Gereja yang Menjadi Saksi (Martyria)

Bersaksi lewat Tindakan Nyata 

Injil pertama-tama diwartakan dengan kesaksian, yakni diwartakan dengan kata-kata, tingkah laku, dan perbuatan. Para murid Yesus dipanggil supaya mereka menjadi saksi-Nya mulai dari Yerusalem yang kemudian berkembang ke seluruh Yudea dan Samaria, bahkan sampai ke ujung bumi. Menjadi saksi Yesus Kristus pun ada konsekuensinya, mulai dari penolakan hingga tindakan kekerasan. Stefanus merupakan orang pertama yang mengalami penyesahan dan kemudian diakhiri hidupnya oleh kaum Yahudi secara mengenaskan. Bidang Martyria menampakkan Gereja yang bersaksi di hadapan dunia. Yang menjadi isi kesaksian Gereja adalah kabar keselamatan Allah yang dibawa oleh Yesus Kristus dan diteruskan oleh para rasul dan para penggantinya sepanjang zaman. Dasar bidang Martyria adalah Kis 1:6-11.

Bidang Martyria menyatakan bahwa Gereja adalah saksi Kristus yang menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahuinya tentang Kristus kepada orang lain. Kesaksian dapat disampaikan melalui kata-kata, sikap, dan tindakan nyata serta akan lebih bermakna jika dilakukan melalui tingkah laku dan sikap hidup yang berpadanan dengan hidup Yesus. Dari masa ke masa, dimensi martyria sudah dilaksanakan oleh Gereja melalui berbagai macam cara, bahkan tidak jarang sampai mengorbankan nyawa diri sendiri (Kis 5:26-42, Kis 7:1-8:1a). Kesaksian dengan pengurbanan nyawa ini banyak dilakukan oleh orang-orang Katolik sepanjang zaman. Kristus sendiri rela menyerahkan nyawaNya untuk memberikan kesaksian tentang Kerajaan Allah. Menjadi saksi Kristus berarti siap memberikan segala sesuatu termasuk nyawanya sendiri. 

Dalam Gereja Katolik, dikenal istilah MARTIR MERAH dan MARTIR PUTIH. 

Martir Merah

Orang-orang yang melaksanakan kesaksian sampai menumpahkan darahnya demi iman

Martir Putih

Orang-orang yang tetap setia dan teguh dalam kebenaran Allah meskipun tidak sampai menumpahkan darahnya demi iman. 

Dewasa ini, kesaksian hidup menduduki tempat penting. Korupsi, kebohongan publik, pemerasan, kekerasan, ketidakadilan dan praktek menyimpang lainnya tidak cukup dilawan dengan kotbah-kotbah keagamaan, tetapi harus disertai dengan tindakan nyata. Orang Katolik dituntut untuk hidup menurut prinsip-prinsip yang benar. 

Daftar Pustaka:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017.

Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi. Jakarta-Yogyakarta: Penerbit Kanisius & Penerbit OBOR. 1996.

Thomas P. Rausch. Katolisisme, Teologi bagi Kaum Awam. Yogyakarta: Kanisius. 2001.

Yoseph Kristianto, dkk. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas XI. Yogyakarta: Kanisius. 2010.