SEJARAH PENYUSUNAN AL-QUR'AN

Tanggal postingan: Mar 19, 2012 11:18:16 AM

 SEJARAH PENYUSUNANNYA

 

Keaslian yang  tak  dapat  disangsikan  lagi  telah  memberi kepada Qur-an suatu kedudukan istimewa di antara kitab-kitab Suci, kedudukan itu khusus bagi Qur-an, dan tidak  dibarengi oleh  Perjanjian  lama dan Perjanjian Baru. Dalam dua bagian pertama   daripada   buku   ini   kita   telah   menjelaskan perubahan-perubahan  yang  terjadi dalam Perjanjian Lama dan empat Injil, sebelum Bibel dapat kita baca dalam  keadaannya sekarang.  Qur-an  tidak  begitu  halnya, oleh karena Qur-an telah ditetapkan pada zaman Nabi  Muhammad,  dan  kita  akan lihat bagaimana caranya Qur-an itu ditetapkan

Perbedaan-perbedaan  yang memisahkan wahyu terakhir dari pada kedua wahyu sebelumnya, pada pokoknya tidak  terletak  dalam "waktu   turunnya"   seperti  yang  sering  ditekankan  oleh beberapa pengarang yang  tidak  memperhatikan  hal-hal  yang terjadi  sebelum  kitab  suci  Yahudi Kristen dibukukan, dan hal-hal yang terjadi sebelum pembukuan Qur-an,  mereka  juga tidak  memperhatikan  bagaimana Qur-an itu diwahyukan kepada Nabi Muhammad. SAW

Orang mengatakan bahwa teks yang ada pada  abad  VII  Masehi mempunyai  kemungkinan  yang  lebih besar untuk dapat sampai kepada kita tanpa perubahan daripada teks  yang  jauh  lebih tua  daripada  Qur-an  dengan  perbedaan  15 abad. Kata-kata tersebut adalah tepat, akan tetapi tidak memberi  keterangan yang  cukup.  Tetapi  di  samping  itu,  keterangan tersebut diberikan untuk memberi  alasan  kepada  perubahan-perubahan teks   kitab   suci   Yahudi  Kristen  yang  terjadi  selama berabad-abad, dan bukan untuk menekankan bahwa  teks  Qur-an itu  karena  lebih  baru  daripada  teks  kitab  suci Yahudi Kristen, lebih sedikit mengandung kemungkinan untuk  dirubah oleh manusia.

Bagi  Perjanjian  Lama,  yang  menjadi  sebab kekeliruan dan kontradiksi yang  terdapat  di  dalamnya  adalah:  banyaknya pengarang  sesuatu riwayat, dan seringnya teks-teks tersebut ditinjau kembali dalam periode-periode sebelum lahirnya Nabi Isa;  mengenai  empat  Injil  yang  tidak  ada  orang  dapat mengatakan bahwa kitab-kitab itu mengandung kata-kata  Yesus secara  setia  dan  jujur  atau  mengandung  riwayat tentang perbuatan-perbuatan  yang  sesuai   dengan   realitas   yang sungguh-sungguh    terjadi,   kita   sudah   melihat   bahwa redaksi-redaksi   yang   bertubi-tubi   menyebabkan    bahwa teks-teks  tersebut kehilangan autentisitas. Selain daripada itu para penulis Injil tidak merupakan saksi  mata  terhadap kehidupan Yesus.

Selain  daripada  itu  kita  harus membedakan antara Qur-an, Wahyu tertulis,  daripada  Hadits  jami'  kumpulan  riwayat, tentang  perbuatan  dan  kata-kata  Nabi  Muhammad. Beberapa sahabat Nabi telah mulai mengumpulkannya segera setelah Nabi Muhammad   wafat.   Dalam   hal  ini,  dapat  saja  terjadi kesalahan-kesalahan yang bersifat  kemanusiaan  karena  para penghimpun  Hadits adalah manusia-manusia biasa; akan tetapi kumpulan-kumpulan mereka itu kemudian disoroti dengan  tajam oleh  kritik  yang sangat serius, sehingga dalam prakteknya, orang lebih percaya kepada dokumen yang  dikumpulkan  orang, lama setelah Nabi Muhammad wafat.

Sebagaimana  halnya dengan teks-teks Injil, Hadits mempunyai autentisitas yang  berlainan,  dari  satu  pengumpul  kepada pengumpul  yang lain. Sebagaimana hal Injil, tak ada sesuatu Injil yang ditulis pada  waktu  Yesus  masih  hidup  (karena semuanya  ditulis  lama  sesudah  Nabi  Isa  meninggal) makakumpulan  Hadits  juga  dibukukan  setelah  (Nabi   Muhammad meninggal).

Bagi  Qur-an,  keadaannya  berlainan. Teks Qur-an atau Wahyu itu dihafalkan  oleh  Nabi  dan  para  sahabatnya,  langsung setelah   wahyu   diterima,   dan   ditulis   oleh  beberapa sahabat-sahabatnya yang ditentukannya. Jadi, dari permulaan, Qur-an mempunyai dua unsur autentisitas tersebut, yang tidak dimiliki Injil. Hal ini  berlangsung  sampai  wafatnya  Nabi Muhammad.  Penghafalan  Qur-an  pada  zaman  manusia sedikit sekali yang dapat menulis, memberikan kelebihan jaminan yang sangat  besar  pada waktu pembukuan Qur-an secara definitif, dan  disertai  beberapa  regu  untuk   mengawasi   pembukuan tersebut.

Wahyu  Qur-an  telah  disampaikan  kepada Nabi Muhammad oleh malaikat Jibril, sedikit demi sedikit selama lebih  dari  20 tahun.  Wahyu  yang  pertama  adalah yang sekarang merupakan ayat-ayat pertama daripada surat nomor  96.  Kemudian  Wahyu itu  berhenti  selama  3  tahun,  dan mulai lagi berdatangan selama 20 tahun sampai wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632 M.;  dapat  dikatakan  bahwa  turunnya  Wahyu berlangsung 10 tahun sebelum Hijrah (622) dan 10 tahun lagi sesudah Hijrah.

Wahyu yang pertama diterima  Nabi  Muhammad  adalah  sebagai berikut (Surat 96 ayat 1-5):

 "Bacalah  dengan  {menyebut)  nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.  Bacalah, dan  Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

Professor  Hamidullah mengatakan dalam Pengantar yang dimuat dalam terjemahan Qur-an bahwa isi dari wahyu pertama  adalah "penghargaan  terhadap  kalam sebagai alat untuk pengetahuan manusia" dan dengan begitu  maka  menjadi  jelas  bagi  kita "perhatian  Nabi  Muhammad untuk menjaga kelangsungan Qur-an dengan tulisan."

Beberapa teks menunjukkan secara formal bahwa  lama  sebelum Nabi  Muhammad  meninggalkan  Mekah untuk hijrah ke Madinah, ayat-ayat Quran yang telah diwahyukan kepada  Nabi  Muhammad sudah  dituliskan.  Kita  nanti akan mengetahui bahwa Qur-an membuktikan hal tersebut.

Kita mengetahui bahwa Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya biasa  menghafal  teks-teks  yang  telah  diwahyukan. Adalah tidak masuk akal jika Qur-an menyebutkan hal-hal yang  tidak sesuai  dengan  realitas, karena hal-hal itu mudah dikontrol disekeliling  Muhammad  yakni  oleh   sahabat-sahabat   yang mencatat Wahyu tersebut. 

Empat  Surat  Makiyah  (diturunkan  sebelum  Hijrah) member gambaran  tentang  redaksi  Qur-an  sebelum  Nabi   Muhammad meninggalkan Mekah pada tahun 622 M.  Surat 80 ayat 11-1 6:

 "Sekali-kali  jangan  (demikian), sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan  itu  adalah  peringatan,  maka  barang   siapa   yang menghendaki, tentulah ia memperhatikan. Di dalam kõtab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan, lagi disucikan. Di tangan para penulis, yang mulia lagi berbakti."

Yusuf  Ali, dalam Terjemah Qur-an yang ditulisnya pada tahun 1936 mengatakan bahwa pada waktu Surat  tersebut  diwahyukan sudah  ada  42  atau  45  Surat  yang beredar di antara kaum muslimin di Mekah (Jumlah Surat-surat  dalam  Qur-an  adalah 114 Surat).

 "Bahkan  yang  didustakan  mereka  itu  ialah al Qur-an yang mulia yang tersimpan dalam Lauhul Mahfudz."

"Sesungguhnya Al Qur-an ini adalah bacaan yang sangat  mulia (yang   terdapat)   pada   kitab  yang  terpelihara  (Lauhul Makfudz).  Tidak  menyentuhnya  kecuali   orang-orang   yang

disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam."

 

"Dan  mereka berkata (lagi). Dongengan-dongengan orang-orang dahulu  dimintanya  supaya  dituliskan,  maka   dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang."

Ayat  tersebut  menyinggung dakwaan para lawan Nabi Muhammad yang  menuduh  bahwa  Muhammad  adalah  Nabi  palsu,  mereka menggambarkan  bahwa ada orang yang mendiktekan sejarah kuno kepada    Nabi    Muhammad     dan     Muhammad     menyuruh sahabat-sahabatnya untuk menulisnya.

Ayat  tersebut menyebutkan: "Pencatatan dengan tulisan" yang didakwakan kepada Muhammad oleh lawan-lawannya.

Suatu Surat  yang  diturunkan  sesudah  Hijrah,  menyebutkan tentang   lembaran-lembaran   yang   di   dalamnya  tertulis perintah-perintah suci.

Surat 98 ayat 2 dan 3:

 "Seorang  Rasul  dari  Allah  (yaitu  Nabi  Mahammad)   yang membacakan  lembaran-lembaran yang disucikan (Al Qur-an). Di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus."

Dengan  begitu  maka  Qur-an  sendiri  memberitahukan  bahwa penulisan Quran telah dilakukan semenjak Nabi Muhammad masih hidup. Kita mengetahui bahwa Nabi  Muhammad  mempunyai  juru tulis-juru  tulis banyak, di antaranya yang termashur adalah Zaid bin Tsabit.

Dalam  pengantar  dalam  Terjemahan  Qur-annya  (197)  Prof. Hamidullah  melukiskan  kondisi  waktu  teks  Qur-an ditulis sampai Nabi Muhammad wafat.

Sumber-sumber sepakat untuk mengatakan bahwa tiap kali suatu fragmen  daripada  Qur-an diwahyukan, Nabi memanggil seorang daripada  para  sahabat-sahabatnya   yang   terpelajar   dan mendiktekan kepadanya, serta menunjukkan secara pasti tempat fragmen   baru   tersebut    dalam      keseluruhan    Qur-an. Riwayat-riwayat  menjelaskan  bahwa setelah mendiktekan ayat ersebut, Muhammad minta kepada juru tulisnya untuk  membaca apa yang sudah ditulisnya, yaitu untuk mengadakan pembetulan jika  terjadi  kesalahan.   Suatu   riwayat   yang   masyhur mengatakan  bahwa  tiap  tahun  pada  bulan  Ramadlan,  Nabi Muhammad membaca ayat-ayat Qur-an yang sudah diterimanya  di hadapan  Jibril.  Pada  bulan Ramadlan yang terakhir sebelum Nabi Muhammad  meninggal,  malaikat  Jibril  mendengarkannya membaca   (mengulangi   hafalan)   Qur-an   dua  kali.  Kita mengetahui  bahwa  semenjak  zaman  Nabi   Muhammad,   kaum muslimin  membiasakan diri untuk berjaga pada bulan Ramadlan dan melakukan ibadat-ibadat tambahan dengan membaca  seluruh Qur-an.  Beberapa  sumber  menambahkan  bahwa pada pembacaan Qur-an yang terakhir di  hadapan  Jibril,  juru  tulis  Nabi Muhammad   yang   bernama  Zaid  hadir.  Sumber-sumber  lain mengatakan bahwa di samping Zaid  juga  ada  beberapa  orang lain yang hadir. Untuk  pencatatan  pertama,  orang  memakai  bermacam-macarn bahan seperti kulit, kayu, tulang  unta,  batu  empuk  untuk ditatah dan lain-lainnya. Tetapi  pada  waktu  yang  sama Muhammad menganjurkan supaya kaum muslimin menghafalkan Qur-an, yaitu bagian-bagian  yang dibaca   dalam  sembahyang.  Dengan  begitu  maka  muncullah sekelompok orang yang dinamakan hafidzun (penghafal  Qur-an) yang   hafal   seluruh   Qur-an  dan  mengajarkannya  kepada orang-orang lain. Metoda ganda untuk memelihara teks  Qur-an yakni   dengan   mencatat   dan  menghafal  ternyata  sangat berharga.

Tidak lama setelah  Nabi  Muhammad  wafat  (tahun  632  M.), penggantinya  (sebagai  Kepala  Negara),  yaitu  Abu  Bakar, Khalifah yang pertama, minta kepada juru  tulis  Nabi,  Zaid bin   Tsabit   untuk  menulis  sebuah  Naskah;  hal  ini  ia laksanakan.

Atas initiatif Umar (yang kemudian menjadi Khalifah  kedua), Zaid  memeriksa dokumentasi yang ia dapat mengumpulkannya di Madinah; kesaksian daripada penghafal  Qur-an,  copy  Qur-an yang  dibikin  atas  bermacam-macam  bahan dan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi, semua itu untuk menghindari  kesalahan transkripsi  (penyalinan  tulisan)  sedapat  mungkin. Dengan cara ini, berhasillah  tertulis  suatu  naskah  Qur-an  yang sangat dapat dipercayai.

Sumber-sumber  mengatakan  bahwa  kemudian  Umar bin Khathab yang menggantikan Abu Bakar pada tahun 634 M, menyuruh bikin satu  naskah  (mushaf) yang ia simpan, dan ia pesankan bahwa setelah ia mati, naskah tersebut  diberikan  kepada  anaknya perempuan, Hafsah janda Nabi Muhammad

Khalifah  ketiga,  Uthman bin Affan yang menjabat dari tahun 644  sampai  655,  membentuk  suatu panitya  yang   terdiri daripada   para   ahli  dan  memerintahkan  untuk  melakukan pembukuan  besar  yang  kemudian   membawa   nama   Khalifah tersebut.  Panitya  tersebut  memeriksa  dokumen yang dibuat oleh  Abubakar  dan  yang  dibuat  oleh  Umar  dan  kemudian disimpan   oleh   Hafsah,   panitya   berkonsultasi   dengan orang-orang yang hafal Qur-an. Kritik  tentang  autentisitas

teks  dilakukan secara ketat sekali. Persetujuan saksi-saksi diperlukan untuk menetapkan suatu ayat  kecil  yang  mungkin mempunyai  arti  lebih  dari  satu;  kita  mengetahui  bahwa beberapa ayat Qur-an dapat menerangkan ayat-ayat  yang  lain dalam  soal ibadat. Hal ini adalah wajar jika kita mengingat bahwa kerasulan Muhammad adalah sepanjang dua puluh tahun.

Dengan cara tersebut di atas,  diperolehlah  suatu  teks  di mana  urutan  Surat-surat mencerminkan urutan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika membaca Qur-a:n di bulan  Ramadlan di  muka  malaikat  Jibril seperti yang telah diterangkan di atas.

Kita dapat bertanya-tanya tentang  motif  yang  mendorong  3 Khalifah  pertama, khususnya Uthman untuk mengadakan koleksi dan  pembukuan  teks.  Motif  tersebut   adalah   sederhana; tersiarnya Islam adalah sangat cepat pada beberapa dasawarsa yang pertama  setelah  wafatnya  Nabi  Muhammad.  Tersiarnya Islam  tersebut  terjadi  di  daerah-daerah yang penduduknya tidak  berbahasa  Arab.  Oleh  karena   itu   perlu   adanya tindakan-tindakan  pengamanan  untuk  memelihara  tersiarnya teks Qur-an dalam kemurnian aslinya. Pembukuan Uthman adalah untuk memenuhi hasrat ini.

UthSman   mengirimkan   naskah-naskah  teks  pembukuannya  ke pusat-pusat Emperium Islam, dan oleh karena itu maka menurut Professor Hamidullah , pada waktu ini terdapat naskah Qur-an (mushaf) Uthman di Tasykent dan Istambul. Jika  kita  sadar akan  kesalahan  penyalinan  tulisan yang  mungkin terjadi, manuskrip  yang  paling  kuno  yang  kita  miliki  dan  yang ditemukan di negara-negara Islam adalah identik. Begitu juga naskah-naskah yang ada di Eropa. (Di  Bibliotheque  National di  Paris  terdapat  fragmen-fragmen yang menurut para ahli, berasal dan abad VIII dan IX Masehi,  artinya  berasal  dari abad II dan III Hijrah). Teks-teks kuno yang sudah ditemukan semuanya sama, dengan catatan ada  perbedaan-perbedaan  yang sangat  kecil  yang  tidak merubah  arti teks, jika konteks ayat-ayat memungkinkan cara membaca  yang  lebih  dari  satu karena   tulisan   kuno  lebih  sederhana  daripada  tulisan sekarang.

Surat-surat Qur-an yang berjumlah 114, diklasifikasi menurut panjang  pendeknya, dengan beberapa kekecualian. Oleh karena itu  urutan  waktu  (kronologi)  wahyu  tidak  dipersoalkan; tetapi  orang  dapat  mengerti hal tersebut dalam kebanyakan persoalan.  Banyak  riwayat-riwayat  yang  disebutkan  dalam beberapa  tempat  dalam  teks,  dan  hal  ini  memberi kesan seakan-akan  ada ulangan.  Sering  sekali  suatu   paragraph menambahkan  perincian  kepada  suatu riwayat yang dimuat di lain tempat secara kurang terperinci. Dan semua yang mungkin ada  hubungannya  dengan  Sains  modern,  seperti kebanyakan hal-hal yang  dibicarakan  oleh  Qur-an,  dibagi-bagi  dalam Qur-an dengan tidak ada suatu tanda adanya klasifikasi.