Hubungan Gereja dan Dunia

Mengapa Harus Terlibat dalam Dunia?

Gereja Katolik kini telah memiliki pandangan tentang dunia yang jauh lebih positif dari zaman-zaman yang lampau. Berkat pandangan baru itu, hubungan antara Gereja dan dunia menjadi lebih saling menguntungkan. Jadi, hubungan antara Gereja dan dunia memiliki pandangan-pandangan baru yang perlu dipahami.

Gereja Katolik pada zaman modern ini mengajarkan bahwa setiap umat Katolik harus terlibat dalam dunia yang menjadi tempat hidupnya. Mengapa begitu? Manusia adalah zôion politikon (makhluk yang tinggal dalam polis atau tempat hidup tertentu). Manusia dipanggil untuk ikut serta dalam pengembangan masyarakat. Aristoteles menyebutkan bahwa tujuan negara atau masyarakat adalah memungkinkan perihidup yang baik. Sudah selayaknya setiap manusia mengambil bagian dalam tempat hidup di mana dia tinggal. Orang Katolik sebagai bagian dari komunitas manusia harus terlibat dalam masyarakat ikut serta mengatasi persoalan-persoalan yang ada. Monsinyur Soegijapranata pernah mengatakan bahwa umat Katolik itu “alit ning mentes – kecil tetapi berisi.” Orang Katolik harus berani menyumbangkan kebaikan untuk masyarakat.

Sikap Gereja terhadap Perkembangan Dunia di Masa Lampau

Di masa lampau, Gereja sering memandang dunia sebagai tempat yang berdosa, tidak berharga, berbahaya, jahat, tidak termasuk lingkup keselamatan manusia, bahkan men-jadi halangan dan rintangan bagi manusia untuk mencapai keselamatannya sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci (1 Yoh 5:19; Rm 12:2). Pandangan negatif terhadap dunia membuat Gereja sempat terasing dengan dunia. Dunia yang berkembang begitu pesat tidak ditanggapi secara serius oleh Gereja Katolik.

Perkembangan dunia yang sangat pesat dimulai sejak Abad Pencerahan (Rennaisance) dimana manusia mulai berpikir tidak hanya tentang Allah tetapi juga tentang dirinya sendiri. Perkembangan pemikiran Abad Pencerahan telah menghasilkan berbagai terobosan dalam hidup manusia. Perkembangan pemikiran ini telah membuat hidup manusia menjadi lebih modern.

Perubahan pusat pemikiran Abad Pencerahan ditandai dengan ungkapan Rene Descartes, “Cogito ergo sum – Aku berpikir maka aku ada.”

Pemikiran Abad Pencerahan mendorong Francis Bacon mengembangkan metode ilmiah yang diyakini menjadi awal dari aliran Empirisme, aliran pengetahuan yang mengabdikan diri pada berbagai sendi kehidupan masyarakat yang lebih praktis. Berkembangnya aliran Empirisme membuat ilmu pengetahuan praktis, terutama sains dan teknologi maju pe-sat. Banyak ilmuwan yang kemudian membuat penemuan serta teknologi yang memudahkan hidup manusia.

Salah satu penemuan yang mengubah dunia adalah mesin cetak. Johannes Guttenberg membuat terobosan besar yang memung-kinkan setiap orang mendapatkan informasi yang dibutuhkannya dengan cepat.

Penemuan lain yang berhasil mengubah dunia adalah mesin uap karya James Watt. Mesin ini meningkatkan produktivitas industri dan memulai fase Revolusi Industri telah dimulai.

Perkembangan dalam hal pemikiran dan teknologi terus berjalan sehingga mengubah struktur masyarakat dan situasi di dalamnya. Situasi dan struktur yang berubah telah mengubah perilaku manusia. Perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia ini menuntut suatu tanggapan, baik dari masyarakat maupun dari Gereja. Perkembangan dunia yang begitu pesat ini ditanggapi Gereja Katolik secara negatif. Banyak pemimpin Gereja yang menentang berbagai kemajuan yang dialami dunia. Melalui berbagai ajaran yang dikeluarkan, para pemimpin Gereja Katolik "mencurigai" perkembangan yang terjadi di dunia. Tidak jarang ajaran-ajaran yang dikeluarkan merupakan "kutukan" bagi perkembangan dunia. Lambat laun, ajaran yang berupa kutukan itu berubah menjadi penilaian kritis atas yang terjadi dalam dunia. Dokumen yang dapat disebut sebagai contoh penilaian kritis terhadap dunia adalah Mirari Vos (Gregorius XVI – 1832); Syllabus Errorum (Pius IX – 1864); dan Humani Generis (Pius XII – 1950).

Gregorius XVI

Melalui Mirari Vos (1832), ia memberikan kritik terhadap Liberalisme dan ketidakpedulian pada agama .

Pius IX

Melalui Syllabus Errorum (1864), ia mengutuk serangkaian aliran termasuk rasionalisme, liberalisme, dan materialisme. .

Pius XII

Melalui Humani Generis (1950), ia mengritik beberapa pendapat keliru yang berpotensi mengancam serta akan merusak fondasi Doktrin Katolik .

Sikap Baru Gereja terhadap Dunia Modern

Lambat laun, terhadap kemajuan dan perubahan tatanan sosial masyarakat yang sedang berlangsung tersebut, Gereja Katolik – sebagai institusi yang cukup besar di Eropa waktu itu – merasa perlu mengambil sikap. Gereja sadar bahwa dirinya tidak bisa lepas dari perubahan dunia. Para pemimpin Gereja pun mulai terbuka dengan perubahan. Berbagai pandangan baru mulai ditelaah dalam khasanah pengetahuan Gereja sehingga Gereja tidak lagi menjadi lembaga yang picik dan terkungkung dalam pandangannya sendiri. Pandangan Gereja terhadap dunia pun mulai berubah. Berikut ini adalah pandangan baru Gereja terhadap beberapa hal yang ada dunia:

  • Pandangan terhadap Dunia: Dunia merupakan keluarga manusia dengan segala yang ada di sekelilingnya, pentas berlangsungnya sejarah umat manusia yang ditandai oleh usaha manusia dengan segala kekalahan dan kemenangannya. Dunia yang diciptakan dan dipelihara oleh cinta kasih Tuhan Sang Pencipta serta pernah jatuh menjadi budak dosa ini dimerdekakan oleh Kristus yang telah disalibkan dan dibangkitkan untuk menghancurkan kekuasaan setan agar dunia dapat disusun kembali sesuai dengan rencana Allah menuju kesempurnaan.

  • Pandangan terhadap Manusia: Manusia, ciptaan dengan akal budi, kehendak bebas, dan hati nurani memiliki martabat luhur karena diciptakan menurut citra Allah dan dipanggil untuk mengembangkan diri menyerupai Kristus, citra Allah yang utuh.

  • Pandangan terhadap Masyarakat: Manusia membangun persekutuan dengan manusia lain dalam masyarakat sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat. Pribadi manusia dan masyarakat saling bergantung satu sama lain. Melalui masyarakat, manusia mengembangkan diri dan membuat hidupnya lebih baik. Inilah yang dikehendaki Allah agar manusia membentuk satu keluarga. Melalui ajaran-ajaran tersebut, Gereja menanggapi berbagai persoalan sosial aktual yang terjadi di dunia sampai sekarang.

  • Pandangan terhadap Usaha atau Kerja Manusia: Perkembangan dunia di segala bidang memang dikehendaki Tuhan dan manusia dipilih untuk menjadi “rekan kerja” Tuhan dalam melaksanakan kebaikan dunia.

Pandangan-pandangan baru terhadap dunia itu membuat Gereja memiliki hubungan yang baru terhadap dunia. Ada 3 kesimpulan yang dapat diambil berkenaan dengan hubungan antara Gereja dan dunia, yaitu:

  1. Gereja melihat dirinya sebagai “Sakramen Keselamatan” bagi dunia. Gereja menjadi terang, garam, dan ragi bagi dunia. Dunia menjadi tempat atau ladang, tempat Gereja berbakti. Dunia tidak dihina dan dijauhi, tetapi didatangi dan ditawari keselamatan.

  2. Dunia dijadikan mitra dialog. Gereja dapat menawarkan nilai-nilai injili dan dunia dapat mengembangkan kebudayaannya, adat istiadat, alam pikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga Gereja dapat lebih efektif menjalankan misinya di dunia.

  3. Gereja tetap menghormati otonomi dunia dengan sifatnya yang sekuler, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai yang dapat menyejahterakan manusia dan membangun sendi-sendi Kerajaan Allah.

Hubungan Gereja dan dunia merupakan hubungan yang terus menerus berkembang. Gereja pernah memandang dunia sebagai hal yang disingkiri. Sekarang, Gereja memandang dunia sebagai hal yang harus dilibati. Perubahan pandangan ini tentunya akan mengubah sikap Gereja dan umatnya kepada dunia yang ada di sekitarnya.

Daftar Pustaka:

Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. 2001. Cet. XVII.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017.

Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi. Jakarta-Yogyakarta: Penerbit Kanisius & Penerbit OBOR. 1996.

Soegijapranata, A. “Alit Nanging Mentes” dalam PRABA. 5 Djanuwari 1955.

Yoseph Kristianto, dkk. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas XI. Yogyakarta: Kanisius. 2010.