuncui dilambungkan pahat dan penukul itu naik atas kapal. Maka timpalah ke atas dua anak kelasi seorang mati dan seorang lagi patah pehanya. Maka Awang Sibuncui pun melompat naik ke atas kapal itu. Maka kata Selamat Tandang Desa: Hai Awang apakah kerja engkau aniaya atas kelasi kapal ini lihatlah olehmu seorang sudah mati

Mukasurat 76/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 76/129

dan seorang lagi patah pehanya segeralah engkau perhidupkan balik orang ini. Maka dipabila oleh Awang Sibuncui orang itu pun kembali hidup pulang pulih sedia kala.

Dengan hal itu kapal berhanyut-2 juga tiada berapa lamanya maka kapal itu pun sampailah rapat dengan kota batu. Maka dipandang orang di dalam kota maka masing-2 berkata manakah Panglima Berhinsing ini tiada datang lagi belanja kapurnya sudah datang. Maka kata seorang dengan seorang jangan siapa-2 peduli bukannya pekerjaan kita. Telah itu maka kapal itu pun rapatlah dengan kota dan hari pun sudah malam.

Alkisah maka tersebutlah perkataan Tuan Puteri Bongsu Kecik Selenggang Cahaya di dalam mahligai emas kemuncak intan. Pada malam itu berhimpunlah sekalian pergi ke balai tempat permainannya kerana hendak bermain. Maka ditabuh oranglah permainan gong besar gendang jawa kopak dandi murai keracap selapung gambang serunai bangsi suling dan gong canang gemalan dua belas ragam. Maka tampil bermain dan dayang pun bernyanyilah berganti-2 serta burung inderabayu pun bernyanyilah sama dayang-2 itu terlalu sangat merdu bunyinya suaranya bagai gula [derua] seperti suling dengan bangsi rasa [tergantas] di hulu hati. Maka suara itu pun terdengar kepada Lela Muda di dalam kapal.

Mukasurat 77/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 77/129

Maka kata Lela Muda: Hai Awang tiada tertahan lagi hatiku oleh mendengarkan suara burung inderabayu sayu belas di dalam hati. Maka dengan seketika itu pun Lela Muda melompat naik ke darat lalu ia beryang-2 ke dewata berkat kesaktian aku sungguh ditolong keramat aulia mambang dewata minta hilangkan rupaku ini dan minta jadi seekor merak emas. Dengan seketika itu juga ia pun menjadilah merak lalu terbang.

Maka Awang Sibuncui pun naik ke darat. Maka kata Selamat Tandang Desa: Hai Awang jika engkau pergi sangatlah aniaya orang di dalam kapal mati dengan tiada pasal. Maka Awang pun segeralah membaca suatu doa ditepuk kapal itu tiga kali. Maka kapal itu pun menjadi batu. Telah itu ia pun merupakan dirinya seekor kucing besi [siwang baja]. Maka ia pun lalu melompat naik kota batu itu berlari-2 masuk pekan Pensara. Maka segala kucing jantan dan kucing betina yang bertemu di jalan itu digigitnya habis mati. Telah dilihat orang di dalam pekan kucing besi itu riuh ramailah mereka itu bercakap dengan berbisik-2: Wahai kucing besi dari manakah datangnya.

Adapun merak emas yang melayang itu pun baharu lepas selapis kota. Maka terpadanglah kepada Dewa Keenam di tali angin maka mereka itu pun menjadikan dirinya enam ekor merak datang

Mukasurat 78/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 78/129

mengejar merak yang seekor itu. Seketika dihambat itu maka merak emas itu pun jatuh di penjuru kota lalu duduk menyorok berdiam diri. Maka merak keenam itu pun balik ke tali angin menjadi dewa. Pada ketika itu kucing besi itu pun melompat maka terpandanglah kepada dewa yang kecik di tali angin katanya: Wahai abang itu kucing besi itu kucing menjelma abang. Maka ia pun muafakat keenamnya menjadi kucing besi datang mengejar kucing yang seekor. Maka kucing itu pun terpelanting di penjuru kota. Maka kucing keenam itu pun balik ke tali angin.

Maka merak emas pun bertemulah dengan kucing besi. Maka kata merak emas: Ini siapa. Maka jawab kucing Inilah kucing patik Awang Sibuncui. Maka kata merak: Wahai Awang sekali ini matilah kita di negeri orang. Maka sahut kucing besi Gunung Dua Belas ini sampai hajat Bonda Tengah ada sepada dengan dua apalah kita hendak jadi ini Awang. Maka sahut kucing besi ikut kesukaan tuan patik dan patik adalah ikut di belakang

Maka merak emas pun bersahut kesaktiannya minta menjadikan seekor katak putih. Maka Awang pun bersahut kesaktiannya menjadi seekor katak hitam. Telah itu terlompat-2 keduanya menuju pintu kota. Baharu lepas selapis kota itu

Mukasurat 79/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 79/129

maka terpandanglah kepada dewa yang keenam maka kata dewa yang kecik Ayuhai abang katak kedua itu katak menjelma. Maka mereka itu sekalian pun segeralah menjadikan dirinya enam ekor katak datang menghambat katak dua ekor itu. Maka jatuh katak kedua itu menyorok ke penjuru kota bersembunyi keduanya. Maka katak keenam pun balik ketempatnya menjadi dewa. Maka katak kedua pun berkata-2. Maka kata katak putih iaitu Lela Muda katanya: Ayuhai Awang tiadalah sempat sembunyi kita ini ke dalam mahligai Tuan Puteri itu akhirnya kita ini mati di jalan sahaja. Maka duduklah menangis keduanya.

Maka kata katak putih: Ayuhai Awang apalah kita hendak jadi ini. Maka jawab Awang ikut suka tuanku patik adalah ikut di belakang. Maka bersahut kesaktian Lela Muda. Maka hilanglah katak putih menjadi seekor kumbang hijau. Maka Awang Sibuncui pun menjadi seekor kumbang putih lalu terbang dahulu kemudian. Baru lepas selapis kota maka terpandanglah kepada Dewa Keenam di tali angin. Maka kata Dewa Kecik: Ayuhai abang kumbang kedua itu kumbang menjelma abang. Maka keenam dewa itu pun menjadikan dirinya kumbang datang menghambat kumbang yang kedua itu. Maka kumbang kedua itu pun jatuh pada penjuru kota. Maka kumbang keenam pun baliklah ke tempatnya. Dan tinggallah kumbang kedua itu

Mukasurat 80/129 Hikayat Raja Budiman


Muka surat 80/129

bertangisan-2.

Maka kata kumbang hijau: Wahai Awang sudah untung badan kita sekali ini mati di dalam negeri Gunung Dua Belas. Apalah rupanya kita hendak jadi. Maka kata Awang: Ikut suka tuanku patik turut. Maka ia pun bersahut kesaktiannya katanya aku sungguh ditolong oleh keramat aulia mambang dewata mamak jin bujang juara minta kiranya menjadi kabur mata dewa yang keenam di tali angin itu aku hendak terbang masuk ke mahligai tuan Puteri Bongsu Kecik Selenggang Cahaya.

Seketika itu maka kumbang hijau dan kumbang putih pun terbang lalu sampai ke mahligai Tuan Puteri. Maka dikelilingi mahligai itu mencari jalan hendak masuk tiada berlubang. Maka kumbang itu pun jatuh ke bawah mahligai maka menangisilah keduanya. Maka kata kumbang hijau Ayuhai Awang habis susah habis sengsara tanggungan kita Awang.

Dengan seketika itu Lela Muda pun bersahut kesaktiannya minta hilang rupa kumbang hijau akan menjadi seekor lalat hijau dan Awang pun bersahut kesaktiannya minta menjadinya seekor lalat putih. Setelah itu lalulah terbang keduanya keliling mahligai itu mencari lubang hendak masuk suatu tempat pun tiada yang boleh masuk. Maka lalat itu pun jatuh balik ke bawah