Gereja yang Kudus

Dikuduskan dan Dikhususkan oleh Allah

Kudus sebetulnya berarti “yang dikhususkan bagi Tuhan.” Oleh karena itu, pertama-tama istilah kudus atau suci itu menyangkut seluruh bidang keagamaan. Yang kudus bukan hanya orang, tempat, atau barang yang dikhususkan bagi Tuhan, melainkan lingkup kehidupan yang dimiliki oleh Tuhan. Semua yang lain, orang, waktu, atau tempat disebut kudus karena termasuk lingkup kehidupan yang dimiliki oleh Tuhan.

Yang kudus itu adalah Allah. Gereja menerima kekudusan sebagai anugerah dari Allah dalam Kristus oleh iman. Kekudusan tidak datang dari Gereja, tetapi dari Allah yang mempersatukan Gereja dengan Kristus dalam Roh Kudus. Jadi, kekudusan Gereja tidak terutama diartikan secara moral, tetapi secara teologial, menyangkut keberadaan dalam lingkup hidup Allah.

Gereja disebut KUDUS karena Allah yang menjadikannya kudus. Kekudusan Gereja muncul dan bersumber dari kekudusan Allah (Im 19:2). Kekudusan Gereja ini dinyatakan dalam dokumen Lumen Gentium.

Yang menjadi inti kekudusan Gereja adalah pengudusan oleh Roh Kudus dan perjuangan manusia mencapai kekudusan. Perjanjian Baru melihat proses pengudusan manusia sebagai pengudusan oleh Roh Kudus (lih. 1Ptr 1: 2). Dikuduskan karena terpanggil (lih. Rm 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti tanggapan atas karya Allah, terutama dengan sikap iman dan pengharapan. Dengan demikian, ada kerjasama antara Roh Kudus dan manusia untuk mencapai kekudusan. Usaha untuk mencapai kekudusan dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang biasa. Kesucian diwujudkan dalam sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari.

Setiap orang dipanggil untuk menjadi kudus sehingga kesucian Gereja – dan umat yang menjadi anggotanya – diperjuangkan dan dilakukan terus-menerus. Penghayatan akan sifat KUDUS antara lain diwujudkan dengan cara: 1) Menerima sakramen-sakramen; 2) Berdoa; 3) Matiraga, Pantang, dan Puasa; 4) Melayani sesama secara aktif; serta 5) Mengamalkan segala keutamaan.

Pengayaan #4

Untuk lebih memberikan kekayaan wawasan mengenai materi ini, silakan kalian mengakses link berikut ini: https://www.hidupkatolik.com/2020/05/14/44776/semua-orang-perlu-apd-amal-doa-puasa/ dan https://www.hidupkatolik.com/2020/05/13/44736/14-mei-seluruh-umat-manusia-berdoa-dan-berpuasa-paus-tawarkan-cara-lain-berpuasa/ mengenai cara-cara yang dapat ditempuh untuk membangun kekudusan sekaligus solidaritas.

Daftar Pustaka:

Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Penerbit OBOR. 1993.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017.

Komisi Kateketik KWI. Perutusan Murid-murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/SMK. Yogyakarta: Kanisius. 2007.

Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius. 1995.

Konferensi Waligereja Indonesia. Katekismus Gereja Katolik. Ende-Flores: Nusa Indah. 1995.

Mgr. Ignatius Suharyo. The Catholic Way, Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita. Yogyakarta: Kanisius. 2009.

Yoseph Kristianto, dkk. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas XI. Yogyakarta: Kanisius. 2010.