Neo Liberalism: The Idea
By R. Nugroho Purwantoro
FEB UI lecturer's who is always curious about the future
FEB UI lecturer's who is always curious about the future
Konsep kapitalisme yang berbasis pada kebebasan pasar menjadi dominan sebagai ideologi ekonomi di negara maju akibat usaha keras dari Friedrich A. Hayek dan Milton Friedman yang mempopulerkannya.
Semua berawal dari Hayek yang pada saat itu menjadi dosen di London School of Economics pada dekade 1930 – 1940an. Hayek “menantang” ide utama dari koleganya John Maynard Keynes bahwa pemerintah punya kekuatan untuk “mengarahkan” atau “menstabilkan” perekonomian negaranya. Siklus naik turunnya perekonomian dimana kondisi booming dan krisis secara alamiah muncul silih berganti dapat “dimuluskan” melalui aktivitas belanja (entah konsumtif ataupun yang sifatnya investasi) yang dilakukan pemerintah. Sehingga, ekonomi dapat berjalan stabil bertumbuh terus walau dengan tingkat yang tidak besar namun juga tidak pernah turun.
Hayek lewat bukunya, “The Road to Serfdom” mempertanyakan efektifitas implementasi ide Keynes yang banyak mendapat dukungan baik dari kalangan ekonom maupun punggawa pemerintahan.
Hayek kemudian mengundang beberapa kolega akademis yang sepaham dengannya dalam sebuah konferensi di Switzerland pada tahun 1947 yang kemudian melahirkan organisasi Mont Pelerin Society yang menjadi wadah bagi orang-orang yang mendukung ide kebebasan. Mayoritas hadirin adalah para profesor dari London School of Economics dan University of Chicago yang kemudian memunculkan istilah “Neoliberalism”. Suatu ide yang menganggap perdagangan dan pasar bebas sebagai mekanisme terbaik untuk pengembangan dan pengelolaan ekonomi.
Ide ini sendiri pada awalnya tidaklah populer. Orang yang kemudian berhasil menyebarluaskan ide ini adalah Milton Friedman melalui pesona dan kejeniusannya yang mampu menjelaskan (dengan cara yang bisa dianggap “ajaib” karena kekuatan pengaruhnya yang begitu besar) secara mudah bahwa adanya perdagangan dan pasar bebas akan memungkinkan suatu barang/jasa dapat disediakan dengan harga yang paling rendah/murah.
Milton Friedman beserta murid dan koleganya yang sealiran kemudian menguatkan ide ini melalui pemanfaatan yang efektif dan sistematis teori filsafat ilmu pengetahuan yang dimunculkan Karl Popper lewat upaya yang menonjolkan berbagai “pembuktian” (entah empiris maupun dalam bahasa persamaan matematika) yang tidak mampu mem-falsifikasi (meruntuhkan/menyalahkan) klaim/kesimpulan yang diajukan neoliberalisme. Dengan kata lain, posisi “kebenaran” neoliberalisme dikuatkan melalui bukti bahwa tidak ditemukan kesalahan yang mampu meruntuhkannya secara total.
Aspek utama dari ide ini adalah kebebasan individu untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk mendapatkan atau memenuhi kebutuhannya. Hal ini dipercaya sebagai fondasi tercapainya kemakmuran di banyak negara sepanjang catatan sejarah manusia.
Harga yang terbentuk di pasar yang berjalan bebas (melalui kekuatan interaksi permintaan dan penawaran) merupakan informasi utama yang dapat memandu jalannya perekonomian secara efektif.
Milton Friedman berargumen bahwa ekonom yang mengajukan ide bahwa negara mampu dengan efektif mengalokasikan seluruh sumber daya yang ada dan memuaskan kebutuhan seluruh rakyatnya (melalui perencanaan/pengendalian ekonomi) sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Pasar adalah mekanisme yang dianggap paling mampu untuk menjalankan tugas tersebut lewat mekanisme pembentukan harga.
Proses perencanaan pembangunan dikatakan mengandung bias yang membuatnya tidak akan efektif karena memerlukan waktu baik untuk penyusunan rencana itu sendiri maupun implementasinya yang membuat momentum terbaik pelaksanaannya (yang memberi peluang keberhasilan paling besar) menjadi terlewat. Belum lagi masalah komplikasi kenyataan interaksi di lapangan yang melibatkan begitu banyak pihak dengan begitu banyak motif.
Kebebasan dalam menjalankan aktivitas ekonomi akan memicu apa yang disebut kemudian oleh Joseph Schumpeter sebagai proses “Creative Destruction” dalam bentuk inovasi, “kemajuan” dan “daya tahan” yang membuat sebuah perusahaan secara khusus dan ekonomi secara umum menjadi kuat dan maju. Kenapa? Karena mekanisme pasar yang bebas akan memunculkan persaingan bebas dimana syarat untuk bisa bertahan hidup hanyalah lewat inovasi tiada henti.
Tentu akan ada pihak yang kalah dan tertinggal, namun karena semua pihak bebas untuk berusaha (free entry) maka pihak yang kalah ini memiliki peluang untuk “terlahir kembali” dan sukses dalam bentuk usahanya yang baru.
Sementara pihak yang menang memang akan menjadi semakin kuat dan mampu menghadapi gejolak siklus ekonomi yang lebih besar. Namun ini tidak berarti menjamin peluang keberadaannya dalam jangka panjang, para pemenang itu bisa saja kalah/lenyap karena adanya teknologi baru yang bisa muncul sewaktu-waktu (lagi-lagi karena adanya free entry akibat praktek pasar bebas).