Hirarki dalam Gereja Katolik

Hirarki: Pemimpin Gereja Katolik

Sebagai sebuah masyarakat, Gereja mengenal tatanan. Selayaknya masyarakat, Gereja juga mengenal sistem kepemimpinan. Sistem kepemimpinan dalam Gereja disebut hirarki. Kata hirarki berasal dari bahasa Yunani “hierarkhia” (aslinya “hierarkhēs”) yang berarti “tatanan atau aturan suci.” Menurut ajaran resmi, struktur hierarkis termasuk hakikat kehidupan Gereja juga. Perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus kepada para rasul akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20) sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Oleh karena itu, dalam himpunan yang tersusun secara hirarkis, para rasul telah berusaha mengangkat para pengganti mereka.

Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa “atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja.” Pengganti mereka, yakni para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir jaman (Lumen Gentium 18). Para rasul berpesan agar para penggantinya menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28; Lumen Gentium 20). Maksud dari “atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja” ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus, timbullah kelompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja Perdana. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran Santo Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.

Cikal Bakal Hirarki

Struktur Hierarkis Gereja sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya serta para imam dan diakon sebagai pembantu uskup. Terbentuknya hirarki dalam Gereja Katolik diawali oleh para rasul. Yang menjadi cikal bakal Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya kelompok itu " mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal 1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor 9:1, 15:9, dsb). Pada akhir perkembangannya, ada struktur dari Gereja binaan Santo Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal “penilik” (episkopos), “penatua” (presbyteros), dan “pelayan” (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.

Klerus sebagai Pemimpin Gereja

Dalam Gereja Katolik, jabatan kepemimpinan dipegang oleh kelompok yang mendapatkan wewenang tersebut melalui dua cara, yaitu Tahbisan dan Pelantikan. Sebelum menerima jabatan yang dilakukan melalui pelantikan, seorang Katolik harus terlebih dahulu menerima jabatan kepemimpinan melalui tahbisan. Cara hidup klerus berakar pada tradisi imamat dalam Perjanjian Lama (Kel 28 – turun temurun). Tradisi ini diperbarui oleh Yesus (Ibr 4:14-5:10 – panggilan Allah).

Ada dua macam klerus, yaitu Klerus Diosesan dan Klerus Religius atau Klerus Ordo yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Klerus Diosesan adalah klerus yang ditahbiskan untuk berkarya di suatu keuskupan tertentu. Ia melayani keuskupan tertentu dan wajib taat kepada Uskup keuskupan itu. Tanda dari klerus diosesan adalah pemakaian tambahan Pr (sering diartikan Praja, tetapi arti sebenarnya adalah Presbyter) di belakang nama pribadinya.

  • Klerus Religius atau Ordo adalah klerus yang berasal dari kaum religius atau religius yang ditahbiskan sebagai klerus namun tetap bergabung sebagai anggota ordo atau kongregasi tertentu. Ia wajib taat kepada Pembesarnya dalam ordo dan kepada Uskup setempat di wilayah dimana ia diutus untuk berkarya. Tanda dari klerus religius atau klerus ordo adalah pemakaian singkatan Ordo yang menaungi di belakang nama pribadinya, misalnya: SJ, OFM, MSF, SCJ, SVD, dan sebagainya.

Tahap menjadi klerus dimulai dengan pendidikan seminari yang berpuncak pada penerimaan Sakramen Tahbisan/Imamat. Sampai sekarang, Gereja menetapkan 3 tingkatan tahbisan, yaitu Diakonat (Diakon), Imamat (Imam), dan Episkopat (Uskup). Orang yang menerima tahbisan tergabung dalam Hirarki Gereja.

Para Diakon

"Pada tingkat hirarki yang lebih rendah terdapat para Diakon, yang ditumpangi tangan 'bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan.' Sebab dengan diteguhkan rahmat sakramental mereka mengabdikan diri kepada Umat Allah dalam perayaan liturgi, sabda dan amal kasih, dalam persekutuan dengan Uskup dan para imamnya" (Lumen Gentium 29)

Para Imam

"Para imam tidak menerima puncak imamat, dan dalam melaksanakan kuasa mereka tergantung dari para Uskup. Namun mereka sama-sama imam seperti para Uskup, dan berdasarkan sakramen Tahbisan mereka ditahbiskan menurut citra Kristus, Imam Agung yang abadi (lih. Ibr 5:1-10; 7:24; 9:11-28), untuk mewartakan Injil serta menggembalakan Umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi, sebagai imam sejati Perjanjian Baru" (Lumen Gentium 28)

Para Uskup

"Diantara pelbagai pelayanan, yang sejak awal mula dijalankan dalam Gereja itu, menurut tradisi yang mendapat tempat utama ialah tugas mereka yang diangkat menjadi Uskup, dan yang karena pergantian yang berlangsung sejak permulaan membawa ranting benih rasuli. Demikianlah menurut kesaksian Santo Ireneus, melalui mereka yang oleh para Rasul diangkat menjadi uskup serta para pengganti mereka sampai akhir zaman kita, tradisi rasuli dinyatakan dan dipelihara diseluruh dunia" (Lumen Gentium 20)

Penjelasan lebih lanjut mengenai tiga jabatan pelayanan yang diterimakan melalui Tahbisan dalam Gereja Katolik tersebut dapat dilihat dalam paparan berikut ini:

Diakon

Diakon adalah pembantu Uskup dalam menjalankan tugas-tugasnya. Mengenai para diakon, Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “Pada tingkat hierarki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan ‘bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan” (Lumen Gentium 29). Mereka adalah pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya. Para uskup mempunyai dua macam pembantu, yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon). Bisa dikatakan juga diakon sebagai "pembantu dengan tugas terbatas". Jadi diakon juga termasuk kedalam anggota hierarki.

Kata “Diakon” berasal dari bahasa Yunani “diakonos” yang berarti “pelayan, penunggu, hamba, pewarta. Arti asli “diakonos” adalah “melalui debu” yang mengacu pada debu yang ditimbulkan oleh hamba atau pewarta yang sibuk. Yang menjadi dasar Kitab Suci untuk jabatan Diakon adalah Kis 6. Tugas Diakon antara lain adalah menerimakan Baptis secara meriah; menyimpan dan membagikan Ekaristi; atas nama Gereja, menjadi saksi pernikahan dan memberkati; mengantarkan komuni suci terakhir kepada orang yang mendekati ajalnya; membacakan Kitab Suci kepada kaum beriman; mengajar dan menasehati umat; memimpin ibadat dan doa kaum beriman; menerimakan sakramentali; serta memimpin upacara jenazah ke pemakaman.

Jabatan diakon biasanya diterimakan kepada pemuda yang akan menerima tahbisan imamat. Tahbisan Diakon diterimakan sebagai tahbisan pertama sebelum tahbisan imamat. Atas izin Tahta Suci, tahbisan diakon juga dapat diterimakan kepada pria-pria yang sudah berkeluarga demi pelayanan kepada jemaat.

Imam

Imam juga membantu Uskup dalam menjalankan tugas-tugasnya. Hal ini muncul karena perkembangan zaman. Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada wilayah yang sekarang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut “pastor kepala” pada zaman itu dan imam-imam disebut “pastor pembantu.” Lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas organisasi dan administrasi yang sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya. Tugas ini begitu menyita waktu sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal jarang kelihatan ditengah-tengah umat. Melihat perkembangan demikian, para imam pun menjadi wakil uskup. “Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka” (Lumen Gentium 28). Imam adalah wakil uskup karena bertindak menggambarkan kehadiran uskup di wilayah paroki yang dipercayakan kepada reksa pastoralnya.

Kata “Imam” berasal dari dua kata, yaitu 1) presbyteros (Yun: πρεσβύτερος) atau presbiter (Latin), berarti penatua dan 2) hiereus (Yun: ἱερεύς) atau sacerdos (Latin), berarti yang mempersembahkan kurban. Oleh karena itu, imam dipahami sebagai pemimpin jemaat sekaligus pelayan sakramen. Yang menjadi dasar Kitab Suci untuk jabatan Imam adalah Kel 28 dan Tit 1:5-6. Meneladan Kristus, imam bertindak sebagai pelayan sakramen sekaligus sebagai pemimpin jemaat. Konsili Vatikan II menyatakan bahwa para imam “ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi.” Tugas imam sama dengan tugas uskup, yaitu mewartakan Sabda Allah melalui mempersiapkan dan merayakan sakramen-sakramen; berdoa; mengunjungi yang sakit; mengunjungi umat; bekerjasama dengan paroki-paroki lain dan dengan berbagai kelompok organisasi merupakan bagian dari pelayanannya; melayani umat yang membutuhkan bantuan; memberi konseling pribadi; dan berperan sebagai pemimpin umat.

Uskup

Pada akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (Lumen Gentium 20) tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena ada duabelas rasul). Yang dimaksud disini bukanlah satu rasul diganti oleh satu orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. Hal tersebut juga dipertegas dalam Konsili Vatikan II (Lumen Gentium 20 dan Lumen Gentium 22). Tegasnya, dewan (sering juga disebut dengan istilah kolegium) para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup karena diterima ke dalam dewan itu. Itulah Tahbisan uskup seperti yang disampaikan oleh Konsili Vatikan, “Seorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan” (Lumen Gentium 22). Untuk mewujudkan sifat kolegial ini, tahbisan uskup selalu dilakukan paling sedikit oleh tiga uskup, sebab tahbisan uskup dapat diartikan sebagai tindakan menerima seorang anggota baru ke dalam dewan para uskup (Lumen Gentium 21).

Bersama dengan Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik, para uskup yang berkedudukan di wilayahnya masing-masing melakukan tugas untuk menggembalakan Gereja. Tugas pokok uskup di tempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan dan para uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (Lumen Gentium 27). Tugas pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka, dalam tiga bidang itu, para uskup untuk wilayahnya masing-masing dan Paus untuk seluruh Gereja menjalankan tugas kepemimpinannya. Konsili Vatikan II menegaskan, “Diantara tugas-tugas utama para uskup, pewartaan Injilah yang terpenting” (Lumen Gentium 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja, uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.

Kata “Uskup” berasal dari kata episcopus (Latin), ἐπίσκοπος – episkopos (Yunani), yang berarti “penilik” atau “peninjau”. Uskup memegang kepenuhan tahbisan dan bertanggungjawab atas pengajaran dan penggembalaan Gereja. Yang menjadi dasar Kitab Suci bagi jabatan Uskup adalah Tit 1:7-9 dan 1 Tim 3:1-7. Jabatan uskup berawal dari duabelas rasul yang menurunkan jabatan ini kepada orang-orang terpilih. Pewarisan jabatan kerasulan dari orang-orang yang sebelumnya menduduki jabatan uskup ini disebut sucessio apostolica. Pewarisan ini dilakukan dengan cara menerima tahbisan dari orang yang sebelumnya telah menerima tahbisan uskup.

Dalam jabatan Uskup, Gereja Katolik memiliki berbagai jenis Uskup yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Uskup Diosesan adalah Uskup yang bertugas memimpin suatu keuskupan (dioses). Keuskupan atau Dioses adalah sebuah wilayah administratif Gereja Katolik yang digembalakan oleh seorang uskup diosesan.

  2. Uskup Agung adalah Uskup yang bertugas memimpin keuskupan agung dan mengetuai suatu provinsi Gerejawi. Provinsi Gerejawi adalah wilayah yang terbentuk dari pengelompokan beberapa keuskupan (dioses). Kedudukan Keuskupan Agung tidak lebih tinggi dari keuskupan lainnya, melainkan berfungsi mempersatukan keuskupan-keuskupan yang berdekatan dan menjadi mitra kerja demi penggembalaan umat yang lebih luas

  3. Uskup Sufragan adalah Uskup yang memimpin keuskupan yang termasuk suatu provinsi gerejawi.

  4. Uskup Metropolitan adalah Uskup yang memimpin keuskupan agung dalam suatu provinsi gerejawi. Istilah ini hanya muncul dalam hubungan antara keuskupan dan keuskupan agung. Istilah ini dipakai untuk menyebut Uskup keuskupan yang termasuk dalam wilayah provinsi Gerejawi tertentu. Uskup Metropolitan dan Uskup Sufragan menjadi mitra dalam penggembalaan umat di sebuah provinsi gerejawi.

  5. Uskup Auxilier (Uskup Bantu) adalah Uskup tambahan yang diangkat oleh Pemimpin Tertinggi Gereja atas permintaan Uskup Diosesan karena kebutuhan pastoral di wilayah administratif suatu keuskupan. Tugas Uskup Auxilier diberikan oleh Uskup Diosesan. Uskup Auxilier tidak memiliki hak untuk langsung menggantikan Uskup Diosesan jika Uskup Diosesan meletakkan jabatan kepemimpinan di wilayah keuskupannya.

  6. Uskup Koajutor adalah Uskup Bantu yang memiliki hak untuk menggantikan Uskup Diosesan jika Uskup Diosesan meletakkan jabatan kepemimpinan di wilayah keuskupannya.

  7. Uskup Militer adalah Uskup yang bertugas menggembalakan orang-orang Katolik di lingkungan militer. Keuskupan militer pertama kali dibentuk oleh Paus Benediktus XV pada 24 November 1917 dan dipercayakan pada Monsinyur Patrick J. Hayes DD. Pelayanan yang diberikan adalah pelayanan rohani kepada para tentara dan keluarga mereka. Di Indonesia, keuskupan militer dibentuk pada 25 Desember 1949 dan dipercayakan pada Monsinyur Albertus Soegijapranata SJ. Sekarang, jabatan Uskup Militer diemban oleh Monsinyur Ignatius Suharyo yang sekaligus menduduki jabatan Uskup Agung Jakarta.

Tradisi Gereja Katolik menyatakan bahwa pemilihan Uskup dimulai ketika sebuah keuskupan mengalami SEDE VACANTE (sede berarti tahta; vacante berarti lowong). Pada masa sede vacante, kepemimpinan berada di tangan KONSULTORES dan atau ADMINISTRATOR. Kondisi semacam ini berakhir ketika ada Uskup baru yang ditunjuk Paus dan ditahbiskan secara sah menurut tatacara Gereja.

Pemilihan Uskup dilakukan secara rahasia. Jadi bukan atas dasar pemungutan suara (voting). Pemilihan Uskup langsung ditangani oleh Paus dan menjadi hak istimewa Paus sehingga Paus berhak memilih siapa saja yang dianggap pantas menduduki jabatan Uskup. Saat suatu wilayah tidak mempunyai Uskup, Nuntius Apostolik (duta besar Paus di wilayah tertentu) akan meminta kepada pelaksana tugas di wilayah itu untuk mengusulkan tiga nama imam yang dicalonkan sebagai Uskup. Pengusulan nama untuk pencalonan Uskup ini disebut terna. Terna kemudian dikirim kepada Nuntius Apostolik. Nama tersebut kemudian disebar dan dimintakan pertimbangan kepada orang yang dipercaya oleh Nuntius Apostolik. Nuntius Apostolik biasanya bertanya apakah ada orang lain yang bisa diusulkan sebagai calon. Daftar nama masih bisa bertambah, bisa menjadi lima, tujuh, atau dua puluh lima. Lalu secara rahasia masing-masing calon diselidiki dengan berbagai macam cara. Kalau penyelidikan sudah dianggap cukup, dipilih 3 nama dari daftar nama yang diselidiki kemudian dikirim ke Vatikan dengan catatan pelengkapnya. Vatikan – dalam hal ini Paus – kemudian menetapkan siapa yang dipilih. Setelah pasti siapa yang ditunjuk, Vatikan mengumumkan secara resmi. Sebelum bertugas, calon Uskup harus mendapat Tahbisan Uskup yang diterimakan oleh Uskup yang ditunjuk oleh Vatikan.

Jabatan Uskup ditandai dengan atribut tertentu, terutama Coat of Arms atau lambang jabatan yang merupakan simbol pribadi Uskup. Unsur tetap dalam sebuah Coat of Arms ada lima unsur, yaitu 1) Topi, 2) Salib, 3) Perisai, 4) Simpul; dan 5) Pita Bertuliskan Motto Pelayanan. Tingkatan Uskup dapat dilihat melalui simpul pada Coat of Arms. Simpul tiga tingkat menunjukkan jabatan Uskup dan simpul empat tingkat menunjukkan jabatan Uskup Agung.

Tugas Uskup adalah mempersatukan umat melalui pengajaran, pengudusan, dan penggembalaan. Para Uskup bersama-sama membentuk persekutuan yang disebut Kolegium Para Uskup yang menjalankan tugas pelayanan kepada jemaat dalam kesatuan dengan Uskup Roma sebagai pemimpin Gereja universal. Uskup yang sudah mencapai usia 75 tahun atau yang sudah mengalami sakit berat disarankan untuk mengajukan pensiun kepada Paus (KHK 1983 Kan. 401 - § 1). Uskup yang mengakhiri jabatan karena pensiun atau sakit dengan persetujuan Paus mendapat gelar emeritus dari keuskupannya serta memiliki hak untuk tinggal di keuskupan dimana dia sudah memberikan pelayanan atau tinggal di tempat lain yang ditentukan oleh dirinya sendiri atau Tahta Suci (Kan. 402 - § 1).

Contoh Lambang Jabatan Uskup

Monsinyur Robertus Rubiyatmoko - Uskup Agung Semarang sejak 2017

Monsinyur Petrus Boddeng Timang - Uskup Banjarmasin sejak 2008

Monsinyur Pius Riana Prabdi - Uskup Ketapang sejak 2012

Monsinyur Yohanes Pujasumarta - Uskup Agung Semarang 2011-2015

Selain jabatan yang diterimakan melalui Tahbisan, Gereja Katolik juga memiliki jabatan yang diterimakan melalui Pelantikan. Dua jabatan yang diterimakan melalui Pelantikan adalah Kardinal dan Paus.

Para Kardinal

"Para Kardinal Gereja Romawi Kudus membentuk Kolegium khusus yang berwenang menyelenggarakan pemilihan Paus menurut norma hukum khusus; selain itu para Kardinal membantu Paus, baik dengan bertindak secara kolegial, bila dipanggil berkumpul untuk membahas masalah-masalah yang sangat penting, maupun sendiri-sendiri yakni dengan aneka jabatan yang mereka emban, membantu Paus terutama dalam reksa harian seluruh Gereja." (Kitab Hukum Kanonik Kanon 349)

Paus

"Uskup Gereja Roma, yang mewarisi secara tetap tugas yang diberikan oleh Tuhan hanya kepada Petrus, yang pertama di antara para rasul, dan harus diteruskan kepada para penggantinya, adalah kepala Kolegium para Uskup, Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal di dunia ini; karena itu berdasarkan tugasnya dalam Gereja ia mempunyai kuasa berdasar jabatan, tertinggi, penuh, langsung dan universal yang selalu dapat dijalankannya dengan bebas" (Kitab Hukum Kanonik Kanon 331)

Penjelasan lebih lanjut mengenai dua jabatan pelayanan yang diterimakan melalui Pelantikan dalam Gereja Katolik tersebut dapat dilihat dalam paparan berikut ini:

Kardinal

Jabatan Kardinal biasanya diberikan kepada seseorang yang sudah menerima tahbisan imam atau uskup dan dilantik oleh Paus menjadi pemegang jabatan senior, penasihat, dan pembantu Paus dalam tugas reksa harian seluruh Gereja. Orang-orang yang dipilih menjadi kardinal bergabung dalam Kolegium Para Kardinal. Kardinal memiliki tugas menjadi dewan pertimbangan bagi Paus. Dalam situasi kekosongan tahta Paus, kardinal yang memenuhi syarat diberi wewenang untuk memilih Paus baru. Dewasa ini, para kardinal dipilih dari uskup-uskup dan juga beberapa imam dari seluruh dunia. Jabatan kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan yang sangat istimewa karena jabatan ini hanya boleh diberikan oleh Paus. Kata “kardinal" berasal dari bahasa Latin cardo (yang secara harafiah berarti engsel), yang berarti “utama” atau “pemimpin.” Acara khusus yang dipakai Paus untuk memilih kardinal disebut Konsistori. Jabatan kardinal ditandai dengan Coat of Arm yang sama dengan jabatan Uskup, namun yang berbeda adalah simpul yang digunakan dalam lambang tersebut, yaitu simpul 5 tingkat.

Secara umum, ada 3 jenis kardinal, yaitu: 1) Kardinal Uskup, 2) Kardinal Imam, dan 3) Kardinal Diakon. Adapun penjelasannya dapat dipaparkan sebagai berikut.

  1. Kardinal Uskup adalah kardinal paling senior yang diangkat menduduki jabatan tituler Uskup pada salah satu keuskupan sekitar Roma atau kardinal yang mendapatkan gelar tahta suburbikaris Roma. Jabatan tituler memungkinkan seorang pejabat Gereja untuk tidak secara langsung menjalankan tugas administratif pada jabatan yang mereka emban. Kardinal Uskup mendapatkan gelar kehormatan pada tahta suburbikaris yang diberikan kepada mereka, tetapi tugas mereka dijalankan oleh pejabat Gereja yang lain. Tahta suburbikaris adalah tahta keuskupan yang berada di sekitar keuskupan Roma. Ada tujuh tahta suburbikaris yaitu 1) Ostia, 2) Albano, 3) Porto Santa Rufina, 4) Sabina - Poggio Miterto, 5) Velletri-Segni, 6) Frascati, dan 7) Palestrina. Enam tahta suburbikaris langsung diberikan kepada masing-masing Kardinal Uskup. Namun, satu tahta, yaitu Tahta Ostia, diberikan kepada Kardinal Uskup yang menjabat Dekan Para Kardinal. Dekan Para Kardinal dipilih dari salah satu kardinal yang memiliki gelar Kardinal Uskup dari ritus Barat. Jadi, ada tujuh tahta suburbikaris dan enam Kardinal Uskup dari ritus Barat karena kardinal yang menjabat Dekan Para Kardinal mengemban dua tahta yaitu tahta yang sejak semula yang diberikan kepadanya dan tahta Ostia. Padatnya kegiatan Kardinal Uskup membuat tahta keuskupan suburbikaris yang mereka miliki sekarang dikelola Uskup Diosesan. Sekarang, yang menduduki jabatan Kardinal Uskup dan mendapatkan tahta suburbikaris adalah 1) Giovanni Battista Re, Kardinal Uskup Ostia dan Sabina-Poggio Mirteto yang menjadi Dekan Kolegium Para Kardinal; 2) Angelo Sodano, Kardinal Uskup Albano; 3) Beniamino Stella, Kardinal Uskup Porto Santa Rufina; 4) Jose Saraiva Martins, Kardinal Uskup Palestrina; 5) Tarcisio Bertone, Kadinal Uskup Frascati; 6) Francis Arinze, Kardinal Uskup Velletri-Segni. Selain enam kardinal pengemban tahta suburbikaris, diangkat juga Kardinal Uskup dari ritus Timur. Pengangkatan para kardinal dari ritus Timur ini diatur oleh Motu Poprio Ad Purpuratorum Patrum Paulus VI, “Patriark Ritus Timur diberi gelar Kardinal Uskup dan menduduki urutan setelah keenam kardinal pemegang tahta suburbikaris. Namun, mereka tidak bisa dipilih menjadi Dekan karena tidak menduduki tahta suburbikaris.” Sampai sekarang, yang menduduki jabatan Kardinal Uskup Ritus Timur adalah 1) Louis Raphaël I Sako, Patriark Babilon dari ritus Kaldea; 2) Antonios Naguib, Patriark Emeritus Alexandria dari ritus Koptik; dan 3) Bechara Boutros al Rahi, Patriark Antiokia dari ritus Maronit. Secara tradisional, gelar Kardinal Uskup hanya diberikan kepada enam orang kardinal dari ritus Barat. Namun, pada tahun 2018 dan 2020, Paus Fransiskus mengubah tradisi ini dengan menambah jumlah Kardinal Uskup dari Ritus Barat menjadi sebelas orang. Selain penerima tahta suburbikaris, para pejabat Vatikan yang diangkat sebagai Kardinal Uskup adalah 1) Pietro Parolin, Sekretaris Negara; 2) Leonardo Sandri, Prefek Kongregasi untuk Gereja-gereja Timur; 3) Marc Ouellet PSS, Prefek Kongregasi Para Uskup; 4) Fernando Filoni, Pemimpin Tertinggi Ordo Para Ksatria Makam Suci; dan 5) Luis Antonio Gokim Tagle, Prefek Kongregasi Evangelisasi Bangsa-bangsa.

  2. Kardinal Imam adalah kardinal yang menduduki jabatan sebagai imam dan kepadanya diberikan gereja tituler di wilayah Roma meskipun masih menjabat Uskup atau Uskup Agung di tempat asalnya. Seperti halnya Kardinal Uskup, Paus Paulus VI menghapus semua kewajiban administratif para kardinal imam sehubungan dengan gereja titulernya. Meskipun demikian, nama kardinal dan lambangnya masih terpasang di gereja tituler yang diberikan kepadannya. Mereka pun masih diharapkan menyampaikan homili di sana saat berada di Roma. Sekarang, ada sekitar 150 gereja tituler di Roma. Para Kardinal Imam dikoordinir oleh seorang kardinal terpilih yang disebut Kardinal Proto Imam. Jabatan itu sekarang diemban oleh Michael Michai Kitbunchu.

  3. Kardinal Diakon adalah kardinal yang mengemban tugas pelayanan pada Kuria Roma atau gelar kardinal yang diberikan pada seorang klerus yang dilantik setelah berusia 80 tahun. Jabatan ini berasal dari jabatan diakon yang mengatur rumah tangga kepausan dan tujuh diakon yang mengepalai berbagai pelayanan sosial Gereja di wilayah Roma pada Abad Pertengahan. Tahun 1586, jumlah Kardinal Diakon dibatasi maksimal 14 orang. Namun, jumlah tersebut terus meningkat. Para Kardinal Diakon memiliki pemuka yang disebut Kardinal Proto Diakon. Jabatan itu sekarang diemban oleh Renato Rafaelle Martino.

Selain tiga tingkatan kardinal yang dikenal oleh Gereja, ada sebutan-sebutan khusus yang muncul di tingkatan kardinal. Sebutan-sebutan tersebut adalah Kardinal Kamerlengo, Kardinal Non Uskup, Kardinal Awam, dan Kardinal Rahasia (in pectore).

  1. Kardinal Kamerlengo adalah kardinal yang menjabat pimpinan sementara saat sede vacante kepausan. Jabatan ini hanya berlaku pada saat tahta Vatikan kosong. Ia dibantu oleh Wakil Kardinal Kamerlengo dan beberapa pejabat lain membentuk tata pemerintahan yang disebut Apostolik Kamerarius. Kamerarius mempunyai fungsi sangat terbatas dan hanya berlaku saat sede vacante kepausan. Dia mengumpulkan segala macam informasi yang berkaitan dengan Tahta Suci dan mempresentasikan hasilnya kepada Kolegium Para Kardinal saat hadir dalam konklaf.

  2. Kardinal Non Uskup adalah sebutan kepada kardinal yang belum menerima tahbisan uskup. Orang yang belum ditahbiskan uskup biasanya hanya bisa mendapat tingkatan jabatan Kardinal Diakon dan tidak bisa mendapat tingkat jabatan yang lebih tinggi, semisal Kardinal Imam atau Kardinal Uskup. Jabatan ini merupakan kekecualian dalam Gereja. Sejak tahun 1917, ditetapkan semua kardinal harus imam. Namun, pada tahun 1962, ditetapkan bahwa semua kardinal harus uskup sehingga seorang kardinal minimal harus sudah menerima tahbisan uskup. Meskipun demikian, Paus tetap bisa memberi dispensasi untuk pengangkatan seorang imam sebagai seorang kardinal. Ada beberapa imam pernah dilantik kardinal namun belum menerima tahbisan uskup. Mereka antara lain adalah Roberto Tucci, Albert Vanhoye, Domenico Bartolucci, dan Karl Josef Becker. Ciri jabatan kardinal non uskup adalah tidak adanya salib dalam lambang jabatan kardinal tersebut.

  3. Kardinal Awam Kardinal Awam adalah kardinal yang dipilih dari orang-orang awam biasa dan bukan dari kalangan diakon, imam, ataupun uskup. Mereka baru diperkenankan untuk menikah setelah melepaskan jabatan kardinalnya. Jika tetap ingin menjadi kardinal, mereka harus tetap hidup selibat. Ada beberapa orang yang pernah menjadi Kardinal Awam, antara lain: 1) Ferdinando I de' Medici, Grand Duke of Tuscany (30 Juli 1549 – 17 Februari 1609) menjadi kardinal awam dari tahun 1562 sampai 1589. Tahun 1589, ia melepas gelar kardinalnya dan menikah dengan Christina dari Lorraine; 2) Francisco Gómez de Sandoval y Rojas (1552/1553 – 17 Mei 1625) menjadi kardinal awam antara tahun 1618 -1625. Ia pernah menikah dengan Catalina de la Cerda yang hidup sampai tahun 1603. Tahun 1622, ia ditahbiskan sebagai imam; 3) Cardinal-Infante Ferdinand (Don Fernando de Austria, Cardenal-Infante Fernando de España atau Ferdinand von Österreich; Mei 1609 atau 1610 – 9 November 1641) menjadi kardinal awam antara tahun 1619 – 1641. Ia tidak pernah menikah maupun menerima tahbisan; 5) Marino Carafa di Belvedere (29 Januari 1764 - 1830) menjadi kardinal awam antara tahun 1801 – 1807. Ia kemudian menikah dengan Marianna Gaetani dell'Aquila d'Aragona dan menjadi Pangeran Acquaviva; 6) Teodolfo Mertel. Ia adalah salah satu kardinal awam terakhir yang berprofesi sebagai pengacara. Teodolfo Mertel menjadi kardinal awam pada tahun 1858. Pada tahun 1858, ia menerima tahbisan diakon. Saat meninggal pada tahun 1899, dialah satu-satunya kardinal yang tidak ditahbiskan sebagai imam. Sekarang, jabatan kardinal awam tidak lagi bisa diberikan karena hukum Kanonik 1917 menyatakan bahwa hanya mereka yang telah ditahbiskan imam atau uskup boleh dilantik sebagai Kardinal.

  4. Kardinal Elektor adalah kardinal yang memiliki hak pilih dalam konklaf atau proses pemilihan Paus. Tahun 1975, melalui dokumen Romano Pontifici Elegendo, Paus Paulus VI mengeluarkan aturan yang menetapkan bahwa hanya kardinal yang berusia kurang dari 80 tahun yang boleh memilih dan dipilih sebagai Paus. Untuk membedakan dengan kardinal elektor, kardinal yang memasuki usia lebih dari 80 tahun kemudian disebut Kardinal Non Elektor.

  5. Kardinal Rahasia adalah kadinal yang diangkat oleh Paus secara pribadi dan namanya tidak langsung diumumkan dalam konsistori. Sebutan lain untuk jabatan ini adalah kardinal in pectore (in pectore – bahasa Latin yang berarti “di dalam dada”). Hanya Paus yang mengetahui nama dan tingkatan jabatan kardinal rahasia tersebut sehingga orang yang dipilih sebagai kardinal rahasia belum terkena kewajiban sebagai kardinal. Hak dan kewajibannya sebagai kardinal baru mengikat secara otomatis saat namanya secara resmi diumumkan dalam konsistori. Mengapa namanya dirahasiakan? Nama kardinal yang terpilih tersebut dirahasiakan agar tidak diketahui oleh publik dan biasanya dilakukan atas dasar alasan keamanan. Biasanya para kardinal rahasia tersebut dipilih dari negara-negara konflik. Jika situasi dirasa telah aman, Paus pun segera mengumumkan pemilihan tersebut. Meskipun belum terikat hak dan kewajiban, jabatan dan tingkatan kardinal yang dimiliki kardinal rahasia sudah ditetapkan sejak pengangkatannya secara rahasia oleh Paus. Jika sampai meninggal Paus belum mengungkap identitas kardinal rahasia tersebut, pemilihan kardinal yang bersangkutan dinyatakan batal. Ada beberapa orang yang pernah mengalami nasib sebagai kardinal rahasia, yaitu: 1) Ignatius Kung Pin-Mei (1901-2000), Uskup Shanghai, diangkat kardinal pada 30 Juni 1979 dan diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Sisto pada 28 Juni 1991; 2) Marian Jaworski, Uskup Agung Lviv, Ukraina, diangkat kardinal pada 21 Februari 1998 dan diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Sisto pada 21 Februari 2001; 3) Jānis Pujāts, Uskup Agung Riga, Latvia, diangkat kardinal pada 21 Februari 1998, diumumkan sebagai Kardinal Imam S. Silvia pada 21 Februari 2001; dan 4) Yang diduga sebagai kardinal rahasia keempat yang diangkat pada tahun 2003 adalah Uskup Agung Stanisław Dziwisz. Sampai wafatnya pada tahun 2005, Paus Yohanes Paulus II belum sempat mengumumkan namanya. Bahkan, namanya tidak tertera pada surat wasiat Paus yang sepanjang 15 halaman. Sebagai konsekuensinya, jabatan kardinal itu pun batal. Dia kemudian diangkat kardinal dengan gelar Kardinal Imam S. Maria del Popolo oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 22 Februari 2006.

Tugas utama para kardinal adalah 1) menghadiri pertemuan Kolegium Para Kardinal; 2) menyediakan diri secara individual atau kebersamaan jika ada undangan berbicara bersama Paus; dan 3) memimpin suatu keuskupan atau komisi kepausan. Kardinal seringkali disebut pangeran Gereja karena sebagian kardinal memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai Paus, jabatan tertinggi dalam Gereja Katolik.

Contoh Lambang Jabatan Kardinal

Kardinal Yustinus Darmajuwono - diangkat kardinal pada tahun 1967

Kardinal Yulius Darmaatmaja, S.J. - diangkat kardinal pada tahun 1994

Kardinal Avery Robert Dulles, S.J. - diangkat kardinal pada tahun 2001

Paus

Jabatan pelayanan dalam Gereja terakhir yang akan dibicarakan adalah Paus. Dewan Para Uskup tersebut dipimpin oleh seorang uskup yang paling utama yaitu Uskup Roma yang juga menduduki jabatan sebagai Paus. Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. Hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri, “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Mat 16:17-19). Maka, menurut keyakinan tradisi, uskup Roma yang berperan sebagai pengganti Petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus, pengganti Petrus, adalah pemimpin para uskup. Paus adalah seorang uskup sekaligus menjadi ketua dewan para uskup seperti halnya Petrus yang dahulu juga menjadi ketua perkumpulan para rasul. Kekhususannya sebagai Paus membuat dia menjadi ketua dewan para uskup dan menjadi “primus inter pares – yang paling utama dari yang sederajat.”

Tugas kardinal untuk memilih Paus terjadi pada saat sede vacante kepausan. Sede vacante kepausan terjadi saat Tahta Suci Vatikan dinyatakan kosong. Kekosongan ini bisa terjadi karena Paus wafat atau mengundurkan diri dari jabatan Paus. Yang terjadi tahun 2013, Paus Benediktus XVI mengundurkan diri sehingga terjadi sede vacante kepausan. Pada masa sede vacante kepausan, kepemimpinan ditangani Kolegium Para Kardinal dan urusan sehari-hari akan ditangani oleh Kardinal Kamerlengo sebagai Administrator. Sampai terpilihnya Paus baru, tidak ada pengganti Petrus sebagai wakil Kristus di dunia . Satu-satunya pokok perhatian di Vatikan adalah peristiwa pemilihan Paus. Saat masa sede vacante, ada lima tugas Kardinal Kamerlengo, yaitu: 1) memastikan kematian Paus (jika Paus wafat); 2) menghancurkan cincin Sang Nelayan; 3) menyegel apartemen Paus; 4) menangani urusan sehari-hari kepausan; dan 5) mengundang para kardinal yang berhak memilih dan dipilih untuk datang dalam konklaf (pemilihan Paus). Selama masa ini, semua logo Vatikan – dalam setiap dokumen, mata uang, perangko, dan sebagainya – harus mencantumkan nama Kardinal Kamerlengo yang menjabat. Logo yang dipakai selama sede vacante kepausan adalah umbraculum yang terbuka dengan dua kunci tersilang di bawahnya.

Konklaf: Pemilihan Paus

Saat sede vacante, harus segera dilakukan pemilihan Paus. Sejarah pemilihan Paus dapat ditelusuri mulai abad pertama sejak Tahta Suci di Roma dikukuhkan Petrus dan Paulus pada tahun 62. Pemilihan Paus saat itu mengikuti tradisi pemilihan uskup dalam komunitas Gereja Perdana melalui pemungutan suara para imam dan awam di wilayah keuskupan yang bersangkutan. Karena Paus juga menjabat Uskup Roma, pemilihan Paus dilakukan melalui pemungutan suara para imam dan awam Keuskupan Roma. Cara tersebut bertahan sampai menjelang tahun 1000 Masehi karena lambat laun cara tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan. Jumlah umat Kristen makin banyak sehingga pemungutan suara langsung sulit dilakukan dan tidak jarang ada pihak-pihak yang protes atas terpilihnya seorang Paus. Memasuki millennium kedua, Paus Nikolas II melakukan reformasi dengan mengundang Sinode Roma dan mengeluarkan dekrit tentang aturan pemilihan Paus. Keputusan Paus Nikolas II menyatakan bahwa pemilihan berlangsung tiga tahap: 1) Para Kardinal Uskup bersidang dan memilih calon; 2) Para Kardinal Uskup mengundang para Kardinal Rohaniwan non Uskup untuk mendapat persetujuan; dan 3) Rohaniwan lain dan awam Roma dimintai dukungan. Sejak saat itu, umat awam dari Keuskupan Roma tidak diperkenankan campur tangan dalam pemilihan Paus. Dekrit Paus Nikolas II diamandemen oleh Konsili Lateran III yang menetapkan bahwa tidak ada perbedaan kelas kardinal dan pemenang harus mendapat suara dari dua pertiga peserta sidang para kardinal. Persyaratan dua per tiga suara sering membuat pemilihan Paus berjalan lebih lama. Konsili Lyons II pada tahun 1274 me-ngeluarkan dekrit baru yang menyatakan bahwa pemilihan Paus bersifat tertutup. Keputusan ini semakin meneguhkan tatacara pemilihan Paus yang dilakukan dalam sebuah sidang tertutup para kardinal.

Pemilihan Paus secara tertutup ini telah diadakan sejak tahun 1216. Sidang tertutup para kardinal untuk memilih seorang Paus disebut konklaf. Yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan konklaf adalah Kardinal Kamerlengo didampingi tiga kardinal lain yang berganti setiap tiga hari sampai terpilih seorang Paus. Dulu, tempat konklaf berpindah-pindah. Sekarang, tempat yang biasa dipakai untuk konklaf adalah Kapel Sistina. Kapel ini disebut juga Kapel Sixtus IV dan didesain oleh Giovaninno de Dolci tahun 1473.

Ada beberapa aturan berkenaan dengan konklaf, antara lain 1) Romano Pontifici Elegendo (1975) menetapkan bahwa hanya kardinal di bawah 80 tahun yang boleh memilih dan dipilih dan 2) Universi Dominici Gregis (1996) menetapkan bahwa konklaf sudah harus diadakan antara 15 sampai 20 hari sesudah Paus wafat. Konklaf dimulai dengan seruan “extra omnes – semua keluar”. Yang bukan peserta konklaf diharap keluar dari kompleks Kapel Sistina. Yang boleh tinggal hanyalah para kardinal peserta konklaf, Pemimpin Upacara Liturgi, perwakilan Komisi Kepausan untuk Negara Vatikan, anggota badan legislatif Vatikan, dan beberapa staf penting lainnya. Tingkat kerahasiaan konklaf sangatlah tinggi. Bahkan setelah proses konklaf, para kardinal dilarang untuk membicarakannya, kecuali dengan kardinal lain dan bapa pengakuan yang melayaninya untuk mengakukan dosa. Selama konklaf, para kardinal diinapkan di Rumah Santa Marta dan tidak boleh mengadakan kontak dengan siapapun. Kapel Sistina sekarang dilengkapi peralatan untuk mengacau sinyal radio, televisi dan telepon genggam.

Pintu kapel dikunci dan disegel dari dalam dan luar dengan pita dan lilin. Konklaf dimulai dengan ekaristi Pro Eligendo Papa. Dipaparkan pula renungan tentang situasi dan kondisi Gereja masa kini. Setelah itu, dimulailah pemungutan suara. Pemungutan suara dilakukan 2 kali pada pagi hari dan 2 kali pada sore hari. Dalam kapel, telah disediakan kursi dan meja bagi para kardinal. Di sana, mereka akan duduk dan mengisi kertas suara. Dalam kapel dan dalam suasana hening, para kardinal mengisi titik-titik kosong pada kartu yang bertuliskan “Eligo in summum pontificem … - Aku memilih sebagai Paus …” dengan nama calon yang dianggap paling sesuai seturut hati nurani dan kehendak Tuhan. Jika seorang kardinal sakit dan tidak dapat menghadiri pemilihan, tiga kardinal akan mengantar dan mengumpulkan kertas suara kardinal yang sakit tersebut. Setelah kardinal yang sakit itu memlilih, kardinal pengantar akan kembali untuk menyerahkan kertas suara ke dalam kapel. Kertas-kertas itu kemudian dibawa maju menuju ke altar tinggi yang di atasnya terletak sebuah jambangan. Sambil mengangkat kertas pilihan yang terlipat, setiap kardinal berkata dengan lantang, “Kristus Tuhan menjadi saksiku bahwa suaraku diberikan kepada orang yang di hadapan Tuhan kukatakan adalah orang yang seharusnya kupilih.” Suara dihitung dan nama yang terpilih disebutkan secara lantang. Perolehan suara dicatat oleh presidium kardinal. Syarat terpilihnya seorang Paus adalah adanya seorang kardinal yang mendapat 2/3 plus 1 suara dari sidang. Jika hasil perhitungan belum mencapai persyaratan, kertas suara dikumpulkan oleh para kardinal untuk diserahkan pada Pemimpin Upacara Liturgi yang akan membawanya ke tungku di bagian belakang Kapel Sistina. Kertas suara akan dibakar bersama zat kimia sehingga menimbulkan asap hitam yang keluar dari cerobong di luar atap dan dapat dilihat oleh umat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus. Jika setelah 3 hari belum ada seorang kardinal yang terpilih sebagai Paus, sidang ditunda selama 1 hari. Satu hari itu digunakan untuk berdoa dan meditasi meminta petunjuk Tuhan dalam memilih Paus. Setelah itu, akan diadakan lagi sesi pemilihan selama empat belas kali diselingi istirahat setelah sesi pemilihan ketujuh. Ketika ada kardinal yang memperoleh 2/3 plus 1 suara, ia dinyatakan sebagai Paus baru. Kertas suara hasil pemilihan tersebut kemudian dibakar tanpa zat kimia di tungku sehingga mengeluarkan asap putih.

Setelah terpilih Paus baru, Kardinal yang usia tahbisannya termuda memanggil Sekretaris Kolegium Kardinal dan Kepala Liturgi Kepausan. Kardinal terpilih tersebut kemudian ditanya dalam bahasa Latin: “Acceptasne electonem de te canonice factam in Summum Pontificem - Apakah Anda menerima pemilihan sebagai Paus?” Jika dijawab “Accepto - Ya”, ia ditanya lagi tentang nama yang akan dipakainya. Jika kardinal terpilih belum menerima tahbisan uskup, Kardinal Kamerlengo akan secepatnya menahbiskan dia. Paus yang baru kemudian diantar ke sakristi yang terletak di sebelah kiri altar tinggi yang terkenal sebagai Ruang Air Mata untuk berganti pakaian Kardinal yang berwarna merah menjadi pakaian Paus yang berwarna putih. Di ruang itu telah disiapkan tiga ukuran pakaian: kecil, sedang, besar. Paus yang baru melepas kelengkapan kardinalnya dan mengenakan pakaian sebagai Paus. Pengurus Protokoler kemudian membuat Akta Pemilihan Paus. Paus yang baru kemudian diantar ke altar tinggi yang berada di bawah lukisan “Pengadilan Terakhir” karya Michaelangelo untuk menduduki singgasananya. Paus yang baru menerima penghormatan dari para kardinal yang lain. Penghormatan ini menandai berakhirnya sesi tertutup konklaf. Paus baru kemudian diperkenalkan kepada dunia. Didahului prosesi salib emas, Kardinal Proto Diakon menyerukan “Annuntio vobis gaudium magnum. Habemus Papam – Saya mengumumkan kegembiraan besar kepada anda sekalian. Kita mempunyai Paus.” Ia kemudian menyebutkan nama kardinal yang terpilih dan nama panggilannya sebagai Paus. Tidak lama setelah pemberitahuan itu, Paus dikawal menuju balkon utama untuk memperkenalkan dirinya dan memberikan kotbah singkat. Setelah itu, ia memberikan berkat apostolik untuk pertama kalinya.

Setelah kembali ke istana kepausan, Paus berdiskusi dengan para staf untuk menentukan hari inaugurasi. Misa Inaugurasi menandakan dimulainya pekerjaan pengganti Petrus. Saat misa, Paus menerima Cincin Sang Nelayan yang berukir gambar Santo Petrus. Paus kemudian diantar untuk menempati apartemen kepausan yang sebelumnya disegel setelah berakhirnya masa kepemimpinan Paus sebelumnya. Beberapa hari setelah Misa Inaugurasi, Paus akan mengunjungi Katedral Santo Yohanes Lateran dan merayakan Ekaristi dengan umat Keuskupan Roma. Setelah misa, Paus baru menerima para pembesar dan kepala negara yang mengikuti misa tersebut.

Jabatan Paus ditandai dengan lambang kepausan. Lambang seorang Paus biasanya menggunakan unsur perisai yang sama dengan lambang jabatan saat menjadi kardinal atau uskup. Namun, unsur lain yang menyertai perisai itu berubah. Lambang kepausan identik dengan mitra atau mahkota dan kunci.

Contoh Lambang Jabatan Paus

Giovanni Battista Enrico Antonio Maria Montini (Paulus VI) - bertahta antara tahun 1963 sampai 1978

Karol Woytila (Yohanes Paulus II) - bertahta antara tahun 1978 sampai 2005

Jozef Ratzinger (Benediktus XVI) - bertahta antara tahun 2005 sampai 2013

Jorge Mario Bergoglio (Fransiskus) - bertahta sejak tahun 2013

Fungsi Khusus Hierarki

Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam tugas Kristus sebagai Nabi (Mewartakan), Imam (Menguduskan), dan Raja (Menggembalakan). Pada kenyataannya komposisi umat tidaklah seragam. Maka, Gereja mengenal pembagian tugas untuk tiap komponen umat seperti yang sudah disampaikan oleh Konsili Vatikan II, yaitu Klerus, Religius, dan Awam. Berdasarkan keterangan yang telah diungkapkan di atas, fungsi khusus hierarki sebagai berikut:

  • Menjalankan tugas Gerejani, yakni tugas-tugas yang langsung dan eksplistis menyangkut kehidupan beriman Gereja, seperti: pelayanan sakramen-sakramen dan mengajar.

  • Menjalankan tugas kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk, nasihat, dan teladan.

Corak Kepemimpinan dalam Gereja

Dalam Gereja, hirarki juga memiliki corak kepemimpinan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus. Campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan. Kepemimpinan Gereja tidak diangkat oleh manusia berdasarkan bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diperjuangkan oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian.

  • Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya walaupun memiliki wewenang yang berasal dari Kristus sendiri. Kepemimpinan gerejani adalah kepemimpinan melayani, bukan untuk dilayani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Salah satu gelar Paus adalah “Servus Servorum Dei – hamba dari hamba-hamba Allah.” Hal ini menunjukkan unsur pengabdian dan pelayanan.

  • Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapuskan oleh manusia. Kepemimpinan dalam masyarakat dapat diturunkan oleh manusia, karena ia memang diangkat dan diteguhkan oleh manusia.

Pengayaan #7

Untuk lebih memberikan kekayaan wawasan mengenai materi ini, silakan kalian mengakses link berikut ini:

  1. Tentang Tahbisan Diakon dan Imam: https://www.hidupkatolik.com/2020/06/17/46416/keuskupan-surabaya-mengadakan-tahbisan-diakon-dan-imam-secara-online/, https://www.hidupkatolik.com/2020/07/27/47905/kakak-beradik-ditahbiskan-imam-belajar-dari-12-rasul-yang-bersaudara/, https://www.hidupkatolik.com/2020/07/26/47902/mgr-rolly-menjadi-imam-adalah-jalan-menuju-kekudusan/, https://www.youtube.com/watch?v=GbK3TiU-zPw , https://www.youtube.com/watch?v=GcDpfFOy1CU, https://www.youtube.com/watch?v=h64ny-dSeW4, https://www.youtube.com/watch?v=u87iWVtaSWc

  2. Tentang Tahbisan Uskup: https://www.hidupkatolik.com/2019/02/02/31662/14-000-ribu-umat-menghadiri-pentahbisan-uskup-agung-medan/, https://www.hidupkatolik.com/2018/10/17/27451/proficiat-atas-tahbisan-mgr-christophorus-tri-harsono/, https://www.hidupkatolik.com/2018/05/07/20939/tahbisan-uskup-tanjung-selor-mgr-paulinus-yan-olla-msf/, https://www.youtube.com/watch?v=J9-eonmkwE0, https://www.youtube.com/watch?v=j5b40-K5wfc, https://www.youtube.com/watch?v=Kpw941swvOw

  3. Tentang Pelantikan Kardinal: https://www.hidupkatolik.com/2017/11/21/14839/pelantikan-kardinal-baru-pembaruan-kuria-roma/, https://www.hidupkatolik.com/2019/11/21/41378/ignatius-kardinal-suharyo-hardjoatmodjo-kegembiraan-dan-harapan/, https://www.hidupkatolik.com/2019/09/03/40215/makna-pengangkatan-mgr-ignatius-suharyo-menjadi-kardinal/, https://www.youtube.com/watch?v=SG8Z2z-Qa3c, https://www.youtube.com/watch?v=3wKlB9Gcy8M, https://www.youtube.com/watch?v=98EjBkSt0NA

  4. Tentang Pemilihan Paus: http://kerohaniankatolikskaga.blogspot.com/2013/03/meneropong-konklaf-dari-ruang-pojok.html, https://www.katolisitas.org/sekilas-tentang-konklaf/, http://katolisitas-indonesia.blogspot.com/2013/03/konklaf-sebuah-cara-untuk-memilih-paus.html, https://www.youtube.com/watch?v=Tj2rSJ6PLgk, https://www.youtube.com/watch?v=lc78mF1hnvw, https://www.youtube.com/watch?v=dnZaQ3STLaM, https://www.youtube.com/watch?v=uSCPE6hAOu0

  5. Bagi kalian yang ingin mengetahui beberapa bangunan bersejarah di Vatikan, kalau mau, silakan mengakses link Virtual Tour berikut ini: 1) untuk Basilika Santo Petrus silakan diakses http://www.vatican.va/various/basiliche/san_pietro/vr_tour/index-it.html; 2) untuk Basilika Santo Paulus, silakan diakses http://www.vatican.va/various/basiliche/san_paolo/vr_tour/Media/VR/St_Paul_Nave/index.html; 3) untuk Basilika Santa Maria Maggiore silakan diakses http://www.vatican.va/various/basiliche/sm_maggiore/vr_tour/index-en.html; 4) untuk Basilika Santo Yohanes Lateran silakan diakses http://www.vatican.va/various/basiliche/san_giovanni/vr_tour/index-en.html; 5) untuk Museum Vatikan silakan diakses http://m.museivaticani.va/content/museivaticani-mobile/en/collezioni/musei/tour-virtuali-elenco.html; 6) untuk Kapel Sistina silakan diakses http://www.vatican.va/various/cappelle/sistina_vr/index.html.

Selamat belajar lebih banyak untuk semakin mengerti tentang kepemimpinan dalam Gereja Katolik.

Daftar Pustaka:

NN. "Hierarkis Gereja Katolik" dalam https://www.imankatolik.or.id/hierarki.html. Diakses 12 Agustus 2015.

NN. “Cardinal (Catholic Church)” dalam https://en.wikipedia.org/wiki/Cardinal_(Catholic_Church). Diakses 25 Agustus 2016.

NN. "List of living cardinals" dalam https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_living_cardinals. Diakses 13 Agustus 2020.

Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Penerbit OBOR. 1993.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017.

Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik. Jakarta dan Yogyakarta: Penerbit OBOR dan Kanisius. 1996.

Lucas Paliling Pr. “Jalannya Pemilihan Paus”. HIDUP No. 18 Tahun ke-59. 24 April 2005.

Maria Pertiwi. “Dipanggil Mewartakan Kasih Allah” dalam HIDUP No. 31 Tahun ke-70. 31 Juli 2016.

Mgr. Ignatius Suharyo. The Catholic Way, Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita. Yogyakarta: Kanisius. 2009.

Michael Collins. Vatikan. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2009.

NN. “Asal Kata ‘Paus’”. HIDUP No. 18 Tahun ke-59. 24 April 2005.

R. Masri Sareb Putra. “Kapel Sistine”. HIDUP No. 16 Tahun ke-9. 17 April 2005.

R.F. Bhanu Viktorahadi, Pr. “Sidang Para Topi Merah”. HIDUP No. 16 Tahun ke-59. 17 April 2005.

Raymond Toruan. “Memilih Paus dari Masa ke Masa”. HIDUP No. 16 Tahun ke-59. 17 April 2005.

Raymond Toruan. “Sede Vacante”. HIDUP No. 15 Tahun ke-59. 10 April 2005.

R.B.E. Agung Nugroho. “Kardinal Gereja Katolik Roma” dalam HIDUP No. 10 Tahun ke-66. 04 Maret 2012.

_____. “Kardinal Bukan Atasan Uskup” dalam HIDUP No. 10 Tahun ke-66. 04 Maret 2012.

_____. “Pangeran Gereja, Pelayan Umat Allah” dalam HIDUP No. 10 Tahun ke-68. 09 Maret 2014.

_____. “Geliat Gereja Dunia Pinggiran” dalam HIDUP No. 10 Tahun ke-68. 09 Maret 2014.

_____. “Perutusan Topi Merah untuk Berdialog” dalam HIDUP No. 09 Tahun ke-69. 01 Maret 2015.

Yohanes Risdiyanto, MSF. “Pelantikan Kardinal Baru, Pembaruan Kuria Roma” dalam HIDUP No. 09 Tahun ke-69. 01 Maret 2015.

Yoseph Kristianto, dkk. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas XI. Yogyakarta: Kanisius. 2010.