Gereja yang Menguduskan (Liturgia)
Menguduskan melalui Aktivitas Doa
Liturgi merupakan perayaan iman. Perayaan iman tersebut merupakan pengungkapan iman Gereja, di mana orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Tentu saja bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang pokok adalah hati yang ikut menghayati apa yang diungkapkan dalam doa. Kekhasan doa Gereja ini merupakan sifat resminya, sebab justru karena itu Kristus bersatu dengan umat yang berdoa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat menjadi doa seluruh Gereja sebagai mempelai Kristus, berdoa bersama Kristus, Sang Penyelamat, sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat. Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat manusia.
Melalui bidang ini, Gereja menampakkan tugas menguduskan melalui kegiatan yang menampakkan sisi kekudusan, yaitu doa. Dasar bidang Liturgia adalah Kis 2: 41-47. Doa adalah tindakan kesalehan dan usaha penyatuan diri manusia dengan Allah untuk memohon karunia dari Allah serta bentuk komunikasi antara manusia dan Tuhan. Doa berakar dari kehidupan nyata. Doa selalu merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup yang nyata ini. Dalam dialog tersebut, kita dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Bagi umat Kristiani, dialog ini terjadi di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara kita dalam berkomunikasi dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat dialog antar pribadi dengan Allah. Doa perlu dipupuk sejak dini. Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Orangtua Katolik harus belajar membentuk keluarga mereka sebagai Gereja domestik, Gereja rumah tangga, di mana Allah dihormati, hukum-Nya ditaati, doa menjadi sebuah kebiasaan, keutamaan diajarkan dengan perkataan dan perbuatan, serta setiap pribadi membagikan harapan, persoalan, dan beban satu sama lain.”
Ada beberapa fungsi doa, antara lain 1) mengkomunikasikan diri kita kepada Allah; 2) mempersatukan diri kita dengan Tuhan; 3) mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan; 4) membuat cara pandang baru terhadap hidup dan karya kita sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata iman; serta 5) mengangkat setiap karya kita menjadi karya yang bersifat apostolik atau kerasulan. Bagaimana cara syarat berdoa yang baik? Doa yang baik dapat dilakukan dengan cara didoakan dengan hati, berakar dan bertolak dari pengalaman hidup serta diucapkan dengan rendah hati. Kitab Suci memberikan cara berdoa yang baik, yaitu dengan cara berdoa secara batiniah, sederhana dan jujur seperti yang dikutip berikut ini “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamar … Lagi pula dalam doamu janganlah kamu bertele-tele …” (lih. Mat 6: 5-7).
Ada tiga jenis doa, yaitu: 1) doa pribadi; 2) doa devosi; dan 3) doa liturgis. Doa Pribadi diungkapkan secara pribadi, muncul dari kedalaman hati seseorang, dan biasanya berdasar pada pengalaman pribadi masing-masing orang. Doa pribadi didukung oleh doa-doa dasar dari berbagai buku liturgi. Doa Devosi berarti 1) suatu sikap batin yang berupa penyerahan seluruh pribadi kepada Allah dan kehendakNya sebagai perwujudan cinta kasih; atau 2) kebaktian khusus kepada berbagai misteri iman yang dikaitkan dengan pribadi tertentu. Devosi diarahkan kepada Allah melalui orang kudus tertentu atau peristiwa yang berhubungan dengan orang kudus. Doa Liturgis adalah perayaan resmi yang digunakan oleh Gereja untuk mengungkapkan iman dalam kebersamaan dengan seluruh umat Allah. Yang termasuk doa liturgis adalah 1) Ibadat, 2) Perayaan Sakramen, dan 3) Perayaan Sakramentali.
Doa Liturgis #1: Ibadat
Doa Liturgis yang pertama adalah Ibadat. Ibadat adalah bentuk doa resmi yang diselenggarakan sebagai perayaan bersama dan dihadiri jemaat beriman yang ikut serta secara aktif. Ada tiga jenis Ibadat Gereja menurut waktu pelaksanannya, yaitu 1) Ibadat menurut Lingkaran Harian; 2) Ibadat menurut Lingkaran Mingguan; dan 3) Ibadat menurut Lingkaran Tahunan.
Menurut Lingkaran Harian, ada tujuh macam ibadat, yaitu 1) Ibadat Bacaan; 2) Ibadat Pagi; 3) Ibadat Siang yang terdiri dari tiga waktu pelaksanaan: Menjelang Siang (pukul 09.00), Siang (pukul 12.00), Menjelang Sore (pukul 15.00); 4) Ibadat Sore; dan 5) Ibadat Penutup. Hal ini disesuaikan dengan kebiasaan Gereja awal yang mempunyai tata waktu dalam pengaturan doa. Para imam, bruder dan suster sampai sekarang masih memiliki kebiasaan doa harian ini dengan cara mendasarkan Ibadat Harian. Ibadat Harian ini seringkali dikenal dengan Doa Brevir.
Ibadat menurut Lingkaran Mingguan dilaksanakan pada hari Minggu sebagai pengganti Perayaan Ekaristi Mingguan. Di tempat-tempat yang tidak terjangkau pelayanan imam secara rutin setiap hari Minggu atau tidak dapat mengikuti Perayaan Ekaristi Mingguan, sebaiknya diadakan Ibadat Mingguan ini. Ada banyak tempat yang tidak terjangkau oleh pelayanan Perayaan Ekaristi Mingguan. Untuk menggantikan Ekaristi itu, umat kemudian dapat melaksanakan Ibadat Lingkaran Mingguan yang biasanya dipimpin oleh pemuka jemaat setempat.
Ibadat menurut Lingkaran Tahunan dilaksanakan sesuai dengan tata waktu liturgi yang ada dalam Gereja Katolik. Lingkaran Tahunan merupakan “wadah” pelaksanaan penyelamatan Allah. Ada beberapa masa dalam Lingkaran Tahunan, yaitu Masa Adven, Masa Natal, Masa Prapaska, Masa Paska, dan Masa Biasa. Buku Puji Syukur menyediakan doa-doa yang bisa digunakan selama masa-masa khusus tersebut. Doa-doa tersebut menandai bahwa umat sedang mengalami masa yang dikhususkan oleh Gereja Katolik.
Doa Liturgis #2: Sakramen
Doa Liturgis yang kedua adalah Sakramen. Sakramen berarti tanda kelihatan yang ditetapkan oleh Kristus dalam memberikan rahmat dari Allah untuk menyelamatkan manusia. Ada tujuh perayaan sakramen, yaitu 1) Baptis, 2) Ekaristi, 3) Penguatan, 4) Tobat, 5) Perkawinan, 6) Imamat, dan 7) Pengurapan Orang Sakit.
Jumlah tujuh pada sakramen pertama kali ditetapkan oleh keputusan Konsili Lyon II (1274). Jumlah tujuh ini ditetapkan kembali oleh keputusan Konsili Florenz atau Firenze (1439) dan diteguhkan oleh keputusan Konsili Trente (1547). Sakramen merupakan karya penyelamatan Allah dalam hidup manusia. Penjelasan yang paling baik untuk memahami hubungan sakramen dan perjalanan hidup manusia diungkapkan oleh Thomas Aquinas (1225-1274). Berikut ini adalah pendapat Thomas Aquinas tentang sakramen, yaitu: 1) Sakramen diadakan Tuhan untuk menyempurnakan dan menyembuhkan jiwa manusia; 2) Sakramen dilihat dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan manusia yang setiap kali perlu disempurnakan dan disembuhkan; 3) Sakramen bermakna bagi kehidupan manusia. Hubungan sakramen dengan hidup manusia dapat dilihat sebagai berikut:
Baptis dilihat sebagai kelahiran kembali jiwa sebagai manusia baru.
Penguatan memberikan pertumbuhan dan kekuatan dalam Roh Kudus.
Ekaristi memberikan kekuatan dan makanan bagi jiwa.
Tobat memberikan penyehatan kembali jiwa yang sakit.
Pengurapan Orang Sakit memberikan kesembuhan dan kekuatan serta persiapan manusia bagi kemuliaan bersama Allah.
Tahbisan menganugerahkan kepemimpinan dan pelayanan Gereja.
Perkawinan dikaitkan dengan kebutuhan pelipatgandaan dan perkembangan warga Gereja.
Ada pertanyaan yang sering diajukan kepada Gereja Katolik tentang hubungan Yesus Kristus dan Sakramen, yaitu Apakah Yesus menetapkan sakramen-sakramen? Melalui pertanyaan ini, ada orang yang mempermasalahkan penetapan sakraman-sakramen Gereja oleh Yesus karena Kitab Suci tidak menyebut secara eksplisit bahwa Yesus menghendaki sakramen-sakramen kecuali Ekaristi dan Baptisan. Bagaimana kita bisa menjawab pertanyaan tersebut? Kitab Suci memberikan jawaban karena Kitab Suci mewartakan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Yesus. Perkataan dan perbuatan Yesus menjadi latar belakang dan pangkal tolak sakramen Gereja. Beberapa kutipan Kitab Suci yang mendasari penetapan sakramen-sakramen dapat dilihat sebagai berikut:
Penetapan Baptis dirunut dari pengalaman Yesus menerima pembaptisan (Mat 3:13-16) dan warisan kehidupan Gereja Perdana (1 Kor 1:14-26)
Selain Perjamuan Terakhir, penetapan Ekaristi dapat dirunut dari praktek perjamuan makan Yesus bersama orang-orang miskin dan berdosa demi keselamatan bagi semua orang (1 Kor 11:24; Luk 22:19).
Pemberian Roh Kudus pada para murid menjadi pendasaran ditetapkannya Penguatan (Yoh 20:22). Hubungan Baptis dan Penguatan didasarkan pada pencurahan Roh Kudus sewaktu Yesus dibaptis.
Penetapan Tobat dapat dihubungkan dengan sabda pengampunan yang keluar dari mulut Yesus sebagai petunjuk bahwa Ia berkuasa untuk mengampuni dosa (Mrk 2:5)
Penetapan sakramen Perkawinan kiranya dapat dikaitkan dengan perhatian Yesus yang begitu besar terhadap perkawinan (Yoh 2:1-11; Mat 19:3-12).
Sakramen Tahbisan kiranya dapat didasarkan pada pemilihan kedua belas rasul yang diutus dan diberi kuasa untuk memberitakan Injil (Mrk 3:13-15)
Sakramen Pengurapan Orang Sakit berakar pada pengutusan para murid oleh Yesus bagi penyembuhan orang sakit dengan menggunakan minyak (Mrk 6:13)
Setiap sakramen selalu melibatkan unsur Manusia (Pelayan dan Penerima); Sarana-sarana (Unsur dan Tindakan); serta Kata-kata (Rumusan Resmi).
Sakramen selalu dilakukan dalam suatu tata liturgi atau perayaan tertentu karena perayaan sakramen merupakan peristiwa perjumpaan dan komunikasi antara Allah dan manusia yang terwujud dalam perjumpaan pelayan, penerima, sarana-sarana yang digunakan, dan kata-kata yang diucapkan. Pelayanan sakramen terjadi dalam dialog dan hubungan kesalingan. Pelayan dan penerima harus mempunyai pemahaman yang benar terhadap suatu sakramen agar sakramen itu sah dan berdayaguna. Pelayan Utama sakramen adalah Kristus. Pelayan manusiawi bertindak atas nama Gereja yang diberi kuasa oleh Kristus sendiri. Pelayanan sakramen terjadi di tengah jemaat dan sakramen dirayakan bersama dengan umat beriman. Iman menduduki peran penting dalam sakramen karena iman memampukan sakramen itu membawa keselamatan kepada manusia yang menerimanya.
Dalam sakramen, ada istilah Simbol Sakramental. Simbol Sakramental adalah benda, tindakan, maupun kata-kata yang digunakan dalam sebuah sakramen. Ada dua Simbol Sakramental, yaitu Materia Sacramenti dan Forma Sacramenti. Materia Sacramenti terdiri dari 1) Materia Remota dan 2) Materia Proxima. Materia Remota adalah unsur-unsur alami yang digunakan dalam sakramen-sakramen. Materia Proxima adalah tindakan manusia yang digunakan dalam sakramen-sakramen. Pembedaan ini sudah ada sejak tahun 1150 dan dikembangkan lagi oleh Johannes Duns Scotus (1265-1308). Salah satu materia dalam sakramen adalah minyak. Dalam tradisi Gereja, ada 3 jenis minyak: 1) Oleum Cathecumenorum (OC) atau Oleum Sanctorum (OS) untuk keperluan pembaptisan; 2) Sanctum Chrisma (SC) untuk sakramen krisma, tahbisan, serta pemberkatan benda-benda suci dalam Gereja, misalnya altar, lonceng, dan dinding; 3) Oleum Infirmorum (OI) untuk keperluan sakramen pengurapan orang sakit. Pemakaian unsur dan tindakan manusia (Materia) dalam sakramen harus disertai dengan Forma Sacramenti. Forma Sacramenti adalah kata-kata tertentu sebagai rumusan resmi hasil penetapan tradisi Gereja yang diucapkan untuk meneguhkan penerimaan suatu sakramen.
Setiap sakramen memiliki peran dan makna tersendiri. Oleh karena sakramen dalam Gereja Katolik menduduki tempat penting dalam kehidupan manusia, penerimaan sakramen-sakramen tersebut harus didahului persiapan. Berikut ini adalah pengelompokan sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik:
Sakramen Inisiasi adalah sakramen yang menandai bergabungnya seseorang dalam Gereja Katolik secara penuh. Sakramen-sakramen ini menjadi dasar hidup bagi orang Katolik. Yang termasuk Sakramen Inisiasi adalah Baptis, Ekaristi, dan Penguatan.
Baptis
Dalam keadaan biasa, yang menjadi pelayan sakramen adalah Uskup, Imam, dan Diakon. Dalam keadaan luar biasa, yang menjadi pelayan adalah orang yang mempunyai intensi yang benar untuk membaptis.
Yang menerima sakramen ini adalah orang atau anak yang belum dibaptis, mau beriman, bertobat, dan menjadi anak Allah serta sudah mengikuti pelajaran agama. Dalam hal baptis bayi, orang tua menjadi penanggungjawab utama keputusan iman anak sekaligus menjadi pembina iman mereka.
Benda yang digunakan antara lain adalah air, minyak, lilin, sedangkan tindakan yang dilakukan adalah penuangan air pada dahi. Kata-kata resmi yang diucapkan adalah “…(Nama)…, aku membaptis kamu dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus.”
Tahap penerimaan Sakramen Baptis meliputi 4 Masa dan 3 Tahap Upacara yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Masa I (Masa Pra Katekumenat) – masa bagi calon untuk mempersiapkan diri memasuki masa pembelajaran sebelum baptis yang diakhiri dengan Upacara Tahap I yaitu Pelantikan Katekumen; 2) Masa II (Masa Katekumenat) – masa bagi calon untuk mengikuti pembelajaran agama dan diuji oleh pastor paroki yang diakhiri dengan Upacara Tahap II yaitu Pengukuhan Katekumen Terpilih; 3) Masa III (Masa Persiapan Penerimaan Sakramen) – masa bagi calon untuk mempersiapkan diri menerima sakramen yang diakhiri dengan Upacara Tahap II yaitu Penerimaan Sakramen. Dalam penerimaan sakramen, calon didampingi oleh wali baptis yang mempunyai tanggung jawab – bersama orangtua – ikut membina calon tersebut dalam hal iman; dan 4) Masa IV (Masa Mistagogi) – masa bagi calon untuk memantapkan dan memperdalam penghayatan imannya dalam Gereja Katolik Catatan: Untuk baptisan bayi, tahap persiapan diikuti oleh orangtua calon baptisan melalui rekoleksi orangtua calon baptisan. Setelah dibaptis, orangtua bertanggungjawab untuk mendidik anaknya dalam iman Katolik.
Sakramen Baptis berperan sebagai dasar dari seluruh sakramen. Menjadi syarat mutlak untuk menerima sakramen-sakramen lainnya. Bersama-sama dengan Ekaristi dan Penguatan menjadi Sakramen Inisiasi yang menandai kepenuhan penerimaan sebagai anggota Gereja.
Makna Sakramen Baptis adalah melalui baptis, mengangkat seseorang menjadi anak Allah.
Ekaristi
Yang menjadi pelayan sakramen adalah Imam dan Uskup. Yang dianggap sebagai pelayan penerimaan komuni biasa adalah Uskup, Imam, Diakon, sedangkan yang dianggap sebagai pelayan penerimaan komuni luar biasa adalah orang awam yang diberi kuasa resmi oleh Gereja seperti prodiakon.
Yang menerima sakramen ini adalah orang yang dibaptis, sudah menerima Komuni pertama, dan tidak mendapat halangan untuk menerima sakramen.
Benda yang digunakan adalah roti dan anggur, sedangkan tindakan yang dilakukan adalah konsekrasi atas roti dan anggur serta penerimaan komuni. Kata-kata yang digunakan adalah seluruh Doa Syukur Agung
Tahap persiapan untuk menerima Komuni Pertama dilakukan melalui pelajaran Komuni Pertama. Dalam persiapan itu, calon diberi pemahaman seputar iman Katolik mengenai sakramen Ekaristi. Sebelum menerima komuni pertama, calon diberi kesempatan mengakukan dosa untuk pertama kalinya. Tahap persiapan untuk menerima komuni dalam Perayaan Ekaristi harian atau Mingguan dilakukan dengan menyiapkan batin untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus. Tradisi mengajarkan kita untuk tidak makan dan minum – kecuali air putih – satu jam sebelum mengikuti Perayaan Ekaristi. Orang yang sedang sakit tidak diwajibkan untuk melakukan persiapan tersebut. Setelah Perayaan Ekaristi, orang diharapkan dapat melakukan tindakan-tindakan yang dijiwai oleh semangat Kristus yang diterima melalui Tubuh dan Darah.
Sakramen Ekaristi berperan sebagai tanda bagi seorang beriman untuk ambil bagian dalam persekutuan. Bersama-sama dengan Baptis dan Penguatan menjadi Sakramen Inisiasi.
Makna Sakramen Ekaristi adalah melalui Ekaristi, orang diajak untuk terlibat dalam perayaan Gereja secara sadar dan aktif. Ekaristi menguatkan seseorang dengan santapan rohani berupa Sabda Allah dan komuni suci.
Penguatan
Dalam keadaan biasa. yang menjadi pelayan sakramen adalah Uskup. Dalam keadaan darurat, bisa diterimakan oleh imam yang mendapat kuasa dari Uskup atau yang menjadi Pejabat Wilayah setempat.
Yang menerima sakramen ini adalah orang yang telah dibaptis dan belum pernah menerima penguatan serta mau mengarahkan diri hidup dalam rahmat penguatan.
Benda yang digunakan adalah minyak, sedangka tindakan yang dilakukan adalah penumpangan tangan dan pengurapan minyak krisma. Kata-kata yang diucapkan adalah “…(Nama)…, terimalah tanda karunia Roh Kudus”
Tahap persiapan untuk menerima Sakramen Penguatan dilakukan melalui pelajaran persiapan penerimaan Sakramen Penguatan. Dalam persiapan itu, calon diberi pemahaman seputar iman Katolik mengenai sakramen Penguatan dan tugas orang yang dianggap dewasa dalam iman. Sebelum menerima Penguatan, calon diberi kesempatan mengakukan dosa. Setelah menerima Sakramen Penguatan, orang diharapkan mampu bersikap dewasa dalam iman melalui kehidupannya dalam Gereja maupun masyarakat.
Sakramen Penguatan berperan sebagai tanda kedewasaan rohani seorang beriman. Bersama-sama dengan Baptis dan Ekaristi menjadi Sakramen Inisiasi.
Makna Sakramen Penguatan adalah melalui Penguatan, orang dianggap dewasa dalam iman dan dianggap mampu untuk diberi tugas perutusan untuk mewartakan kabar gembira kepada dunia.
Sakramen Penyembuhan adalah sakramen yang memberikan penyembuhan bagi jiwa-jiwa dalam Gereja Katolik. Sakramen-sakramen ini memberikan penyembuhan dan kehidupan baru bagi orang Katolik. Yang termasuk Sakramen Penyembuhan adalah Tobat dan Pengurapan Orang Sakit.
Rekonsiliasi atau Tobat
Yang menjadi pelayan sakramen ini adalah Uskup atau Imam yang ditahbiskan secara sah dan memiliki kuasa untuk menerimakan sakramen rekonsiliasi. Pelayan sakramen ini sering disebut Bapa Pengakuan.
Yang menerima sakramen ini adalah orang yang sudah menerima baptis, berdosa tetapi mau menyesali apa yang telah diperbuat, memperbaiki diri untuk menyongsong hidup yang baik. Penerima sakramen ini sering disebut Peniten.
Benda yang digunakan adalah ungkapan dan pernyataan sesal dan tobat, sedangkan tindakan yang dilakukan adalah pengakuan dosa; penguluran tangan dan berkat dari Bapa Pengakuan atas kepala peniten saat absolusi. Kata-kata yang digunakan adalah “Allah, Bapa yang berbelaskasih, telah mendamaikan dunia dengan diriNya melalui wafat dan kebangkitan PutraNya dan telah mengutus Roh Kudus bagi pengampunan dosa. Melalui pelayanan Gereja, Ia telah menganugerahkan kepada Saudara pengampunan dan damai. Dan dengan ini, melalui kuasa Gereja yang dipercayakan kepada saya, aku melepaskan Saudara dari segala dosa. Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.”
Tahap persiapan untuk menerima Sakramen Tobat dilakukan melalui pemeriksaan batin. Dalam persiapan itu, calon meneliti kehidupannya: mensyukuri hal-hal yang sudah baik dan menyesal atas kekurangan yang dilakukannya. Kekurangan itulah yang kemudian diakukan dalam Sakramen Tobat. Pemeriksaan batin dapat dilakukan melalui 2 cara: Pemeriksaan Batin Pribadi dan Ibadat Tobat. Setelah menerima Sakramen Tobat, orang diharapkan memiliki kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya.
Sakramen Rekonsiliasi berperan sebagai tanda pembaruan hidup bagi seorang beriman.
Makna Sakramen Rekonsiliasi adalah melalui Tobat, orang diajak kembali mendekatkan diri kepada Allah dan sesama. Melalui Tobat, hubungan dengan Allah dipulihkan kembali setelah manusia hidup dalam keadaan berdosa dan jauh dengan Allah.
Pengurapan Orang Sakit
Yang menjadi pelayan sakramen ini adalah Uskup dan Imam.
Yang menerima sakramen ini adalah orang yang sudah dibaptis, sedang menderita sakit dan berada di tengah kemungkinan bahaya kematian, misalnya sakit berat, sedang menyongsong operasi besar, dan lanjut usia.
Benda yang digunakan adalah minyak, sedangkan tindakan yang dilakukan adalah pengurapan pada dahi dan kedua telapak tangan. Kata-kata yang digunakan adalah “Semoga dengan pengurapan suci ini, Allah yang maharahim menolong saudara dengan rahmat Roh Kudus. Semoga Ia membebaskan Saudara dari dosa, menganugerahkan keselamatan, dan berkenan menabahkan hati Saudara”
Tahap persiapan untuk menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit dilakukan melalui pemeriksaan batin. Dalam persiapan itu, calon meneliti kehidupannya: mensyukuri hal-hal yang sudah baik dan menyesal atas kekurangan yang dilakukannya.
Sakramen Pengurapan Orang Sakit berperan sebagai tanda pemberian rahmat Allah dan kesetiakawanan Gereja kepada orang sakit, orang yang sudah tua, orang yang mendekati ajal.
Makna Sakramen Pengurapan Orang Sakit adalah melalui Pengurapan Orang Sakit, seseorang dikuatkan dalam menghadapi penyakit, dimohonkan kesembuhan rohani dan jasmani berkat kemenangan Kristus atas penyakit dan kematian.
Sakramen Pelayanan Persekutuan dan Perutusan adalah sakramen yang memberikan rahmat khusus untuk melayani dan membangun umat Allah dalam Gereja Katolik. Sakramen ini memberikan sumbangan atas pelayanan jemaat dan pembangunan jemaat dalam Gereja Katolik. Yang termasuk Sakramen Pelayanan Persekutuan dan Perutusan ini adalah Perkawinan dan Imamat.
Perkawinan
Yang menjadi pelayan sakramen adalah masing-masing mempelai yang sedang melangsungkan perkawinan. Uskup, Imam, atau Diakon merupakan saksi resmi Gereja.
Yang menerima sakramen ini adalah satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang telah dibaptis dan bebas dari halangan perkawinan.
Benda yang digunakan adalah janji pernikahan dan tindakan yang dilakukan adalah pengucapan atau pernyataan janji pernikahan. Kata-kata yang digunakan adalah “Di hadapan imam dan para saksi, saya …(Nama)… menyatakan dengan tulus ikhlas bahwa …(Nama)… yang hadir di sini sejak saat ini menjadi istri/suami saya. Saya berjanji akan tetap setia kepadanya dalam untung dan malang. Saya mau mencintai dan menghormatinya seumur hidup. Demikian janji saya demi Allah dan Injil Suci ini” yang diucapkan oleh kedua mempelai serta Berkat Mempelai dari saksi resmi Gereja.
Tahap persiapan untuk saling menerimakan Sakramen Perkawinan dilakukan melalui tahap pengenalan satu sama lain, kursus pembinaan hidup berkeluarga, dan penyelidikan kanonik. Melalui ketiga hal itu, kedua calon diharapkan semakin mampu menegaskan keputusan untuk saling menerimakan sakramen dan membangun hidup berkeluarga seumut hidup. Setelah saling menerimakan Sakramen Perkawinan, suami istri diharapkan mampu membangun kehidupan keluarga yang tangguh melalui pengabdian kepada keluarga dan pembinaan lanjut.
Sakramen Perkawinan berperan sebagai tanda persatuan cinta antara suami dan istri sebagai lambang cinta Kristus kepada Gereja.
Makna Sakramen Perkawinan adalah melalui Perkawinan, dua orang – satu laki-laki dan satu perempuan – dikuatkan dalam cinta dan diberi rahmat untuk membangun keluarga dan menerima tanggung jawab untuk memelihara kelangsungan keturunan mereka.
Tahbisan
Yang menjadi pelayan pada tahbisan Imam adalah Uskup. Yang menjadi pelayan pada tahbisan Uskup adalah Uskup pentahbis utama dan dua Uskup pendamping.
Yang menerima sakramen ini adalah laki-laki yang dibaptis dan bebas halangan, selesai studi filsafat teologi, memiliki keutamaan sesuai dengan tahbisan yang akan diterimanya.
Benda yang digunakan adalah minyak, sedangkan tindakan yang dilakukana dalah penumpangan tangan oleh Uskup Pentahbis. Kata-kata yang digunakan adalah Doa Tahbisan yang panjang. Masing-masing tingkatan tahbisan memiliki rumusan doa tahbisan sendiri.
Tahap persiapan untuk menerima Sakramen Tahbisan dilakukan sejak calon memasuki pendidikan calon imam. Setiap tahun – melalui retret – calon memberikan keputusan untuk lanjut menerima Sakramen Tahbisan atau tidak. Keputusan final ditentukan dalam retret sebelum penerimaan Sakramen Tahbisan. Setelah menerima Sakramen Tahbisan, orang diharapkan mampu membangun kehidupan imamat yang tangguh melalui pelayanan kepada umat dan pembinaan lanjut.
Sakramen Tahbisan berperan sebagai tanda pengangkatan seseorang untuk menjadi pemimpin Gereja.
Makna Sakramen Tahbisan adalah melalui Tahbisan, seorang laki-laki diangkat untuk menggembalakan Gereja dengan Sabda dan rahmat Allah.
Dari ketujuh sakramen tersebut, ada tiga sakramen yang hanya diterima sekali seumur hidup, yaitu Baptis, Penguatan, dan Imamat. Ketiga sakramen ini memiliki materai kekal sehingga tidak dapat terhapus dari diri seseorang. Sekali menerima sakramen-sakramen ini, selamanya dia menerima materai dari sakramen tersebut.
Dari ketujuh sakramen-sakramen tersebut, Sakramen Ekaristi merupakan puncak tujuan dan sumber kekuatan kegiatan Gereja. Dalam Ekaristi, umat menimba kekuatan untuk menjalani kehidupan mereka dan menyatukan segala jerih payah yang mereka alami dalam hidup sehari-hari. Dengan demikian, Ekaristi pada hari Minggu dimaknai sebagai wahana untuk mempersembahkan segala jerih payah yang telah dilalui selama seminggu sebelumnya dan untuk memohon rahmat bagi perjuangan hidup di minggu selanjutnya.
Doa Liturgis #3: Sakramentali
Doa Liturgis yang ketiga adalah Sakramentali. Sakramentali adalah tanda-tanda suci, yang memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen, berfungsi mendoakan barang atau orang yang akan digunakan oleh Gereja untuk memohon hal-hal khusus yang bermanfaat bagi kehidupan Gereja, menandakan kurnia-kurnia, terutama yang bersifat rohani, yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja. Beberapa contoh sakramentali adalah Pemberkatan dengan tanda salib pada dahi anak-anak; Pemberkatan atas makanan dan minuman; Doa untuk orang sakit; dan Upacara tunangan. Pelayan upacara sakramentali tidak harus klerus atau orang yang tertahbis. Kaum awam dapat memberikan pelayanan sakramentali karena awam memiliki imamat umum yang diperoleh dalam Sakramen Baptis dan Penguatan.
Adapun penjelasan mengenai 3 jenis Sakramentali tersebut akan dipaparkan sebagai berikut:
Benedictiones Invocativae
Ini merupakan pemberkatan yang tidak mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati, misalnya: pemberkatan alat pertanian, bangunan, kendaraan, benih, sawah, jenazah, orang sakit, dll.
Benedictiones Constitutivae
Ini merupakan pemberkatan yang mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati, misalnya: pemberkatan rosario, busana liturgi, perlengkapan misa, altar, dan lain-lain.
Daftar Pustaka:
E. Martasudjita, Pr. Sakramen-sakramen Gereja, Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius. 2003.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017.
Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia. Puji Syukur, Buku Doa dan Nyanyian Gerejawi Edisi Induk. Jakarta: Penerbit Obor dan Komisi Liturgi KWI. 1994. Cet. ke-III.
Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi. Jakarta-Yogyakarta: Penerbit Kanisius & Penerbit OBOR. 1996.
Thomas P. Rausch. Katolisisme, Teologi bagi Kaum Awam. Yogyakarta: Kanisius. 2001.
Yoseph Kristianto, dkk. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas XI. Yogyakarta: Kanisius. 2010.