Soeharto tidak mungkin diadili

Soeharto Tidak Mungkin Diadili

http://www.jawapos.co.id/12apr/de12ap11.htm

Jawa Pos, Senin, 12 April 1999

Pram: Soeharto Tidak Mungkin Diadili

Washington, JP.-

Sastrawan terkemuka Indonesia Pramoedya Ananta Toer berbicara blak-blakan mengenai nasib dan penderitaannya selama Orde Baru. Sebagaimana sastrawan dunia umumnya, Pramoedya pun tidak ragu berbicara mengenai keyakinan-keyakinan politiknya. Itulah yang terungkap selama ceramah dua hari Pramoedya di depan mahasiswa dan pers Amerika serta pemerhati sastra dan politik di kampus George Washington University (GWU).

Wartawan Jawa Pos di Washington DC Ramadhan Pohan melaporkan tadi malam, ceramah Pram (Pramoedya Ananta Toer) yang diiringi pemutaran video kehidupan pribadi dan keyakinan politiknya itu cukup menarik simpati publik Amerika. Dalam acara tanya jawab yang dipandu Ketua Jurusan Anthropologi Prof Joel C. Kuipers pada hari pertama dan ketua INFHRI (International Forum for Human Rights in Indonesia) T. Soan Siauw-Tio, Pram cukup tangkas menjawab pelbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Selama ceramah dua hari -yang masing-masing dihadiri 65 dan 40 peserta-, tampak di antaranya kalangan pengamat AS (Indonesianist) seperti sejarawan Frances Gouda PhD, tokoh Tapol Dr Carmel Budiardjo, dan para aktivis LSM AS. Dari kalangan Indonesia, tampak pula Drs Christianto Wibisono, Ketua Permias David Hutagalung, dan segelintir kecil mahasiswa asal Indonesia. Yang paling menarik dari ceramah Pram adalah pernyataannya soal mantan Presiden Kedua RI Soeharto.

Menurut sosok Indonesia yang sejak 1986 setiap tahunnya masuk dalam daftar calon peraih hadiah Nobel untuk sastra ini, Soeharto tidak akan pernah diadili di Indonesia. Rezim militeristik masih punya kuku dan mempunyai daya cengkeram yang kuat. ''Ya , saya kira memang tidak bisa diadili di Indonesia. Hakimnya, jaksanya orang Orba juga. Kalau menurut saya, datangkan saja intel luar negeri dan culik itu Harto. Baru bisa diadili,'' kata Pram yang disambut tepuk tangan peserta ceramah.

Pram juga menyebut bermacam-macam agen rahasia luar negeri yang bisa menculik Soeharto. Baginya, itu tidak menjadi masalah, asal mau mengadili. ''Mossad (agen Israel, Red) atau apa sajalah,'' jawab Pram sembari mengangguk ketika disebut nama-nama agen lain seperti KGB (Rusia), atau CIA (AS).

Kepada para peserta ceramah yang umumnya sudah mengenal Pram lewat karya-karyanya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Belanda, Rusia, Inggris, Bulgaria, dan belasan bahasa bangsa-bangsa lainnya itu, pengarang novel sejarah tetralogi Bumi Manusia ini menyebut Soeharto penjahat dunia. Selama ini, ia sering ditanya wartawan asing soal sikapnya tentang Soeharto.

''Mereka banyak bertanya kepada saya, Anda suka, Harto sudah jatuh sekarang? Oh, saya bilang, jatuhnya Soeharto itu badut-badutan saja. Kalau betul dia jatuh, dia lari ke luar negeri. Karena dia tidak pergi ke luar negeri, artinya dia masih berkuasa melalui tangan yang lain.'' kata Pram, menyindir pemerintahan Habibie.

Menurut Pram, Soeharto adalah penjahat dunia dan layak dituntut. Itu berdasarkan pengalaman pribadinya yang ditahan sepuluh tahun di Pulau Buru, disiksa, dianiaya tanpa proses pengadilan atau hukum. ''Berdasarkan pengalaman saya sendiri, Soeharto adalah penjahat kemanusiaan. Setiap orang di mana pun di seluruh dunia berhak menuntut Soeharto,'' kata Pram yang pendengarannya kini rusak gara-gara dianiaya aparat Orba.

Menjawab pertanyaan peserta, Pramoedya membantah dirinya komunis atau orang PKI. Pram bahkan menantang agar orang memberitahukan dirinya soal keanggotaan organisasi dan ideologi yang masih terlarang di Indonesia itu.

''Yang mengangkat saya menjadi PKI itu kan Orba, yang kemudian dikembangkan oleh pers Orba. Saya ini PKI nomor berapa? Hanya Orba saja yang bikin-bikin itu, yang lalu dikembangkan pers Orba. Saya justru pernah menanyakan, saya ini komunis nomor berapa sih? Kan komunis semua mempunyai tanda keanggotaan. Tidak ada yang pernah bisa menjawab. Pernah juga saya tanyakan kepada Mochtar Lubis seperti itu karena dia menuduh terus. Tanpa jawaban,'' kata Pram, sembari menyebut tidak mudahnya orang menjadi PKI.

Pramoedya sejak Kamis lalu berada di AS untuk menghadiri penganugerahannya sebagai doktor kehormatan di Michigan University, 1 Mei nanti. Selain itu, untuk acara peluncuran buku Pram, Mute's Soliloquy (Nyanyi Sunyi Seorang Bisu) yang diterbitkan di AS. Selain berbicara di kampus Washington, Pram yang didampingi istrinya, Maimunah Thamrin, dan editor Hasta Mitra Jusuf Isak ini juga diundang berceramah di kampus-kampus lima universitas ternama di Amerika.

Sebelum berbicara di kampus GWU, acara booksigning (penekenan buku) Mute's Soliloquy Pram di Toko Buku Olsson's, Metro Center, Washington. Sekitar 80 pengunjung memadati acara yang diawali dengan pemutaran video menyangkut kehidupan Pram. Setelah dilakukan acara tanya jawab dengan para bule itu, Pram harus melayani sekitar 40 orang yang meminta tanda tangannya. Ini berarti ada 40 orang yang membeli buku terbaru Pram di Toko Buku Olsson itu. Pram dengan sabar membubuhkan tanda tangannya di buku karangannya dalam edisi bahasa Inggris, The Mute's Soliloquy.

Cukup besar sambutan publik pembaca buku Washington DC terhadap kehadiran buku terbaru Pram yang sekaligus merupakan karya nonfiksi pertamanya diterbitkan di luar negeri. Kendati harga bukunya lumayan mahal, USD 27,50, The Mute Soliloquy ternyata banyak menarik minat publik DC.