1.4.a.2. Pengantar Pembelajaran Modul 1.4

Sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, pada kenyataannya—proses penyelenggaraan program ‘pendidikan’ yang dilakukan senantiasa mendapat berbagai tantangan yang harus dihadapi. Beragam tantangan yang muncul, adalah sebuah keniscayaan sebagai konsekuensi logis yang bersumber dari perbedaan individu/ manusia (sebagai subjek pendidikan) dengan berbagai elemen yang melingkupinya. Potensi dasariah dari seseorang, lingkungan alam, serta budaya tempat lahir dan dibesarkan, maupun berbagai macam perangkat sosial lainnya merupakan faktor yang akan mempengaruhi dalam pembentukan jati diri seorang manusia. Pada akhirnya, hal itu mendorong munculnya berbagai bentuk perbedaan individual (individual diferensiasi) yang dalam perkembangannya akan memunculkan berbagai persoalan dalam proses pendidikan. 

Sebagai sebuah disiplin ilmu yang lebih berpihak pada rumpun humaniora, pendidikan sejatinya  harus memberikan perhatian yang lebih pada entitas manusia baik sebagai sosok individu maupun sebagai makhluk sosial. Berangkat dari hal itu, maka kita mengenal pendekatan individual maupun klasikal dalam berbagai proses pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengakomodasi segala macam bentuk persoalan yang kemungkinan muncul sebagai sebuah persoalan yang sifatnya komunal (kolektif/ klasikal) maupun yang bersifat individual. Kemampuan sistem/ proses pendidikan yang mampu mengakomodir dan mentoleransi segala macam bentuk perbedaan inilah, yang selanjutnya dimaknai sebagai sistem yang relatif terbuka/ ‘inklusif’. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pelaksanaan konsep pendidikan inklusi

Saat ini, ketika kita mendengar kata ‘pendidikan inklusi’, pada umumnya kemudian kita akan mengkaitkan dengan pendidikan yang dilaksanakan dengan mengakomodir para penyandang disabilitas dalam sistem pendidikan normal pada umumnya. Semestinya, konsep ‘inklusi’ harus dimaknai lebih luas dan mendalam. 

Perbedaan individu yang seringkali muncul menjadi faktor penghambat belajar, tidak hanya muncul karena perbedaan kelengkapan dan fungsional tubuh semata. Lebih jauh, banyak element-element metafisis peserta didik dalam konteks individual maupun  sosial yang seringkali muncul menjadi persoalan yang lebih besar dalam proses pendidikan. Elemen-elemen metafisis yang dimaksudkan diantaranya adalah, gender, keyakinan agama, norma, nilai budaya, bahkan juga estetika dan performa tubuh.

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) merupakan salah satu mata pelajaran yang paling unik diantara sekian banyak mata pelajaran yang lain. Dikarenakan, PJOK dalam proses pembelajarannya menggunakan aktivitas fisik sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini tidak ditemukan dan dilakukan dalam disiplin mata pelajaran yang lain di sekolah. Disadari bersama, bahwa saat ini ketika memperbincangkan masalah ‘fisik’, ternyata kita tidak akan berhenti pada persoalan yang sederhana. Fisik atau yang lebih lazim dikenal sebagai ‘tubuh’ bukanlah merupakan sistem biologis dan biomekanis semata. Lebih jauh, ‘tubuh’ juga merupakan hasil konstruksi kultural yang pemaknaannya tidak terhenti pada soal fungsi dan kualitas semata. Tubuh dalam konteks sosial kekinian lebih sarat dengan berbagai tafsir terkait dengan nilai, simbol,  moralitas, maupun berbagai bentuk komodifikasi yang terkadang tanpa perenungan yang mendalam tidak begitu mudah dapat menemukan banyak permasalahan ada di dalamnya.

Dalam uraian modul ini, selanjutnya akan disajikan berbagai elemen-elemen sosial yang berkembang seiring dan melingkupi kehidupan manusia (peserta didik) yang tidak dengan mudah untuk diabaikan begitu saja. Secara nyata, elemen-elemen sosial tersebut hadir, tumbuh dan berkembang mempengaruhi tubuh dalam bergerak dan dipersepsikan. Hal ini tentunya membutuhkan kejelian serta perenungan mendalam untuk menemukan, mencermati, dan mengaitkan berbagai elemen sosial yang kemudian muncul menjadi “isu sosial” dengan proses pembelajaran PJOK di sekolah. Banyak diantaranya yang kemudian menjadi daya dukung, namun tidak jarang yang justru akhirnya menjadi masalah. Untuk itu, berbagai macam isu sosial yang akhirnya dipilih untuk disajikan dalam modul ini, dipilih berdasarkan probabilitas yang seringkali muncul dalam konteks ke-Indonesiaan.

Konteks demografi Indonesia yang begitu majemuk, memungkinkan bahwa isu-isu sosial yang dimunculkan dalam modul ini akan relevan di suatu daerah, namun bisa jadi menjadi tidak relevan bagi situasi demografis yang lain. Untuk itu, para rekan guru (pembaca) seyogyanya tidak harus gelisah seandainya isu yang diangkat tidak relevan dengan konteks pembaca. Dengan kata lain, beberapa materi dalam modul ini tidak disusun berdasarkan sistematika prerequisit yang berkesinambungan antara isu yang satu dengan isu yang lain. Dalam kelompok kelas dengan basis demografis yang cenderung homogen, dapat memilih tema pembelajaran yang relatif relevan. Selain itu, sangat memungkinkan banyak isu-isu sosial yang berkembang dalam konteks masyarakat namun belum tertampung dalam materi modul ini. Namun, dengan memahami beberapa hal terkait isu sosial yang berkembang dan mempengaruhi proses pembelajaran PJOK di sekolah, diharapkan selanjutnya para Ibu/Bapak guru akan memiliki kepekaan dan ketajaman analisis untuk dapat membantu penyelesaiannya. Dengan demikian, diharapkan nantinya proses pembelajaran PJOK di sekolah-sekolah akan menjadi lebih efektif dan bermakna.