Pram menggugat Des Alwi & Dahlan Iskan

Pram menggugat Des Alwi & Dahlan Iskan

PIPA, 7 Nov 96

JAKARTA (PIPA,7/11). Pengarang terkemuka Indonesia yang bukunya telah diterjemahkan dalam 30 bahasa, Pramoedya Ananta Toer, 71, menyatakan bahwa pihaknya telah memasukkan gugatan atas Tergugat I, Des Alwi dan Tergugat II, Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hal ini diungkapnya Rabu (6/11) kemarin. Pram akan didampingi pengacara Rustam E. Arozal SH, seorang pengacara yang selama ini dikenal gigih menggugat Soeharto.

Dalam berkas gugatannya, pengarang Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam nominasi Pemenang Nobel Sastra dan baru saja memenangkan penghargaan dari Unesco ini menyatakan kedua tergugat telah melanggar Pasal 1372 KUHP yo Pasal 311 KUHP mengenai penghinaan dan fitnah. Penyebabnya adalah Harian Jawa Pos edisi 27 Februari 1996 menurunkan tulisan berupa kutipan dari kata-kata Des Alwi, "Pram Berperan Rusak Dokumentasi Bung Hatta. Karena itu orang boleh dongkol pada Pramoedya Ananta Toer. Bukan sebagai penulis, tapi sebagai gembong Lekra yang mendalangi pembakaran dokumen penting."

Pemuatan berita itu dilakukan tanpa meminta konfirmasi dari Pram sebagai orang yang dituduh bertanggungjawab atas pembakaran Pusat Dokumentasi Bung Hatta. "Dari sisi jurnalistik, si wartawan yang menulis juga telah melanggar azas perimbangan yang lebih dikenal sebagai covering both side," ungkap seorang wartawan senior menanggapi soal gugatan Pram. "Bukankah PWI dan Deppen selalu menekankan hal ini," lanjutnya.

Dalam berkas gugatannya, Pram menyatakan bahwa dirinya sebetulnya ingin menyelesaikan masalah ini dengan damai tanpa campur tangan pengadilan. Untuk itu Pram menyampaikan sepucuk surat pada 20 Agustus 1996. Dalam suratnya Pram memberikan kesempatan pada kedua tergugat untuk membuktikan kebenaran tuduhan mereka berdua. "Bila benar, saya bersedia secara ikhlas dikutuk sejarah dan generasi mendatang sebagai perusak dan pembakar dokumen penting dalam usaha menggelapkan sejarah. Dengan segala senang hati saya akan menerima sanksi pidana sebagai hukuman saya," ujarnya. Tapi, surat Pram tak pernah ditanggapi.

Dalam tuntutannya, Pram menuntut ganti rugi secara tanggung-renteng pada para tergugat uang sejumlah Rp 1 milyar dan pemuatan iklan permintaan maaf di tiga media besar nasional. Pram menuntut angka itu dengan memperhatikan kemampuan finansial kedua tergugat. Des Alwi yang dikenal sebagai anak angkat Bung Hatta yang aktif mendukung PRRI-Permesta ini adalah orang kaya raya yang kerap disebut sebagai "pemilik" Pulau Banda. Sedangkan tergugat II, Dahlan Iskan, selain bos Jawa Pos juga adalah tokoh pimpinan Kadin Jawa Timur. Mantan Kepala Biro Jawa Timur TEMPO yang dikenal dekat dengan para pejabat daerah ini juga dikenal sebagai konglomerat baru di bidang pers.

Banyak kalangan menyangsikan Pram akan menang dalam tuntutannya. "Mana ada ceritanya mantan tapol memenangkan gugatan. Tapol, apalagi 65, itu kan sudah bukan dianggap manusia. Difitnah, dikencingi bahkan dibunuh pun tak akan ada yang mempersoalkan," ujar seorang mantan tapol 1965 yang ikut menghadiri pembacaan vonis sidang gugatan Pram atas rumahnya yang diduduki tentara selama 31 tahun di PN Jakarta Pusat Selasa (5/11) lalu.

Dalam sidang gugatan atas rumahnya, Pram memang kalah. Tapi tampaknya upaya Pram untuk menghormati dan memakai upaya hukum tak akan surut. Kini ia tengah menyiapkan sejumlah gugatan lainnya atas sejumlah fitnah yang ditujukan pada dirinya.