Cetakan koran seorang guru dari keringat dipelupuk mata.

Kendari, 31 Juli 2022

Tidak mudah berjalan pada kegelapan. Tanpa kompas apalagi peta. Sebuah sinar terang menjadi mimpi. Gulita yang seakan disengaja saat malam menerpa. Berhenti dan menunggu mentari pagi bukanlah pilihan yang tepat. Tentu sinar esok hari tidak akan sama lagi. Hanya tabah, ikhlas dan sabar yang bisa melihat arah kunang-kunang yang berterbangan.

Secercah kecil cahaya yang terlihat kemudian adalah harapan. Menggapainya tidaklah mudah. Tidak hati-hati bisa tertatih bahkan tersandung hingga terluka. Jejak itu akan mengajarimu untuk bangkit melangkah menuju bias datar yang datang kearahmu. Tentu tidak banyak pilihan seperti mereka. Mampu merasakan siang, seakan tanpa malam. Kesempatan itu bagai bulir kecil emas pada tumpukan osengan padi. Apakah dapat membuatmu fokus?

Ingatlah, banyak yang tidak terlihat saat meniti jalanmu. Saat menghampiri, susah membedakan mana malaikat dan iblis. Itu karena mata hati dan batinmu sedang takut dan gusar dengan keadaan. Tipumuslihat bisa datang dari “Jelmaan” baik hati dan penuh pengertian saat menemuimu. Hanya doa dan imanmu akan meyakinkan sebuah petunjuk. Apakah benar dan meyakinkan, berasal dari Sang Pencipta melalui pengikutnya yang setia?

Rutemu memang menantang dan penuh jebakan. Jika berjalan sendiri akan ketakutan namun bisa membuatmu cepat melangkah. Tetapi bebanmu tidak ringan. Sebelah kananmu ada lima kawan hidup yang mengikutimu. Sisi kirimu berpegang satu gros nyawa yang butuh bimbingan. Walaupun dilarang menoleh ke belakang namun harus dilanggar. Itulah penyebab waktu dan gerak majumu terhambat. Banyak bicara bisa mengundang hewan buas. Sedikit isyarat dan saling pengertian menjadi alasan untuk saling menyapa melalui sentuhan kecil.

Bukan hanya aturan yang sederhana itu saja. Ada lagi tanggung jawab lain sebagai amanah. Terdapat banyak tempat yang harus disinggahi. Penghuninya memilih diam dan menunggu pagi. Perhentian itu bukan untuk beristirahat. Menceritakan pengalamanmu menjadi kewajiban dan amalanmu. Kelak jika mereka menempuh jalan yang sama bisa menjadi pelajaran berharga.

Raihlah Cahaya kecil sebagai imbalan kesungguhanmu. Lentera mungil ini akan menjadi modal awal untuk menuntunmu, menapaki jalan yang lebih jelas. Mulailah dari garis start berbeda. Janganlah terlena dan terpedaya dengan lingkungan yang mulai terang selangkah. Gunakan suasana itu untuk mempercepat langkahmu, jika perlu berlarilah kecil. Agar orang yang mengejarmu tidak mudah menggapaimu. Saat itu sebahagian akan menontonmu dari layar canggihnya. Bisa jadi ada yang menyemangati ataupun mencemoohkan dari tingkah anehmu. Fokus saja pada tujuan esok harimu.

Ketika subuh dijemput suruq, kamu bisa menghela napas. Walaupun hati mulai cerah namun lelah menyelimutimu. Ambillah sedikit waktu untuk menyuplai tenaga dan pikiranmu, agar akalmu menjadi jernih.

Rebahan sejenak tubuhmu di pangkuan orang-orang berarti dan penting. Mendengar harapan mereka sehingga membuatmu bermimpi. Kelak ketika bangun, jalanmu tidak akan gelap lagi. Bukan hanya doa dan keinginan dari orang yang bersandar dipundakmu. Takdirmu semoga akan membawa kecerahan dan kesejahteraan jiwa dan raga. Tetapi bukan hanya pada dirimu. Akan selalu ada bulan sebelum mentari terbenam. Ketika mentari pagi tersenyum, bulan pun meniti jalan untuk menerangimu kembali saat malam menjelang. Agar jalanmu tidak segelap jejak langkahmu terdahulu.

Semangatmu tentu akan berbeda saat ini. Peliharalah rasa hati yang ada. Gunakanlah dengan bijak untuk mewujudkan mimpi kecilmu. Tentu banyak pertimbangan, keraguan bahkan kerhati-hatian. Semua itu karena pelajaran berharga dari lingkungan dahulu. Walaupun telah tidak gelap gulita lagi namun semangat harus tetap melangkah maju. Walaupun jamanmu telah melaju kencang, minimal harus terbawa arus positif. Agar hidupmu kedepan tidak ketinggalan. Itulah cara untuk tetap meraih berkah hidup melalui amal dan ibadhamu.