Jarum pendek jam diding hampir menyentuh angka tujuh ketika memasuki ruang kantor sekolah. Langkah kaki mengayun cepat menuju ruang Wakil Kepala Sekolah. Membuka laptop dan menata meja dengan berlahan. Kini, aku hempaskan bokongku dikursi yang agak empuk itu. Belum sempat menghela napas panjang, gawaiku berdering singkat. Ini tanda pesan singkat yang bisa terdengar. Bukannya Pak Oji, namun cahting pimpinan jelas terlihat di profilnya. Setelah membacanya, lelahku mulai muncul kembali dengan cepat. Aku mengemas kembali laptop dengan segala perlengkapannya. Marik tas makanan dan peralatan lainnya. Semua dimasukan kembali dalam tas.
“Maaf, ruangan ini mau di pakai rapat teknis sebentar.” Itulah kesimpulan yang ada dalam benakku. Sebenarnya izin penggunaan telah disampaikan semenjak subuh, responya baru saat ini diterima. Langkuhku makin cepat lagi meninggalkan ruangan itu. Kegalauanku makin memuncak, ketika hubungan telepon dengan pengajar praktik tidak bisa tersambung.
“MasyaAllah…”
Hujan mulai turun ketika melewati pintu keluar kantor. Kini langkahku makin lambat. Takut jika terpeleset jatuh. Telah banyak peristiwa seperti itu ketika hujan mengguyur. Butuh lima hingga tujuh menit untuk mencapai ruang guru. Aku menyimpan tiga buah tas yang melekat ditubuh. Menoleh ke istri sambal mengungkapkan alasan hingga terdampar di ruangan ini.
Belum usai kepanikan itu, tiba-tiba suara gemuruh keras terdengar dari samping ruang guru. Sebagain besar pengajar akhirnya keluar mengamati yang terjadi. Rupanya pagar sekolah roboh karena erosi yang terjadi disekitar pondasinya. Belum semua teramati, aku teringat kegiatanku hari ini. Fokus kembali pada persoalan pendampingan guru penggerak yang aku ikuti.
Walaupun masih hujan, aku harus terus bergerak. Mencari kunci ruangan laboratorium bahasa. Ini arahan pimpinan pagi ini. Dua kali naik ke ruang kantor akhirnya pembuka pintu itu diperoleh. Namun tantangannya belum selesai. Aku harus menemui “sang pemegang sinyal.” Tempat yang baru ini masih diragukan kekuatan wifi yang dimiliki sekolah.
Masih asyik dengan urusan jaringan internet, telepon pun berbunyi. Akhirnya Pak Paruddin memanggil lewat telpon langsung di handphone. Setelah melewati beberapa gedung, aku pun bertemu dengan pengajar paraktik yang akan mendampingiku hari ini. Meminta waktu sejenak untuk mempersiapkan segala sesuatunya dan menyeka air yang mengenai tubuh.
Mengajak sarapan pagi bersama adalah hal awal yang dilakukan. Beliau sering aku panggil dengan sebutan “Oji.” Keakraban itu sudah lama terjalin. Beberapa kali bertemu dikegiatan sekolah atau MGMP IPA. Pak Paruddin ini masih sangat muda, energik dan penuh dengan harapan-harapan baru tentang teknologi. Kaya pengelaman dan penting untuk didengar saat berbagi.
Setelah mengucapkan salam pembuka, beliau memulainya dengan orientasi pendampingan. Waktu yang dibutuhkan selama 20 menit. Penjelasan tentang apa dan bagaimana serta tujuan kedatangannya diuraikan denga jelas. Waktu 30 menit selanjutnya dipakai untuk memeriksa tindak lanjut lokakarya orientasi. Kehawatiran keberlangsungan program menjadi hal utama yang ditanyakan. Memang ada tantangan yang berat aku uraikan. Semua dikemas dalam percakapan santai dengan sedikit tawa dan canda seadaanya. Suasana yang hangat itu telah menuturkan beberapa solusi dalam pemecahan masalahnya.
Kini aku mulai melirik kekuatan wifi yang ada di laptop. Sinyak bermain antara dua hingga tiga lidi. Mungkin juga akibat menadung dan hujan yang belum reda. Hal ini penting untuk masuk pada sesi selanjutnya. Tindak lanjut hasil pembelajaran aku uraikan dengan memperlihatkan bukti yang ada. Beberapa foto dibuka melalui handphone maupun laptop. Aku pun menjelaskan apa saja makna dari gambar-gambar tersebut. Membuat kesepakatan kelas, menuntun dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran hingga hasil konsultasi dengan orang tua mengenai analisa hambatan siswa dalam belajar. Hal ini adalah cara yang dipilih untuk upaya memusatkan pembelajaran pada anak dan menggugah perilaku baik di sekolah dan tempat tinggal mereka. Waktu yang digunakan pada sesi ini adalah 30 menit.
Waktu yang sangat panjang dilalui dalam pembuatan kerangka portofolio. Satu jam dipakai untuk berdiskusi berbagai pengalaman tentang google sites. Rancangan yang dibuat dianggap telah memenuhi kriteria yang ada. Infomasi dari beliau, banyak yang tergugah dengan rancangan tersebut. Ada rencana untuk mengangkat hal ini menjadi sebuah proyek pengembangan profesionalisme guru. Rupanya masih banyak kawan yang belum mengetahui pemenfaatanya.
Setelah bebincang selama setengah jam tentang peta posisi diri dan rencana pengembangan diri dalam kompetensi guru penggerak, beliau menutup kegiatan dengan refleksi. Kini acara makin santai dengan percakapan ringan seputar keseharian guru. Snac menjadi selingan kacil ketika tawa dan candaan mulai terdengar di ruang besar itu. Setelah berfoto bersama, kami berdua menuju ruang Kepala Sekolah untuk berpamitan. Acara hari ini selesai dan akan dilanjutkan bulan depan dengan topik yang berbeda.