Pramoedya Promosikan Bukunya Ke Amerika

Pramoedya Promosikan Bukunya Ke Amerika

Suara Pembaruan

6 April 1999

Pembaruan/Luther Ulag

KE LUAR NEGERI - Sastrawan/ budayawan Pramoedya Ananta Toer didampingi istrinya Maimunah Tahir menunjukkan paspornya Senin (5/4) malam beberapa saat sebelum berangkat ke Amsterdam dan Amerika Serikat. Pramoedya Ananta Toer yang pernah ditahan di pulau Buru, menunjukkan paspornya itu di kediamannya jalan Multi Karya II no 26 Utan Kayu Jakarta Timur.

Jakarta, Pembaruan

Penulis Pramoedya Ananta Toer, Senin (5/4) malam bertolak ke Amsterdam Belanda untuk selanjutnya melakukan serangkaian perjalanan promosi bukunya Nyanyi Sunyi Seorang Bisu ke New York dan Kanada.

Buku yang ditulis tahun 1969 itu berkisah tentang pengalamannya sewaktu di Pulau Buru, Maluku, pemerintah Orba, pengalaman dirinya dan lingkungannya waktu itu.

Buku yang disusun hampir sepuluh tahun lebih sepertinya dianggap memerahkan telinga pemerintah Orba sehingga ketika terbit saat itu juga dilarang beredar. ''Saat menulisnya di Pulau Buru pun kalau tidak ketat kontrolnya nggak mungkin selama itu,'' paparnya.

Perjalanan memenuhi undangan beberapa universitas di Eropa dan Amerika untuk bedah buku karyanya itu setidaknya memakan waktu kurang lebih dua setengah bulan. Dapat dipastikan, Pram yang beberapa kali dicekal pemerintah Orba dan masuk daftar hitam karena Manifesto Kebudayaan yang dikeluarkannya itu, pulang saat pemilu 1999 dilaksanakan.

Ketika hal itu ditanyakan Pembaruan kepadanya sebelum berangkat ke Amsterdam, penulis buku Houkiau Indonesia itu mengemukakan, ''Tidak, saya tidak pulang sebelum pemilu. Saya pulang setelah pemilu.''

Ternyata Pram juga tidak berniat menggunakan haknya baik di luar atau di dalam negeri pada pemilu mendatang. Katanya, selama birokrasi yang ditawarkan masih seperti birokrasi Orba, ia tidak akan menggunakan hak pilihnya, walaupun ia mengaku memilih dan menjadi anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD). ''Buat apa ikut pemilu kalau birokrasinya masih seperti itu. Kalau saya ikut memilih, sama saja dengan memilih kepala penjara,'' urainya.

Pram yang meraih gelar doktor dari Universitas Michigan Amerika Serikat itu telah menghabiskan sebagian usianya di Pulau Buru selama masa Orba karena dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia.

Di sana dia banyak menulis buku, khususnya roman seperti Bumi Manusia. Namun buku-bukunya sempat dilarang. ''Saya justru merasa mendapat kehormatan karena buku-buku saya dilarang dan saya masuk dalam daftar hitam pemerintah Orba,'' tuturnya.

Berbicara tentang kebudayaan, Pram mengatakan, kebudayaan Indonesia sekarang ini justru tanpa bentuk. ''Tidak karuan, tidak jelas misinya. Hanya bersifat hiburan, hanya untuk cari duit,'' katanya sembari menerangkan ia tidak mau mengkritik.

Dulu waktu menjadi tokoh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) underbow PKI, ia mempermasalahkan kebudayaan pada waktu itu karena menginginkan budaya Indonesia dapat menaikkan tingkat kebudayaan rakyat. ''Dulu saya melihat produk budaya kita rendah sekali," jelasnya.