Halaman 08

Tanggal postingan: Sep 06, 2018 12:22:57 PM

92. Bertayamum Bagi orang yang Junub Apabila Tidak Mendapatkan Air

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَمَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ بُجْدَانَ عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصَّعِيدَ الطَّيِّبَ طَهُورُ الْمُسْلِمِ وَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ فَإِذَا وَجَدَ الْمَاءَ فَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ خَيْرٌ و قَالَ مَحْمُودٌ فِي حَدِيثِهِ إِنَّ الصَّعِيدَ الطَّيِّبَ وَضُوءُ الْمُسْلِمِ

124. Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Mahmud bin Ghailan menceritakan kepada kami, keduanya berkata, " Ahmad Az-Zubairi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Khalid Al Hadzdza' dari Abu Qilabah, dari Amr bin Bujdan, dari Abu Dzarr. "Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya debu yang baik (suci) adalah alat untuk bersuci bagi muslim jika ia tidak mendapatkan air, meskipun selama sepuluh tahun. Apabila ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkan air itu ke kulitnya, karena hal itu lebih baik. " Mahmud berkata (dalam haditsnya), "Debu yang baik (suci) adalah alat untuk seorang muslim." Shahih: Al Misykah (530), Shahih Abu Daud (357), dan Irwa Al Ghalil (153)

Abu Isa berkata, "Di dalam bab ini terdapat hadits dari Abu Hurairah, Abdullah bin Amr. dan Imran bin Hushain. Abu Isa berkata, "Demikianlah, tidak hanya seorang yang meriwayatkan dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Qilabah, dari Amr bin Bujdan, dari Abu Dzarr. Ayub meriwayatkan hadits ini dari Abu Qilabah, dari seorang laki-laki dari Bani Amir. dari Abu Dzarr, dan ia tidak menyebut namanya. Ia berkata, "Hadits ini hasan shahih. Itu adalah pendapat fuqaha secara umum; bahwa apabila orang junub dan orang haid tidak mendapatkan air, maka keduanya boleh melakukan tayamum lalu shalat. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, ia berpendapat tidak boleh tayamum bagi orang yang junub, meskipun ia tidak mendapatkan air. Diriwayatkan darinya, bahwa ia mencabut kembali pendapatnya dan berkata, "Ia boleh tayamum apabila tidak mendapatkan air." Itulah pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Asy-Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq.

93. Wanita yang Mengalami Istihadhah

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَعَبْدَةُ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ قَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ فِي حَدِيثِهِ وَقَالَ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ حَتَّى يَجِيءَ ذَلِكَ الْوَقْتُ

125. Hannad menceritakan kepada kami, Waki', Abdah, dan Abu Muaawiyah menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, "Fatimah binti Abu Hubaisy datang kepada Nabi SAW lalu berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku seorang wanita yang keluar darah istihadhah maka aku tidak suci. Lalu apakah aku meninggalkan shalat?' Beliau bersabda, 'Tidak, hal itu hanya darah penyakit, bukan haid. Apabila haid datang, maka tinggalkanlah shalat. Tetapi apabila haid berlalu, maka cucilah darah darimu (mandilah) dan shalatlah!'" Abu Mua'wiyah berkata (dalam haditsnya), '"Dan beliau bersabda, 'Wudhulah untuk setiap kali shalat hingga waktu datang'. " Shahih: Ibnu Majah (621) dan Muttafaq 'alaih

Abu Isa berkata, "Didalam bab ini terdapat hadits dari Ummu Salamah dan hadits Aisyah yang derajatnya hasan shahih." Itulah pendapat sebagian besar ulama dari kalangan sahabat Nabi SAW dan tabiin. Sufyan Ats-Tsauri, Malik, Ibnu Al Mubarak, dan Asy-Syafi'i juga berpendapat demikian, mereka berkata, "Jika wanita yang istihadhah melampaui hari-hari haidnya, maka hendaklah ia mandi dan berwudhu setiap kali shalat."

94.  Wanita yang Mengalami Istihadhah Berwudhu Setiap Kali Shaiat

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ أَبِي الْيَقْظَانِ عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي الْمُسْتَحَاضَةِ تَدَعُ الصَّلَاةَ أَيَّامَ أَقْرَائِهَا الَّتِي كَانَتْ تَحِيضُ فِيهَا ثُمَّ تَغْتَسِلُ وَتَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ وَتَصُومُ وَتُصَلِّي

126. Qutaibah menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Abu Al Yaqzhan, dari Adi bin Tsabit, dari kakeknya, dari Nabi SAW: Beliau bersabda mengenai wanita yang mengalami istihadhah, "Ia meninggalkan shalat pada hari-hari haidnya yang biasa padanya dia haid, kemudian ia mandi dan wudhu setiap shalat, ia berpuasa dan shalat. " Shahih: Ibnu Majah (625)

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا شُرَيْكٌ نَحْوَهُ بِمَعْنَاهُ

127. Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Syuraik menceritakan kepada kami ... seperti itu dengan disertai artinya.

Abu Isa berkata, "Hadits ini diriwayatkan sendirian oleh Syarik -tidak bersama Abu Al Yaqzhan-." Ia berkata, "Aku bertanya kepada Muhammad tentang hadits ini, 'Adi bin Tsabit dari ayahnya, dari kakeknya, siapakah nama kakeknya?' Ternyata Muhammad tidak mengetahui namanya. Aku menyebutkan kepada Muhammad tentang perkataan Yahya bin Ma'in bahwa namanya adalah Dinar maka ia tidak bersedia dengannya. Ahmad dan Ishaq berkata tentang wanita yang mengalami istihadhah, "Jika ia mandi untuk setiap shalat, maka itu adalah sikap hati-hati darinya. Jika ia berwudhu pada tiap shalat, maka wudhu itu cukup baginya. Jika wanita itu mengumpulkan dua shalat dengan satu kali mandi, maka itu juga cukup baginya."

95.  Menggabungkan Antara Dua Shalat dengan Satu Kali Mandi bagi Wanita yang Mengalami Istihadhah

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامَرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ طَلْحَةَ عَنْ عَمِّهِ عِمْرَانَ بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أُمِّهِ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَثِيرَةً شَدِيدَةً فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْتَفْتِيهِ وَأُخْبِرُهُ فَوَجَدْتُهُ فِي بَيْتِ أُخْتِي زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَثِيرَةً شَدِيدَةً فَمَا تَأْمُرُنِي فِيهَا قَدْ مَنَعَتْنِي الصِّيَامَ وَالصَّلَاةَ قَالَ أَنْعَتُ لَكِ الْكُرْسُفَ فَإِنَّهُ يُذْهِبُ الدَّمَ قَالَتْ هُوَ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَتَلَجَّمِي قَالَتْ هُوَ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَاتَّخِذِي ثَوْبًا قَالَتْ هُوَ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ إِنَّمَا أَثُجُّ ثَجًّا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَآمُرُكِ بِأَمْرَيْنِ أَيَّهُمَا صَنَعْتِ أَجْزَأَ عَنْكِ فَإِنْ قَوِيتِ عَلَيْهِمَا فَأَنْتِ أَعْلَمُ فَقَالَ إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنْ الشَّيْطَانِ فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةَ أَيَّامٍ فِي عِلْمِ اللَّهِ ثُمَّ اغْتَسِلِي فَإِذَا رَأَيْتِ أَنَّكِ قَدْ طَهُرْتِ وَاسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً أَوْ ثَلَاثًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً وَأَيَّامَهَا وَصُومِي وَصَلِّي فَإِنَّ ذَلِكِ يُجْزِئُكِ وَكَذَلِكِ فَافْعَلِي كَمَا تَحِيضُ النِّسَاءُ وَكَمَا يَطْهُرْنَ لِمِيقَاتِ حَيْضِهِنَّ وَطُهْرِهِنَّ فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي الظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي الْعَصْرَ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ الْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ الْعِشَاءَ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ فَافْعَلِي وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ الصُّبْحِ وَتُصَلِّينَ وَكَذَلِكِ فَافْعَلِي وَصُومِي إِنْ قَوِيتِ عَلَى ذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ أَعْجَبُ الْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ

128. Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami, Zuhair bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil, dari Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah, dari pamannya -Imran bin Thalhah- dari ibunya -Hamnah binti Jahsy- ia berkata, "Aku banyak mengeluarkan darah istihadhah. Lalu aku datang kepada Nabi SAW untuk meminta fatwa dan memberitahukan beliau SAW. Aku mendapatkan beliau sedang di rumah saudara perempuanku, Zainab binti Jahsy, lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku banyak mengeluarkan darah istihadhah. Apakahyang engkau perintahkan kepadaku tentang hal ini? Sungguh aku tidak bisa melakukan puasa dan shalat?' Beliau bersabda, Aku menyifatkan kapas untukmu. Sesungguhnya kapas bisa menghilangkan darah'. Aku berkata, 'Darah itu lebih banyak dari yang demikian'. Beliau bersabda, 'Ambillah kain'. Aku berkata, 'Itu (darah) lebih banyak dari yang demikian itu. (Darah itu) benar-benar mengalir'. Lalu Nabi SAW bersabda, 'Aku akan memerintahkanmu dengan dua perintah. Mana diantara keduanya yang kamu lakukan maka hal itu cukup bagimu. Jika kamu kuat atas keduanya, maka kamu lebih mengetahui'. Lalu beliau bersabda, 'Istihadhah adalah gerakan atau dorongan dari syetan, maka berhaidlah kamu enam atau tujuh hari menurut ilmu Allah. Kemudian mandilah kamu. Apabila kamu melihat bahwa kamu telah bersih dan kamu menganggapnya, suci maka shalatlah selama dua puluh malam atau dua puluh tiga siang dan malamnya. Puasa dan shalatlah kamu, maka hal itu cukup bagimu. Demikianlah, maka lakukanlah sebagaimana wanita haid dan bersuci untuk waktu-waktu haid dan suci mereka. Jika kamu kuat mengakhirkan Maghrib dan menyegerakan Isya' kemudian kamu mandi dan menjamak antara dua shalat, maka kerjakanlah. Kamu mandi diwaktu Subuh lalu mengerjakan shalat. Demikianlah maka lakukanlah, dan puasalah jika kamu kuat melakukannya.' Rasulullah SAW bersabda, 'Itulah dua hal yang paling ku kagumi'. " Hasan: IbnuMajah (627)

Abu Isa berkata, "Hadits ini hasan shahih." Ubaidillah bin Amr Ar-Raqqi, Ibnu Juraij, dan Syarik meriwayatkan-nya dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil, dari Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah, dari pamannya -Imran- dari ibunya -Hamnah- hanya saja anak laki-laki Juraij berkata, "Umar bin Thalhah." Yang benar adalah Imran bin Thalhah. Ia berkata, "Aku bertanya pada Muhammad tentang hadits ini, maka Muhammad berkata, 'Hadits itu hasan shahih'." Demikianlah, Ahmad bin Hambal berkata, "Hadits itu adalah hasan shahih." Ahmad dan Ishaq berkata (tentang wanita yang mengalami istihadhah), "Apabila ia mengetahui haidnya adalah menerima kedatangan darah dan mengakhirkannya (berlalu), dan jika ia menerima kedatangannya maka ia akan mendapatkan darahnya berwarna hitam, dan ketika berlalu maka ia berubah menjadi kekuning-kuningan. Hukum bagi wanita tersebut sesuai hadits Fatimah binti Abu Hubaisy. Jika wanita yang mengalami istihadhah mempunyai hari-hari yang diketahui sebelum istihadhah, maka wanita itu meninggalkan shalat pada hari-hari haidnya. Kemudian dia mandi dan berwudhu setiap shalat, maka ia boleh mengerjakan shalat. Apabila darah itu masih keluar dan ia tidak mempunyai hari-hari yang diketahui dan ia tidak mengetahui haid dengan datang dan berlalunya darah, maka hukum yang sesuai baginya adalah hadits Hamnah binti Jahsy. Abu Ubaid juga berkata demikian. Asy-Syafi'i berkata, "Apabila wanita yang mengalami istihadhah darahnya selalu mengalir pada awal mula ia melihat dan terus-menerus seperti itu, maka ia harus meninggalkan shalat di antara waktu itu selama lima belas hari. Namun apabila ia dalam keadaan suci dalam jangka waktu lima belas hari atau sebelum itu, maka itu termasuk hari-hari haid. Apabila wanita itu melihat darah lebih dari lima belas hari, maka ia harus mengqadha shalat selama empat belas hari. Kemudian setelah itu ia meninggalkan shalat selama masa haid yang paling sebentar untuk ukuran wanita, yaitu sehari semalam." Abu Isa berkata, "Ulama berbeda pendapat tentang masa haid yang paling sebentar dan paling lama." Sebagian ulama berkata, "Masa haid yang paling cepat adalah tiga hari dan yang paling lama adalah sepuluh hari." Itu adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak, dan penduduk Kufah Sebagian ulama -antara lain adalah Atha" bin Abu Rabah- berkata, "Masa haid yang paling cepat adalah sehari semalam dan yang paling lama adalah lima belas hari." Itu adalah pendapat Malik, Al Auza'i, Asy-Syafi'i, Ahmad, Ishaq, dan Abu Ubaid.

96.  Mandi Pada Setiap Shalat bagi Wanita yang Sedang Istihadhah

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ اسْتَفْتَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ ابْنَةُ جَحْشٍ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ فَاغْتَسِلِي ثُمَّ صَلِّي فَكَانَتْ تَغْتَسِلُ لِكُلِّ صَلَاةٍ

129. Qutaibah menceritakan kepada kami, Al-Laits menceritakan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata,"Ummu Habibah binti Jahsy memohonfatwa kepada Rasulullah SAW, ia berkata, 'Sesungguhnya aku mengalami istihadhah, sehingga aku tidak suci. Apakah aku harus meninggalkan shalat?' Maka Nabi bersabda, 'Tidak, itu darah penyakit, maka mandilah dan shalatlah!' Maka dia (Ummu Habibah) selalu mandi pada setiap (akan melaksanakan -ed) shalat. " Shahih: Ibnu Majah (626) dan Muttafaq 'alaih

Qutaibah berkata, "Al-Laits berkata, 'Ibnu Syihab tidak menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan Ummu Habibah untuk mandi pada setiap shalat, tetapi mandi merupakan kebiasaan yang dia lakukan'." Abu Isa berkata, "Hadits ini diriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Amrah, dari Aisyah, ia berkata, "Ummu Habibah binti Jahsy mohon fatwa kepada Rasulullah SAW." Sebagian ulama berkata, "Wanita yang sedang istihadhah mandi pada setiap kali mengerjakan shalat." Al Auza'i meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Urwah dan Amrah, dan dari Aisyah.

97.  Wanita yang Haid Tidak Mengqadha' Shalat

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ مُعَاذَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَتَقْضِي إِحْدَانَا صَلَاتَهَا أَيَّامَ مَحِيضِهَا فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قَدْ كَانَتْ إِحْدَانَا تَحِيضُ فَلَا تُؤْمَرُ بِقَضَاءٍ

130. Qutaibah menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abu Qailabah, dari Muadzah: Seorang wanita bertanya kepada Aisyah, "Apakah salah seorang dari kita mengqadha' shalatnya karena haid?" Aisyah berkata, "Apakah kamu Haruriyah? (Bagian dari kaum Khawarij yang telah membunuh Ali bin Abu Thalib di daerah Haruriyah -ed) Salah seorang dari kita selalu haid (tiap bulan) dan kita tidak diperintah untuk mengqadhanya. " Shahih: Ibnu Majah (631) dan Muttafaq 'alaih

Abu Isa berkata, "Hadits ini hasan shahih." Diriwayatkan dari Aisyah, dari jalur lain; bahwa wanita yang sedang haid tidak mengqadha" shalat. Itu adalah pendapat umum dari para fuqaha; tidak ada perbedaan pendapat di kalangan mereka bahwa wanita yang haid mengqadha puasa, namun tidak mengqadha shalat."

99.  Menggauli Wanita yang Sedang Haid

حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ مِنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حِضْتُ يَأْمُرُنِي أَنْ أَتَّزِرَ ثُمَّ يُبَاشِرُنِي

132. Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Manshur, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Aisyah, ia berkata, "Apabila aku sedang haid, maka Rasululllah SAW menyuruhku mengenakan kain, kemudian beliau menggauliku (mencumbuiku) " Shahih: Shahih Abu Daud (260) dan Muttafaq 'alaih

Abu Isa berkata, "Didalam bab ini terdapat hadits dari Ummu Salamah dan Maimunah." Abu Isa berkata, "Hadits Aisyah derajatnya hasan shahih." Pendapat itu tidak hanya dari seorang ulama dari sahabat Nabi SAW dan tabiin. Ini juga pendapat Asy-Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq.

100.  Makan Bersama Wanita yang Haid Dan Bekas Minumannya

حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ الْعَنْبَرِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ حَرَامِ بْنِ مُعَاوِيَةَ عَنْ عَمِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مُوَاكَلَةِ الْحَائِضِ فَقَالَ وَاكِلْهَا

133. Abbas Al Ambari dan Muhammad bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, keduanya berkata, "Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, Muawiyah bin Shalih menceritakan kepada kami dari Al Ala bin Al Harits, dari Haram bin Mua'wiyah, dari pamannya Abdullah bin Sa'ad, ia berkata, "Aku bertanya kepada Nabi SAW tentang makan bersama wanita yang haid, maka beliau bersabda, 'Makanlah bersamanya'. " Shahih: Ibnu Majah (651)

Abu Isa berkata, "Didalam bab ini terdapat hadits dari Aisyah dan Anas." Abu Isa berkata, "Hadits Abdullah bin Sa'ad hasan gharib." Itu adalah pendapat ulama secara umum; bahwa tidak apa-apa makan bersama wanita yang sedang haid. Mereka berbeda pendapat mengenai sisa air wudhunya; sebagian memberi keringanan dalam hal itu dan sebagian lagi memakruhkan sisa air yang telah dipakai untuk bersuci.

101.  Hukum bagi Wanita yang Haid Ketika Mengambil Sesuatu dari Masjid

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبِيدَةُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ ثابِتِ بْنِ عُبَيْدٍ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ قَالَتْ لِي عَائِشَةُ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاوِلِينِي الْخُمْرَةَ مِنْ الْمَسْجِدِ قَالَتْ قُلْتُ إِنِّي حَائِضٌ قَالَ إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ

134. Qutaibah menceritakan kepada kami, Abidah bin khumaid menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Tsabit bin Ubaid, dari Al Qasim bin Muhammad, ia berkata, "Aisyah berkata kepadaku, 'Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Ambilkanlah tikar kecil dari masjid." Aisyah berkata, 'Aku berkata, 'Sesungguhnya aku sedang haid'. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya haidmu tidaklah berada di tanganmu'. " Shahih: Ibnu Majah (632) dan Shahih Muslim

Ia berkata, "Didalam bab ini terdapat hadits dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah." Abu Isa berkata, "Hadits Aisyah hasan shahih." Itu adalah pendapat umum ulama. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat tentang hal itu dikalangan mereka; bahwa wanita yang haid boleh mengambil sesuatu dari masjid.

102.  Makruh Mendatangi (menggauli) Wanita yang Sedang Haid

حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ وَبَهْزُ بْنُ أَسَدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَادُ بْنُ سَلَمَةِ عَنْ حَكِيمٍ الْأَثْرَمِ عَنْ أَبِي تَمِيمَةَ الهُجَيْمِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

135. Bundar menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id, Abdurrahman bin Mahdi, dan Bahez bin Asad menceritakan kepada kami, mereka berkata, "Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Hakim Al Atsram, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, 'Barangsiapa menggauli istrinya yang sedang haid atau menggauli istrinya lewat duburnya, atau mendatangi dukun (tukang ramal), maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW'. " Shahih: Ibnu Majah (639)

Abu Isa berkata, "Kami tidak mengetahui hadits ini kecuali dari hadits Hakim Al Atsram, dari Abu Tamimah Al Hujaimi, dari Abu Hurairah." Makna ini menurut ulama adalah untuk memberatkan. Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Barangsiapa mendatangi (menggauli) wanita yang sedang haid, maka ia hendaknya bersedekah satu Dinar!" Seandainya menggauli wanita yang sedang haid merupakan suatu bentuk kekufuran, maka dia tidak diperintahkan untuk membayar kafarat. Muhammad melemahkan sanadnya hadits ini. Abu Tamimah Al Hujaimi adalah Tharif bin Mujalid.

103. Denda Menggauli Istri yang Sedang Haid

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ عَنْ خُصَيْفٍ عَنْ مِقْسَمٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرَّجُلِ يَقَعُ عَلَى امْرَأَتِهِ وَهِيَ حَائِضٌ قَالَ يَتَصَدَّقُ بِنِصْفِ دِينَارٍ

136. Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Khushaif, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW: Mengenai seorang laki-laki yang menggauli istrinya dalam keadaan haid, beliau bersabda, "Ia harus bersedekah setengah Dinar. " Shahih: Dengan lafazh: "Satu Dinar" atau "Setengah Dinar." Shahih Abu Daud (256) dan Ibnu Majah (640). Dengan lafazh ini dha'if, lihat Dha'if Abu Daud (42).

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ أَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ أَبِي حَمْزَةَ السُّكَّرِيِّ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ مِقْسَمٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا كَانَ دَمًا أَحْمَرَ فَدِينَارٌ وَإِذَا كَانَ دَمًا أَصْفَرَ فَنِصْفُ دِينَارٍ

137. Al Husain bin Huraits menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami dari Abu Hamzah As-Sukkari, dari Abdul Karim, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Apabila darah itu merah maka (dendanya) satu Dinar, tetapi apabila darah itu kuning maka setengah Dinar. " Dha'if, yang shahih lafazh terperinci ini adalah mauquf (dari sahabat). Lihat Shahih Abu Daud (258).

Abu Isa berkata, "Hadits yang berkenaan dengan denda menggauli istri yang sedang haid diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dengan riwayat mauquf dan marfu'. Itu adalah pendapat sebagian ulama, Ahmad, dan Ishaq. Ibnu Mubarak berkata, "Ia mohon ampun kepada Tuhannya dan tidak ada denda atasnya." Diriwayatkan seperti perkataan Ibnu Mubarak dari sebagian tabiin -antara lain: Sa'id bin Jubair dan Ibrahim An-Nakha'i-. Itu adalah pendapat mayoritas ulama.

104.  Mencuci Darah Haid dari Kain

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ الْمُنْذِرِ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الثَّوْبِ يُصِيبُهُ الدَّمُ مِنْ الْحَيْضَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُتِّيهِ ثُمَّ اقْرُصِيهِ بِالْمَاءِ ثُمَّ رُشِّيهِ وَصَلِّي فِيهِ

138. Ibnu Abu Umar menceritakan kepada kami, Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari Fatimah binti Mundzir, dari Asma' binti Abu Bakar, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi SAW tentang kain yang terkena darah haid, maka Rasulullah SAW bersabda, "Gosoklah kain itu, kemudian basahilah dengan air, lalu basuhlah dan shalatlah dengannya (gunakanlah untuk shalat). "

Ia berkata, "Di dalam bab ini terdapat hadits dari Abu Hurairah dan Ummu Qais binti Mihshan." Abu Isa berkata, "Hadits Asma" tentang mencuci darah haid derajatnya hasan shahih." Ulama telah berbeda pendapat tentang darah yang mengenai pada kain lalu dipakai shalat sebelum dicuci. Sebagian ulama dari tabiin berkata, "Apabila darah itu seukuran (sebesar) Dirham, maka ia harus mengulangi shalatnya." Sedangkan sebagian lagi berkata, "Apabila darah itu lebih besar dari ukuran satu Dirham, maka ia harus mengulangi shalatnya." Itu adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan Ibnu Mubarak. Sebagian ahli ilmu dari tabiin dan lainnya tidak mewajibkan untuk mengulangi shalat meskipun darah itu lebih besar dari ukuran satu Dirham. Itu adalah pendapat Ahmad dan Ishaq. Asy-Syafi'i berkata, "Wajib mencucinya apabila darah itu kurang dari ukuran satu Dirham." Ia berpegang teguh dengan pendapatnya tersebut.

105.  Masa Nifas bagi Wanita

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا شُجَاعُ بْنُ الْوَلِيدِ أَبُو بَدْرٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ أَبِي سَهْلٍ عَنْ مُسَّةَ الْأَزْدِيَّةِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَتْ النُّفَسَاءُ تَجْلِسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَكُنَّا نَطْلِي وُجُوهَنَا بِالْوَرْسِ مِنْ الْكَلَفِ

139. Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, Syuja' bin Al Walid Abu Badr menceritakan kepada kami dari Ali bin Abdul A'la, dari Abu Sahal, dari Mussah Al Azdiah, dari Ummu Salamah, dia berkata, "Orang-orang yang nifas duduk pada masa Rasulullah SA W (tidak shalat) selama empat puluh hari. Kami memoles muka-muka kami dengan waras (jenis tumbuh-tumbuhan) karena warna kehitaman. " Hasan Shahih: Ibnu Majah (648)

Abu Isa berkata, "Hadits ini gharib. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Abu Sahal, dari Mussah Al Azdiah dari Ummu Salamah." Nama Abu Sahal adalah Katsir bin Ziyad. Dalam hal ini Muhammad bin Isma'il berkata, "Ali bin Abdul A'la dan Abu Sahal adalah orang yang terpercaya." Muhammad tidak mengetahui hadits ini kecuali dari hadits Abu Sahal. Para ulama dari para sahabat Nabi SAW, tabiin, dan orang-orang sesudah mereka sepakat bahwa wanita yang nifas meninggalkan shalat selama empat puluh hari, kecuali jika ia melihat suci sebelum itu, maka ia mandi dan melakukan shalat. Apabila ia melihat darah setelah empat puluh hari, maka sebagian besar ulama berkata, "Ia tidak meninggalkan shalat setelah empat puluh hari." Itu pendapat sebagian besar fuqaha, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak, Asy-Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq. Diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashri, ia berkata, "Sesungguhnya wanita yang nifas meninggalkan shalat selama lima puluh hari apabila ia tidak melihat suci." Diriwayatkan dari Atha' bin Abu Rabah dan Asy Sya'bi: enam puluh hari.

106.  Seorang Laki-Iaki (Suami) Menggilir Para Istrinya dengan Satu Kali Mandi

حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي غُسْلٍ وَاحِدٍ

140. Bundar Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Abu Ahmad menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas: Sesungguhnya Nabi SAW pernah menggilir para istrinya dengan satu kali mandi. Shahih: Ibnu Majah (588) dan Muttafaq 'alaih

Ia berkata, "Di dalam bab ini terdapat hadits dari Abu Rafi'." Abu Isa berkata, "Hadits Anas hasan shahih; bahwa Nabi SAW menggilir semua istrinya dengan satu kali mandi." Itu adalah pendapat beberapa ulama -antara lain: Al Hasan Al Bashri-: Tidak mengapa seorang (suami) bersetubuh kembali sebelum berwudhu. Muhammad bin Yusuf meriwayatkan hadits ini dari Sufyan, dari Abu Urwah, dari Abu Al Khaththab, dari Anas. Abu Urwah adalah Ma'mar bin Rasyid, sedangkan Abu Al Khaththab adalah Qatadah bin Di'amah. Abu Isa berkata, "Sebagian dari mereka meriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Urwah, dari Abu Al Khaththab. Itu adalah salah, sedangkan yang benar adalah dari Abu Urwah.

107.  Jika Orang yang Junub Hendak Mengulangi (Jima') Maka Hendaknya Berwudhu

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا

141. Hannad menceritakan kepada kami, Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Abul Mutawakkil dari, Abu Sa'id Al Khudri, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Apabila salah seorang mendatangi (menggauli) istrinya kemudian ia ingin mengulanginya, maka hendaknya ia wudhu diantara keduanya. " Shahih: IbnuMajah (587)

Ia berkata, "Didalam bab ini terdapat hadits dari Umar." Abu Isa berkata, "Hadits Abu Sa'id hasan shahih." Itu adalah perkataan (pendapat) Umar bin Khathtab. Tidak hanya seorang dari ulama yang berkata, "Apabila seorang laki-laki menggauli istrinya kemudian ia mau mengulanginya, maka hendaknya ia berwudhu terlebih dahulu." Abu Mutawakkil adalah Ali bin Daud, sedangkan Abu Sa'id Al Khudri adalah Sa'ad bin Malik bin Sinan.

108.  Jika Iqamah Dikumandangkan dan Salah Satu dari Kamu Ingin ke Belakang (Ingin Buang Hajat) Maka Hendaknya Ia Menunaikan Hajatnya

حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَرْقَمِ قَالَ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَأَخَذَ بِيَدِ رَجُلٍ فَقَدَّمَهُ وَكَانَ إِمَامَ قَوْمِهِ وَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَوَجَدَ أَحَدُكُمْ الْخَلَاءَ فَلْيَبْدَأْ بِالْخَلَاءِ

142. Hannad bin As-Sari menceritakan kepada kami, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah bin Al Arqam, dia berkata, "Iqamah telah dikumandangkan (diserukan iqamah) lalu ia memegang tangan seorang laki-laki dan menyuruhnya maju -padahal ia adalah imam kaumnya- sambil berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Apabila iqamat shalat telah kumandangkan dan salah seorang dari kamu ingin ke belakang, maka hendaklah ia ke belakang (kamar kecil) lebih dahulu." Shahih: Ibnu Majah (616)

Ia berkata, "Didalam bab ini terdapat hadits dari Aisyah, dari Abu Hurairah, Tsauban, dan Abu Umamah." Abu Isa berkata, "Hadits Abdullah bin Al Arqam hasan shahih." Demikianlah Malik bin Anas, Yahya bin Sa'id Al Qaththan, dan tidak hanya seorang dari para hafizh (ahli hadits) yang meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah bin Al Arqam. Wuhaib dan lainnya meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari seorang laki-laki, dari Abdullah Al Arqam. Itu adalah pendapat beberapa sahabat Nabi SAW, tabiin, Ahmad, Ishaq. Ahmad dan Ishaq berkata, "Janganlah berdiri untuk melaksanakan shalat sedangkan ia ingin buang hajat besar atau kecil." Ahmad dan Ishaq berkata, "Jika ia sudah shalat dan mendapatkan sesuatu darinya, maka janganlah ia berpaling (membatalkan shalatnya) selama hal itu tidak mengganggunya." Sebagian ulama berkata, "Tidak mengapa ia shalat dalam keadaan ingin buang hajat besar dan kecil, selama hal itu tidak mengganggu shalatnya."

109. Wudhu karena Menginjak Tempat yang Kotor

حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَارَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أُمِّ وَلَدٍ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَتْ قُلْتُ لِأُمِّ سَلَمَةَ إِنِّي امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِي وَأَمْشِي فِي الْمَكَانِ الْقَذِرِ فَقَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ

143. Abu Raja' Qutaibah menceritakan kepada kami, Malik bin Anas menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Umrah, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Ummu Walad milik Abdurrahman bin Auf, ia berkata, "Aku pernah berkata kepada Ummu Salamah, 'Sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang memperpanjang ujung kainku, dan aku berjalan di tempat yang kotor'. Lalu Ummu Salamah berkata, 'Rasulullah SA W mengatakan bahwa hal itu disucikan sesuatu yang sesudahnya'. " Shahih: Ibnu Majah (531)

Ia berkata, "Didalam bab ini terdapat hadits Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, 'Kami bersama Rasulullah SAW tidak wudhu karena menginjak tempat yang kotor." Abu Isa berkata, "Itu tidak hanya pendapat seorang ulama, mereka berkata, 'Apabila seseorang menginjak tempat yang kotor, maka ia tidak wajib mencuci telapak kaki, kecuali tempat yang diinjak itu basah (ia harus mencuci bagian yang terkena basah)'. "Abu Isa berkata, "Abdullah Al Mubarak meriwayatkan hadits ini dari Malik bin Anas, dari Muhammad bin Umarah, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Ummu Walad milik Hud bin Abdurrahman bin Auf, dari Ummu Salamah." Itu adalah keragu-raguan, karena Abdurrahman tidak mempunyai anak laki-laki yang bernama Hud. Namun itu adalah riwayat dari Ummu Walad* milik Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf dari Ummu Salamah. Inilah yang benar.

110. Tayamum

حَدَّثَنَا أَبُو حَفْصٍ عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ الْفَلَّاسُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَزْرَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ بِالتَّيَمُّمِ لِلْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ

144. Abu Hafsh Amir bin Ali Al Fallas menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Azrah, dari Sa'id bin Abdullah Rahman bin Abza, dari ayahnya, dari Ammar bin Yasir: "Nabi SAW memerintahkannya melakukan tayamum untuk (dengan mengusap) muka dan kedua telapak tangan. " Shahih: Shahih Abu Daud (350, 353) dan Muttafaq 'alaih (lebih lengkap).

Ia berkata, "Di dalam bab ini terdapat hadits dari Aisyah dan Ibnu Abbas." Abu Isa berkata, "Hadits Ammar hasan shahih. Ia meriwayatkan dari jalur lain." Ini adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi SAW -seperti Ali, Ammar, Ibnu Abbas- dan mayoritas para tabiin -antara lain: Asy-Sya'bi, Atha', dan Makhul, mereka berkata, "Tayamum itu satu pukulan (ke debu) untuk muka dan kedua telapak tangan. " Ini juga pendapat Ahmad dan Ishaq. Sebagian ulama -seperti Ibnu Umar, Jabir, Ibrahim, dan Al Hasan-berkata, "Tayamum itu satu pukulan untuk muka dan satu pukulan lagi untuk kedua tangan sampai ke siku." Ini juga pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Malik, Ibnu Al Mubarak, dan Asy-Syafi'i. Hadits ini diriwayatkan dari Ammar, dia mengatakan bahwa beliau bersabda, "Untuk muka dan kedua telapak tangan. " tanpa ada jalur lain. Diriwayatkan dari Ammar, dia berkata, "Kami tayamum bersama Nabi SAW sampai ke pundak dan ketiak. " Sebagian ulama melemahkan hadits Ammar dari Nabi SAW mengenai tayamum untuk muka dan kedua telapak tangan ketika diriwayatkan hadits tentang tayamum sampai pundak dan ketiaknya. Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad Al Hanzhali berkata, "Hadits Ammar tentang tayamum untuk muka dan telapak tangan adalah hadits hasan shahih. Hadits Ammar, "Kami tayamum bersama Nabi SAW sampai ke pundak dan ketiak." tidak bertentangan dengan hadits tayamum untuk muka dan telapak tangan, karena Ammar tidak menyebutkan bahwa Nabi SAW memerintahkan hal tersebut. Namun ia berkata, "Kami melakukan demikian dan demikian." Ketika ia bertanya kepada Nabi SAW, maka beliau memerintahkannya untuk (mengusap) muka dan telapak tangan, sehingga berakhirlah apa yang diajarkan oleh Rasulullulah SAW, yaitu muka dan kedua telapak tangan. Dalilnya adalah apa yang difatwakan oleh Ammar setelah Nabi SAW bersabda mengenai tayamum: (Muka dan dua telapak tangan). Maka di dalam permasalahan ini terdapat dalil bahwa hal itu berakhir kepada apa yang diajarkan oleh Nabi SAW, yaitu sampai ke muka dan dua telapak tangan. Ia berkata, 'Aku mendengar Abu Zur'ah Ubidillah bin Abdul Karim berkata, "Saya tidak mengetahui di kota Bashrah yang lebih kuat hapalannya dari tiga orang: Ali Al Madini, Ibnu Syadzakuni, dan Amr bin Al Fallas". Abu Zur'ah berkata, "Affan bin Muslim meriwayatkan dari Amr bin Ali tentang suatu hadits'."

112.  Air Seni yang Mengenai Tanah

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَخْزُومِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ دَخَلَ أَعْرَابِيٌّ الْمَسْجِدَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فَصَلَّى فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي وَمُحَمَّدًا وَلَا تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَقَدْ تَحَجَّرْتَ وَاسِعًا فَلَمْ يَلْبَثْ أَنْ بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ النَّاسُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَهْرِيقُوا عَلَيْهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ دَلْوًا مِنْ مَاءٍ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

147. Ibnu Abu Umar dan Sa'id bin Abdurrahman Al Makhzumi menceritakan kepada kami, keduanya berkata, "Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Musayyab, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Seorang Arab dusun (Badui) masuk masjid sedangkan Nabi SAW sedang duduk, lalu ia shalat. Ketika selesai shalat, maka ia berkata, 'Ya Allah, sayangilah kami dan Muhammad, dan janganlah Engkau sayang kepada seorangpun bersama kami'. Lalu Nabi SAW menoleh kepadanya lalu bersabda, 'Sesungguhnya kamu telah mempersempit sesuatu yang luas'. Tidak lama kemudian ia buang air kecil (kencing) di masjid. Lalu orang-orang segera menghampirinya, maka Nabi SAW bersabda, 'Siramlah dengan seember air atau setimba air!' Kemudian beliau bersabda, 'Kamu semua diutus untuk memberi kemudahan, dan kalian tidak diutus untuk menyulitkan'." Shahih: Ibnu Majah (529) dan Shahih Bukhari

قَالَ سَعِيدٌ قَالَ سُفْيَانُ وَحَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ نَحْوَ هَذَا

148. Sa'id berkata, "Sufyan berkata, 'Yahya bin Sa'id menceritakan kepadaku dari Anas bin Malik seperti ini'." Shahih: Shahih Abu Daud (405)

Ia berkata, "Didalam bab ini terdapat hadits dari Abdullah bin Mas'ud, Ibnu Abbas, dan Watsilah bin Al Asqa'. Abu Isa berkata, "Hadits ini hasan shahih. "  Hal ini diamalkan di kalangan sebagian ulama. Itu adalah pendapat Ahmad dan Ishaq. Yunus meriwayatkan hadits ini dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdullah, dari Abu Hurairah.