Bekerja sebagai Petugas Sampah : Antara Keinginan dan Keterpaksaan
Pengelolaan sampah yang baik di sebuah wilayah tidak akan lepas dari peran serta para pihak didalamnya. Tak terkecuali para petugas sampah.
Berbekal kemauan dan kebutuhan untuk memenuhi hajat hidup, beberapa orang rela mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk mengangkut sampah dari rumah ke rumah. Seperti yang dilakukan oleh bapak dan ibu yang disebutkan dalam video di atas. Padahal, menjadi petugas sampah bukan pekerjaan yang mudah. Mengangkut sampah dan mendorong gerobak sampah membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Belum lagi ketika harus menghadapi bau busuk yang timbul dari sampah tercampur.
Berhadapan secara langsung dengan sampah, secara otomatis membuat mereka menghadapi resiko kesehatan dan keselamatan kerja. Bau yang tidak sedap, sampah yang kotor dan jorok harus mereka hadapi dan tangani sepanjang hari. Belum lagi bila ada warga membuang benda tajam seperti pecahan kaca atau beling, tusuk sate dan yang lainnya. Beberapa kali mereka harus menahan sakit akibat tertusuk benda tajam tersebut. Dengan adanya resiko tersebut, tidak salah bila para petugas sampah berhak mendapatkan pengakuan dan dukungan dari berbagai pihak serta upah yang layak dalam menjalankan tugas mereka.
Zero Waste Cities mendukung para petugas sampah untuk mendapatkan hak dan pekerjaan yang lebih baik. Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan mendorong penerapan sistem pemisahan sampah sejak dari sumber/rumah di wilayah dampingan. Sistem pemisahan sampah sejak dari sumber/rumah akan membantu meringankan beban para petugas dan mengurangi resiko kesehatan. Tak hanya itu, pemisahan sampah sejak dari sumber/rumah juga memungkinkan sebuah wilayah untuk mengelola sekitar 70% sampahnya dan mengurangi beban pemerintah untuk mengangkut sampah hingga ke TPA.
Para petugas sampah mengaku sangat senang dengan adanya program pemisahan sampah sejak dari sumber/rumah. Sistem tersebut diakui perlu diterapkan secara masif dan berkelanjutan. Namun, penerapan sistem tersebut masih belum cukup. Mereka mengakui membutuhkan pengakuan dan upah yang layak sebagai pekerja formal oleh pemerintah serta jaminan kesehatan agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik lagi sehingga dapat terciptanya lingkungan yang bersih dan bebas dari sampah.
Selain mencampur sampah antara sampah organik dan anorganik, salah satu kebiasaan masyarakat dalam mengelola sampah, khususnya di pedesaan adalah dengan membakarnya. Membakar sampah bagi mayoritas masyarakat masih dianggap sebagai solusi praktis untuk memusnahkan sampah.
Sistem kumpul-angkut-buang di perkotaan dan juga sistem timbun dan bakar di wilayah pedesaan menjadi sistem pengelolaan sampah yang masih dominan dilakukan oleh masyarakat. Hal ini masih menjadi wajar, sebab edukasi pengelolaan sampah yang tepat masih belum tersebar ke seluruh lapisan masyarakat, serta belum adanya ketegasan peraturan yang mengikat yang mewajibkan masyarakat mengelola sampah secara bertanggung jawab.
Pembakaran sampah menimbulkan masalah, baik dari segi aspek lingkungan maupun sosial. Proses pembakaran sampah akan menghasilkan emisi gas karbondioksida, karbonmonoksida dan karbon organik yang berkontribusi terhadap pemanasan global dan kerusakan lingkungan. Dampak sosial juga turut ditimbulkan dari proses pembakaran ini, sebab seringkali warga membakar sampah jauh dari rumahnya, namun asapnya mengganggu tetangga disekitarnya, sehingga proses pembakaran ini sudah seharusnya dihindari dan dicegah.
Pembakaran sampah menjadi satu dari beberapa hal yang harus dihindari dalam pengelolaan sampah. Hal lain yang tak kalah penting untuk dicegah adalah bercampurnya sampah dan pembuangan menuju TPA. Sampah yang tercampur antara sampah organik dan anorganik akan menghasilkan gas metana yang sangat mempengaruhi pemanasan global. Timbulnya gas metana menjadikan sampah sebagai salah satu sumber perubahan iklim dunia. Penjelasan lengkapnya, simak di konten berikut.
SERBA SERBI AKSI DI ZERO WASTE CITIES
Indonesia yang Zero Waste, Mungkinkah?
Penerapan konsep zero waste dibutuhkan agar pengelolaan sampah di kawasan urban bukan hanya semakin ramah lingkungan, tetapi juga kian mendatangkan manfaat ekologis, sosial, dan ekonomi. Tentunya, konsep ini diharapkan dapat terwujud di seluruh kota di Indonesia.
Zero Waste Cities YPBB berkolaborasi dengan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) dalam mewujudkan pengelolaan sampah berdasarkan prinsip desentralisasi di berbagai daerah. Sejak tahun 2017 hingga saat ini, AZWI bersama lembaga anggotanya telah mendampingi 14 wilayah dalam menerapkan tata kelola persampahan yang efektif dan efisien.
Simak selengkapnya mengenai Zero Waste Cities AZWI dalam infografis berikut :
Pengomposan untuk Konservasi Alam di Zero Waste Cities
Konservasi alam bisa dilakukan oleh siapapun dan dimanapun, termasuk penduduk kota. Salah satu caranya dengan melakukan pengomposan sampah organik. Dengan melakukan pengomposan sampah organik yang terpilah kita sama dengan mengembalikan nutrisi ke dalam tanah, sebab bahan-bahan organik yang terkandung dalam sampah organik sangat dibutuhkan untuk kesuburan tanah. Simak selengkapnya di konten berikut :
RTPS : Dokumen Penting dalam Pengelolaan Sampah Kota/Kabupaten
Salah satu kriteria pengelolaan sampah yang baik dalam sebuah wilayah yaitu sesuai dengan kondisi sosiologis dan geografis wilayah tersebut. Penyesuaian dengan 2 kondisi tersebut akan memudahkan sistem tata kelola persampahan yang akan diterapkan. Kondisi sosiologis dan geografis tercantum dalam sebuah dokumen penunjang pengelolaan sampah yang disebut dokumen Rencana Teknis Pengelolaan Sampah (RTPS). Pada bulan Juli lalu, YPBB menyelenggarakan pelatihan penyusunan dan penerapan RTPS dan dihadiri oleh berbagai lembaga termasuk DLH dan Kelurahan dari berbagai daerah. Simak penjelasan pentingnya dokumen RTPS bagi pengelolaan sampah di wilayah dan bagaimana keberjalanan pelatihan tersebut di konten berikut :
Studi Karakter Timbulan Sampah di Desa Jatisari
Zero Waste Cities YPBB bersama Desa Jatisari, Kabupaten Bandung, baru saja menyelenggarakan Studi Karakter Timbulan Sampah atau biasa disebut dengan WACS (Waste Analysis and Characterization Studies). Kegiatan ini dilakukan mulai tanggal 26 hingga 28 Agustus 2022. Studi ini termasuk dalam tahapan penyusunan dokumen RTPS dengan harapan dapat menyusun strategi pengelolaan sampah yang holistik dan berkelanjutan. Informasi selengkapnya dapat disimak pada konten berikut :
SEKILAS INFORMASI YPBB
Rekrutmen YPBB
Komunitas Konsumen Belanja Curah
Rangkuman Kegiatan Zero Waste Cities di 6 Kota/Kabupaten Dampingan YPBB