Masa pandemi Covid-19 tidak berarti upaya penyebaran informasi mengenai zero waste cities berhenti dilakukan. Kampanye tetap kami lakukan dengan beberapa penyesuaian untuk memastikan petugas pengumpul sampah, edukator, warga dan juga staf kami tetap terlindung.
Salah satu alternatifnya adalah dengan membuat video instruksi mengenai proses edukasi rumah ke rumah dan pengumpulan terpilah. Sehingga edukator dan warga masih tetap bisa mendapat informasi dengan kontak fisik yang minim. (GAIA)
Menjadi narasumber terkait zero waste cities pun tetap dilakukan secara daring. Program KOTAKU di Lampung Tengah mengundang Melly Amalia selaku Project Manager Zero Waste Cities sebagai salah pembicara di acara Diskusi Tematik “Kampung Hijau untuk Mewujudkan Lingkungan Bebas Sampah”, tanggal 12 November 2020. Membawakan materi tentang program Zero Waste Cities dan tahapan-tahapan yang ada di dalamnya. Acara tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lampung Tengah dan Novi Kartika Sari, dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sumatera (ITERA).
Teens Go Green mengundang Anilawati Nurwakhidin, Koordinator Humas Program Zero Waste Cities, sebagai pembicara di rangkaian Kelas Belajar Lingkungan dengan tema Kelas Isu Sampah pada tanggal 29 November 2020. Di kesempatan itu, Anil bercerita tentang masalah-masalah pengelolaan sampah beserta solusinya, pentingnya peraturan dalam aspek pengelolaan sampah. Juga tentang perkembangan advokasi dan program Zero Waste Cities di beberapa kota. Diakhiri dengan bagaimana anak muda bisa berperan dalam isu sampah.
Tiga tahapan awal (dari sembilan tahapan) dalam program Zero Waste Cities adalah riset kondisi awal dalam sebuah kawasan, merancang sistem pengelolaan sampah di kawasan berdasarkan hasil riset tersebut, dan konsultasi dengan para pemangku kebijakan terkait pengelolaan sampah di kawasan.
Salah satu data yang didapat dari riset kondisi awal adalah berapa banyak sampah yang dihasilkan di kawasan dan apa saja komposisi sampah tersebut. Sebagai contoh, sampah organik di beberapa kawasan yang sudah kami riset merupakan komposisi terbanyak, rata-rata sekitar 50% dari total jenis sampah.
Informasi ini menentukan pilihan cara pengelolaan sampah yang lebih tepat diterapkan dalam suatu kawasan. Dengan mengerahkan upaya lebih besar ke pengelolaan sampah organik di kawasan, maka 50% sampah bisa selesai di sumber. Artinya, suatu kawasan bisa mandiri dalam mengelola sampahnya, tidak tergantung pada TPA yang kapasitas penampungannya sudah semakin kecil, dan beban anggaran pengangkutan sampah yang dibawah ke TPA bisa berkurang.
Dengan data hasil riset yang sama, yaitu jumlah sampah dan komposisi sampah yang dihasilkan, kita bisa menentukan apa saja dan berapa banyak kebutuhan fasilitas dan sarana pengelolaan sampah di suatu kawasan.
Kita juga dapat mengetahui jumlah ideal petugas sampah yang dibutuhkan untuk pengelolaan suatu kawasan.
Tidak aneh ketika kita mendengar keluhan dari warga bahwa sampahnya tidak diambil oleh petugas. Bayangkan, satu orang petugas harus mengumpulkan sampah dari ratusan rumah dalam satu hari. Selain berat, seringkali juga sarana pengumpulannya tidak bisa menampung sampah dari sekian ratus rumah dalam satu kali angkut.
Hal-hal ini yang ingin diantisipasi program Zero Waste Cities. Dengan merencanakan sarana pengelolaan sampah organis yang tersebar dalam suatu kawasan, maka petugas sampah tidak lagi harus mengangkut semua sampah yang dikumpulkan ke TPS terdekat.
Pemilahan sampah dari sumber, dari rumah tangga, akan jauh meringankan beban petugas sampah. Selain bisa mengurangi beban petugas sampah, sampah menjadi lebih tidak bau, mereka juga bisa terhindar dari resiko penyakit akibat sampah yang tercampur.
Menyusul Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Gresik, dan Kota Denpasar. Kini Kabupaten Purwakarta pun mulai menerapkan model program pemilahan sampah dari sumber di di Perumahan Griya Asri, RW 11, Kelurahan Ciseureuh bersama dengan Forum Perempuan Peduli Lingkungan (FPPL).
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta, Acep Yulimulya menambahkan, kegiatan tersebut juga termasuk salah satu program di dinasnya. Yakni, mendorong pengelolaan sampah mandiri, serta mengurangi beban sampah yang hendak dibuang ke TPA Cikolotok.’ (inilahkoran.com).
Sementara inisiasi model zero waste cities di Kabupaten Karawang dilaksanakan di Blok K Perumnas Telukjambe, Desa Sukaluyu, Kecamatan Telukjambe Timur, bekerjasama dengan DLHK Karawang dan KSM Sahabat Lingkungan. Dengan memilah sampah dari rumah, setidaknya dapat mengurangi kiriman sampah residu ke TPA Jalulang yang saat ini telah overload. (radarkarawang.id)