Proses edukasi juga dilakukan ke masyarakat luas, di luar kawasan dampingan. Webinar Nasional Zero Waste, diselenggarakan oleh Brahmahardhika Mapala FKIP UNS tanggal 20 Desember 2020. Mengundang Abdullah Siregar, staf divisi kampanye zero waste YPBB, memaparkan mengenai dampak plastik dan penerapan gaya hidup zero waste dalam berkegiatan di alam dan sehari-hari.
Melly Amalia, Project Manager Zero Waste Cities, diundang Ikatan Remaja Masjid Ziyaadaturrahman (IRZI) Karang Taruna RW 15 Jatimulya, menjadi narasumber di webinar “Bisakah Jatimulya 2025 Bebas Banjir?”. Di kesempatan ini Melly memaparkan tentang dampak-dampak pengelolaan sampah saat ini dan pentingnya mengurangi, memisah sampah dari sumber dan memanfaatkan sampah.
Ada dua langkah mudah yang bisa dilakukan oleh tiap individu untuk mengelola sampahnya. Pisahkan dan manfaatkan sampah kita. Kedua hal tersebut selalu ditekankan di Pelatihan Zero Waste Lifestyle dari YPBB, juga menjadi bagian dari slogan program pengelolaan sampah di Kota Bandung yaitu Kang Pisman (KurANGi PISahkan dan MANfaatkan).
Kedua langkah tersebut merupakan bagian dari hirarki Zero Waste, yang beberapa tahap di dalamnya diterapkan dalam program Zero Waste Cities.
Kurangi sampah selalu menjadi bagian dalam proses edukasi di program Zero Waste Cities. Terutama dalam penggunaan wadah sampah, hindari penggunaan kantong plastik karena akhirnya akan menambah sampah yang ditimbulkan. Gunakan wadah yang bisa dipakai ulang untuk wadah sampah organik maupun sampah lainnya.
Selain itu tentunya banyak upaya sederhana yang bisa kita lakukan untuk mencegah timbulnya sampah di keseharian kita. Misalnya gunakan tempat minum dan makan yang bisa dipakai ulang, belanja di tempat yang menyediakan produk isi ulang, atau membawa kantong pakai ulang ketika berbelanja.
Manfaatkan dengan mendaur ulang, terutama material organik adalah fokus utama dalam program Zero Waste Cities. 50% dari komposisi sampah yang dihasilkan kebanyakan warga di negara berkembang, termasuk Indonesia, merupakan sampah organik. Sehingga hanya dengan menangani sampah organik di kawasan, maka sampah yang perlu dibawa ke TPA bisa berkurang 50%-nya.
Daur ulang material organik bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari kondisi di kawasan masing-masing. Ada yang menggunakan lubang kompos, lubang biopori, bata terawang, tong komposter, biodigester, maupun memanfaatkan maggot Black Soldier Fly.
Apapun pilihan cara daur ulang material organiknya, prinsipnya sama yaitu membentuk siklus alam yang seimbang. Siklus alam dikatakan seimbang ketika material organis (hewan atau tumbuhan) dapat diuraikan oleh pengurai menjadi bahan baku yang tidak merusak alam.
Untuk mencapai tingkat dan kualitas daur ulang yang tinggi, kuncinya adalah memastikan sampah terpilah sejak dari sumbernya. Tidak hanya itu, dengan memilah sampah, kita juga dapat mengurangi resiko para petugas pengumpul sampah terjangkit penyakit akibat sampah yang tercampur.
Kebanyakan masyarakat masih belum mengerti pentingnya pemilahan di sumber dan dampak positif apa saja yang bisa dihasilkan hanya dari proses memilah sampah di sumber.
Sehingga dalam menerapkan program Zero Waste Cities kami melakukan edukasi dari rumah ke rumah.
Hal-hal ini yang ingin diantisipasi program Zero Waste Cities. Dengan merencanakan sarana pengelolaan sampah organis yang tersebar dalam suatu kawasan, maka petugas sampah tidak lagi harus mengangkut semua sampah yang dikumpulkan ke TPS terdekat.
Kegiatan edukasi rumah ke rumah ini kebanyakan melibatkan kader-kader dalam kawasan sehingga warga lebih mudah menerima program Zero Waste Cities. Selain kader, kami juga kerap dibantu oleh para relawan dalam prosesnya.
“Di sini aku jadi lebih tahu realita pengelolaan sampah di Kota Bandung itu kayak gimana” menurut relawan edukasi Laila Irvina Pramudito.
Di masa pandemi, kami juga melakukan alternatif cara edukasi untuk mengurangi resiko penularan Covid-19. Pemutaran video mengenai proses edukasi rumah ke rumah dan pengumpulan terpilah diputar di lingkup terbatas dalam kawasan, terutama pada pengelola kawasan, juga disebar melalui media daring.
“Pengaruh dari film tersebut, sedikit banyak memberikan gambaran nyata yang selama ini memang saya sendiri pikirkan tentang bagaimana mengelola sampah ini. Jadi referensi, kenapa pengelolaan sampah menjadi masalah utama dalam kehidupan manusia. Kalau kita tidak bergerak di satuan yang terkecil, dari keluarga, RT, RW, ya tidak akan terwujud untuk pengurangan sampah dan yang lainnya. Jadi, dari situ saya mencoba menggerakan RW 14 ini dengan program yang bersinergi dengan YPBB supaya berjalan dengan lancar.” Ujar pak Arif, Ketua RW 14 Sadang Serang.
Selain keterlibatan kader dan relawan, program Zero Waste Cities juga menekankan pentingnya peran serta dari pemerintah dalam menerapkan pengelolaan sampah. Utamanya di kewilayahan seperti Camat dan Lurah sebagai pimpinan dalam sebuah kawasan. Dukungan dan komitmen mereka akan membantu keberlanjutan penerapan pengelolaan sampah di kawasannya.
Penelitian terbaru terkait mikroplastik dilakukan oleh peneliti Italia menunjukkan mikroplastik ditemukan di saluran yang berfungsi sebagai pemberi nutrisi kepada janin didalam perut ibu, plasenta. Ini mengingatkan kita untuk lebih bijak lagi dalam memilih bahan untuk berbagai kebutuhan hidup kita.
Regulasi dan pembiayaan merupakan aspek penting lainnya yang dibahas dalam Zero Waste Cities. Regulasi dan pembiayaan tersebut perlu dibuat berdasarkan kondisi wilayah yang berbeda-beda. Sebagai contoh, wilayah dengan area luas untuk pengelolaan organik di sumber, didorong untuk mewajibkan masing-masing warga mengolah sampah organiknya sehingga yang diangkut ke TPA hanya sampah yang kering, dan akan menurunkan beban secara signifikan.
Menutup tahun 2020, sudah ada 41 RW di Kota Bandung yang menerapkan program pengelolaan sampah di kawasan. 37,65% nya taat memilah dan berhasil mengurangi 21.88% sampah melalui proses zero waste cities. Bagaimana dengan areamu?