Jumat pertama bulan Juni merupakan awal pelatihan untuk modul 1.2. Materinya berupa nilai-nilai diri sendiri dan peran diri sebagai guru penggerak. Seperti biasa kegiatan diawali dengan mulai dari diri. Peserta CGP diarahkan untuk mengidentifikasi nilai-nilai diri sendiri yang selama ini melekat dalam pribadinya. Hal lain yang diharapkan adalah mampu menjelaskan peran dirinya sebagai guru dalam kapasitasnya di lingkungan sekolah masing-masing.
Melalui kegiatan ini, setiap peserta akan membuat diagram trapesium usia dan menjawab beberapa pertanyaan. Tentunya setiap orang akan berbeda. Terdapat hal yang perlu dicermati saat menjawab pertanyaan. Aspek kejujuran dalam memberikan jawaban sangatlah penting. Untuk kegiatan ini tidak akan ada jawaban yang benar ataupun yang dianggap salah. Hal ini hanyalah upaya dalam membantu menggali pengalaman yang telah ada serta nilai diri pada peserta CGP. Disarankan untuk mengambil waktu yang cukup luang atau bersifat khusus sehingga dapat mengerjakannya dengan baik.
Banyak hal yang ditemui dalam kehidupan. Tentu ada yang positif ada pula yang bersifat negatif. Aku diminta untuk mampu menjelaskan dua hal tersebut dalam rentang masa sekolah. Mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Berpindah sekolah dari Madrasah ke sekolah umum saat SMP menjadi pilihan positif. Inilah moment saya merasa berubah. Giat dalam keterbatasan ekonomi menjadi tantangannya. Banyak yang dilalui dengan senang, gembira, tertarik dan optimis. Menjadi pengurus OSIS, Juara di kelas, aktif dalam kegiatan sekolah hingga masuk dalam kelas unggul. Hal ini berlangsung hingga SMU. Peran orang tua saat itu sangat pesar. Teman beramin dan sekelas juga membantu tercapainya hal tersebut.
Aspek negatifnya saat peralihan dari SMU ke perguruan tinggi. Aku tidak bisa mengelak anjuran seorang guru favoritku untuk menempuh kuliah di sekolah ternama di Indonesia. Institut Pertanian Bogor adalah pilihannya. Mendaftar di Fakultas Kedokteran Hewan rupanya tidak bisa terwujud. Jalur bebas tes yang telah diurus tidak berjalan mulus. Hal tersebut terkendala dengan biaya kuliah yang besar. Tidak seimbang dengan ukuran ekonomi keluarga. Aku adalah anak sulung dari bersaudara sebanyak sepuluh orang. Inilah yang menjadi pertimbangan bagi keluarga saat itu. Tentunya semangat kuliah menjadi kendur dan tak menentu. Bingung untuk berkuliah. Hanya satu yang tertanam dalam hati yakni menjaga perasaaan dan menyenangkan orang tua adalah hal yang utama. Sangat terasa berkecamuk antara bingung, sedih, merenung, menerima, Khawatir, tunduk, dan takut bercampur baur saat itu. Malu pada guru, kawan sekelas dan orang terdekat juga dirasakan.
Inilah pembelajaran berharga saat ini. Mencari jalan keluar dari sebuah masalah tentu berbeda setiap orang. Usia yang telah hampir setengah abad memberikan banyak pelajaran dalam hidup.Hikmah yang didapat bisa menjadi penting bagi peserta didik. Berbagi pengalaman, kisah dan saling menginspirasi dilakukan. Memotivasi dan berupaya memberikan tawaran solusi merupakan cara aku berkawan dengan penghuni jaman milenial ini.
Aku mencatat satu hal penting, bahwa “Aku adalah guru yang berkawan dengan murid ketika belajar bersama dalam menumbuhkan peran positif untuk membuat makna hidup lebih berkesan mencapai tujuannya.”
Peran yang aku lakukan disekolah semoga menjadi ladang amal dan ibadah. Merancang regenerasi menjadi penting dalam bekerja. Itulah mengapa jabatan selalu berpindah. Pernah menjabat sebagai wakil kepala sekolah. Bukan hanya kurikulum, sarana dan prasarana, tetapi kesiswaan menjadi jabatan terlama selama ini. Aku pun pernah berkarya sebagai wali kelas dan kepala Laboratorium. Ada kawan yang selalu menggantikan walaupun kadang alasannya tidak sejelas goresan tinta hitam di atas kertas putih. Tapi peran itu tetap ada untuk kesinambungan persekolahan. Membuka jalan siswa berprestasi, mengajak guru mengembangkan kariernya serta membantu mereka untuk mau marih prestasi.
Suhardin, Kendari – 3 Juni 2022.