China's Bullet Train
a note from R. Nugroho Purwantoro, FEB UI lecturer's who is always curious about the future
a note from R. Nugroho Purwantoro, FEB UI lecturer's who is always curious about the future
Bagi China, Bullet Train (kereta api cepat) adalah kebanggaan dan lambang pencapaian teknologi tinggi. Saat ini sistem bullet train China diklaim sebagai sistem dengan jaringan jalur yang terpanjang dan tercepat di dunia. Menarik untuk disimak bagaimana permasalahan pelik mewarnai pengembangan Bullet Train di China pada awalnya.
Sistem jaringan Bullet Train China adalah hasil pengembangan dari teknologi/komponen impor dari negara lain. Termasuk juga sistem sinyal yang penting untuk mencegah terjadinya tabrakan.
Masalah besar baru terungkap (dan memicu perbaikan menyeluruh) setelah terjadinya tabrakan 2 bullet train di Wenzhou pada Juli 2011. Awalnya, kecelakaan ini (termasuk yang terburuk di dunia Bullet Train), cenderung ditimpakan kesalahannya ke faktor manusia (operator). Penggalian lebih dalam mengungkap ketergantungan akan teknologi impor dan ketidakpercayaan vendor penyedia teknologi kepada China menjadi akar permasalahan.
Sistem sinyal yang menjadi kunci dari sistem Bullet Train China dirakit oleh perusahaan lokal Hollysys Automation Technology memakai sirkuit khusus buatan Hitachi. Perusahaan asal jepang ini, karena takut teknologi mereka di-copy, membuat sirkuit dengan pendekatan "black-box design". Dimana, cara kerja internalnya tidak dapat diketahui sehingga menyulitkan untuk melakukan integrasi dan penyesuaian/adaptasi lebih lanjut.
Sistem sinyal Bullet Train adalah sistem yang kompleks, melibatkan banyak alat, sirkuit, sensor dan software yang membantu masinis dan petugas pengendali memastikan semua berjalan aman dan lancar. Bullet Train secara aktif terus mengirimkan data real time perkembangan kondisi kereta dan lingkungan secara wireless seiring mereka berjalan melintasi modul Balise yang diletakkan di sepanjang rel.
Hollysys sendiri awalnya merupaka bagian dari Kementerian di China yang menangani elektronik. Dibentuk menjadi perusahaan "swasta" pada 1990 dengan bisnis sistem kendali peralatan pabrik. Hollysys dilibatkan sebagai satu (dari 2) perusahaan utama pada proyek sinyal Bullet Train sejak awal (2005). Perusahaan asing seperti Ansaldo STS dari Italia dan Hitachi dari Jepang tidak boleh terlibat secara langsung, mereka harus bekerjasama (atau melalui) Hollysys.
Kontrak alih teknologi sebenarnya dimungkinkan, dimana vendor turut terlibat aktif dalam instalasi (termasuk membuka blueprint dan mengajarkan mekanisme kerja internal secara detail), integrasi dan penyesuaian lebih lanjut, namun tentu dengan biaya lebih mahal. Hollysys memilih menjalin kontrak sub-con manufacturing biasa dengan Hitachi. Sehingga Hitachi tidak berkewajiban membuka detail teknis dari komponen sirkut yang mereka buat. Hollysys berkeinginan untuk mengerjakan semua sendiri dengan tujuan penguasaan dan pengembangan teknologi.
Dalam dunia Bullet Train, integrasi komponen sinyal merupakan hal yang paling menantang. Pada kejadian Wenzhou 2011, salah satu instalasi komponen Hollysys ditemukan tidak bekerja dengan baik. Onboard Computer yang menjadi bagian sistem Automatic Train Protection (ATP), tepatnya mesin interface di ruang kemudi masinis, terus mengalami freezing (data tidak terupdate secara real time).
Masalah semacam ini bisa muncul dalam pengembangan Bullet Train. Namun yang dilakukan di China saat itu sangat unik. Daripada malu karena menunda jadwal opening ceremony (yang sudah diumumkan jauh sebelumnya pada khalayak ramai) demi melakukan pemeriksaan dan perbaikan yang bersifat permanen. Mereka memilih solusi menempatkan operator (orang) khusus di ruang masinis untuk terus menerus mengamati monitor dan menyetel secara manual jam pada komputer saat terjadi freezing agar data dari sensor dapat terupdate. Dengan solusi "simpel" ini, kecelakaan tinggal menunggu waktu.
Saat ini (2018) sistem Bullet Train China yang sudah menghabiskan investasi senilai 300 Milyar Dollar telah menghasilkan sistem kereta yang tercepat di dunia (sekitar 350 km/jam) dengan jaringan jalur terpanjang di dunia (sekitar 16 Ribu Km menghubungkan 24 kota utama). Mereka tidak memulai dari nol, sebelumnya China telah lebih dulu berhasil menjadi eksportir peralatan rel untuk kereta berkecepatan tinggi. Ditambah dengan pelajaran mahal (memakan korban jiwa) yang didapat dari kecelakaan seperti di Wenzhou pada 2011.