Ajaran Sosial Gereja

Menanggapi Permasalahan Dunia melalui Ajaran Sosial Gereja

Gereja Katolik di Indonesia - sama dengan Gereja Katolik di seluruh dunia - merupakan lembaga yang berada di tengah masyarakat setempat. Dalam masyarakat setempat, Gereja Katolik memiliki wajah dan penampilan tertentu dalam membawakan dirinya. Sejauh bisa diamati dengan saksama, penampilan Gereja Katolik di Indonesia masih lebih banyak berpenampilan ibadat daripada penampilan gerakan sosial. Bahkan, kadangkala dikatakan dengan satir bahwa wajah Gereja Katolik Indonesia adalah berwajah pesta yang tampak dalam berbagai perayaan kultis-liturgisnya. Penampilan sosial tampaknya belum menjadi yang utama. Penampilan sosial yang ada sampai sekarang merupakan penampilan sosial karitatif, seperti membantu yang miskin, mencarikan pekerjaan bagi pengangguran. Demikian juga, mereka yang datang ke gereja telah menjadi puas bila dipenuhi kebutuhan pribadinya dengan kegiatan ibadat atau sudah cukup senang dengan memberi dana sejumlah uang bagi mereka yang sengsara. Namun, tindakan untuk mencari sebab-sebab mengapa ada pengemis, mengapa ada pengangguran belum dianggap sebagai hal yang berhubungan dengan iman. Padahal, kita tahu ajaran sosial Gereja Katolik lebih mengundang kita untuk tidak hanya merasa kasihan kepada para korban, tetapi mencari sebab-sebab mengapa terjadi korban dan mencari siapa penyebabnya lalu memberikan solusi atas situasi tersebut. Wajah dan penampilan inilah yang masih perlu dikembangkan oleh Gereja Katolik di Indonesia. 

Wajah dan penampilan sosial yang dimiliki oleh Gereja Katolik di berbagai tempat sedikit banyak dipengaruhi oleh perubahan pandangan yang dilakukan oleh para pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Perubahan pandangan Gereja terhadap dunia dinyatakan dalam ajaran-ajaran resmi. Ajaran atau tanggapan resmi Gereja – dalam hal ini diwakili oleh Paus – atas permasalahan-permasalahan konkret yang muncul di dalam masyarakat modern ini lazim disebut Ajaran Sosial Gereja. Ajaran Sosial Gereja dikeluarkan pertama kali pada tahun 1891. Situasi ketidakadilan yang muncul dalam hidup manusia membuat Gereja merasa perlu berbuat sesuatu. Mengikuti teladan Yesus yang semasa hidupnya berjuang membela kehidupan orang kecil, lemah, tertindas dan membutuhkan bantuan, Gereja mulai menggagas ajaran-ajaran yang bertujuan untuk mengembalikan tatanan keadilan dalam kehidupan manusia. Sejak saat itu Gereja Katolik terus menyerukan ajaran iman, moral, dan kesusilaan yang ditawarkan sebagai tuntunan bagi mereka yang ingin mewujudkan dunia yang lebih baik. 

Berikut ini akan dipaparkan rangkaian Ajaran Sosial Gereja sepanjang sejarah:

Leo XIII

Paus Leo XIII mengeluarkan ensiklik Rerum Novarum pada tahun 1891 yang menentang kondisi tidak manusiawi yang menjadi situasi buruk kaum buruh dalam masyarakat industri. 

Pius XI

Paus Pius XI menulis ensiklik Quadragesimo Anno pada tahun 1931 untuk menanggapi masalah ketidakadilan sosial dan mengajak untuk mengatur kembali tatanan sosial berdasar keadilan dan cinta kasih sebagai prinsip utama. 

Yohanes XXIII

Paus Yohanes XXIII menulis dua dokumen, yaitu Mater et Magistra pada tahun 1961 dan Pacem in Terris pada tahun 1963. Mater et Magistra menyampaikan sejumlah prinsip sebagai petunjuk dalam menghadapi kesenjangan di antara bangsa-bangsa kaya, dan miskin. Pacem in Terris ditulis sebagai pedoman dan prinsip untuk menghadapi ancaman terhadap perdamaian dunia. 

Konsili Vatikan II

Konsili Vatikan II menerbitkan Gaudium et Spes pada tahun 1965 yang semakin menekankan perutusan religius khas Gereja untuk membantu pembentukan dan pemantapan masyarakat manusia menurut hukum ilahi. 

Paulus VI

Paus Paulus VI mengeluarkan tiga dokumen: Populorum Progressio (1967), Octogesima Adveniens (1971), dan Evangelii Nuntiandi (1975) yang mempertajam peranan Gereja dalam dunia. Populorum Progressio menanggapi jeritan kemiskinan dan kelaparan dunia serta menunjukkan dimensi struktural ketidakadilan. Octogesima Adveniens  dan Evangelii Nuntiandi mengetengahkan kesulitan menciptakan tatanan baru dalam proses pembangunan sekaligus sebagai pedoman yang menegaskan peranan jemaat kristiani dalam mengemban tanggung jawab baru ini. 

Sinode Uskup Sedunia

Tahun 1971, Sinode Uskup Sedunia menerbitkan Convenientes ex Universo yang menegaskan dua ajaran sebelumnya sembari menyadari bahwa Gereja tidak punya pemecahan langsung dan sahih untuk masalah dunia. Dokumen tersebut ditandatangani oleh Kardinal Maurice Roy dan diserahkan kepada Paus Paulus VI.

Yohanes Paulus II

Antara 1981-1991, Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan beberapa dokumen ajaran sosial: Laborem Exercens (1981), Sollicitudo Rei Socialis (1987), dan Centesimus Annus (1991). Laborem Exercens mengungkap makna kerja manusia dan menegaskan prioritas kerja di atas modal. Sollicitudo Rei Socialis menegaskan bahwa perkembangan bangsa-bangsa harus dipahami secara menyeluruh dan tidak hanya secara ekonomis saja serta memaparkan adanya struktur dosa yang harus dilawan dengan solidaritas. Centesimus Annus menyatakan penghargaan terhadap sistem ekonomi yang menegaskan kebebasan swasta untuk melakukan bisnis, sekaligus menekankan bahwa sistem ini bukanlah sistem ekonomi kapitalis serta menafsirkan bahwa ajaran sosial bukan sekedar sumbangan Gereja kepada masyarakat umum, tetapi juga merupakan salah satu pewartaan Injil.  Tahun 1979, Paus Yohanes Paulus II menerbitkan ensiklik Redemptor Hominis. Dokumen Redemptor Hominis tidak termasuk ajaran sosial Gereja namun bersinggungan dengan tema keadilan sosial.  

Kongregasi untuk Ajaran Iman

Kongregasi Ajaran Iman pada tahun 2002 menerbitkan dokumen The Participation of Catholics in Political Life yang menggarisbawahi pentingnya partisipasi umat Katolik dalam politik. 

Benediktus XVI

Tahun 2009, Paus Benediktus XVI menulis Caritas in Veritate yang menelaah perkembangan dan kemajuan global berkenaan dengan kesejahteraan umum serta refleksi rinci atas persoalan dan isu sosial ekonomi. 

Fransiskus

Paus Fransiskus sampai saat ini menerbitkan tiga dokumen yang masuk dalam rangkaian Ajaran Sosial Gereja. Pada tahun 2015, ia menerbitkan ensiklik Laudato Si yang memuat ajaran Gereja yang mengajak seluruh umat manusia untuk merawat dan memelihara bumi sebagai rumah manusia secara kebersamaan. Pada peringatan Santo Fransiskus Assisi, 3 Oktober 2020, Paus Fransiskus menerbitkan ensiklik baru berjudul Fratelli Tutti, sebuah seruan yang sangat mendalam dan relevan di masa kelam kemanusiaan belakangan ini. Ensiklik ini berfokus pada persaudaraan dan persahabatan sosial yang inspirasinya ditemukan dalam kisah dan spiritualitas Santo Fransiskus Assisi, “seorang kudus dalam kasih persaudaraan, kesederhanaan dan sukacita.” Dibagi dalam delapan bab besar, refleksi Paus Fransiskus ini mendesak tiap pribadi untuk mengubah tatanan politik yang telah dijangkiti virus berbahaya ‘individualisme radikal.’ Yang terbaru dari rangkaian Ajaran Sosial Gereja ini adalah dokumen yang diterbitkan pada 4 Oktober 2023, yaitu ensiklik Laudate Deum. Anjuran Apostolik yang ditujukan kepada semua orang yang berkehendak baik ini membahas krisis iklim dan merupakan kelanjutan dari ensiklik Laudato Si dengan cakupan yang lebih luas dimana Paus mencoba memperjelas dan menyelesaikan teks sebelumnya tentang ekologi integral, sekaligus menyuarakan peringatan, dan seruan untuk saling bertanggung jawab, dalam menghadapi darurat iklim.

Prinsip dan Kata Kunci untuk Memahami Ajaran Sosial

Kita telah melihat berbagai ajaran sosial Gereja dari berbagai masa yang diterbitkan oleh beberapa pemimpin Gereja. Untuk memahami ajaran sosial tersebut, kita perlu melihat prinsip dan tema pokok yang dibicarakan dalam seluruh rangkaian Ajaran Sosial Gereja. Kompendium Ajaran Sosial telah memaparkan prinsip-prinsip permanen yang muncul dalam seluruh rangkaian Ajaran Sosial Gereja. Prinsip-prinsip tersebut adalah 1) Martabat Pribadi Manusia, 2) Kesejahteraan Umum, 3) Subsidiasitas, 4) Solidaritas, serta 5) Keberpihakan kepada Yang Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir, dan Difabel (Option for the Poor). Prinsip-prinsip ini, yakni ungkapan tentang seluruh kebenaran mengenai manusia yang diketahui oleh akal budi dan iman, terlahir dari “perjumpaan di antara pesan Injil dan tuntutantuntutannya yang terangkum dalam perintah utama mengasihi Allah dan sesama dalam keadilan dengan masalah-masalah yang muncul dari kehidupan masyarakat.” Oleh karena permanensinya dalam waktu serta universalitas maknanya, Gereja memaparkan prinsip-prinsip tersebut sebagai parameter rujukan yang utama dan fundamental untuk menafsir dan menilai fenomena sosial. Dengan demikian, setiap persoalan sosial yang terjadi dalam masyarakat selalu dilihat dari kacamata lima prinsip yang dipaparkan dalam Ajaran Sosial Gereja.

Sementara itu, untuk memudahkan dalam memahami Ajaran Sosial Gereja yang sudah terbit sejak tahun 1891 sampai sekarang, Michael J. Schultheis memberikan bantuan 10 kata kunci. Kata kunci ini menjadi pokok-pokok bahasan yang selalu muncul dalam setiap dokumen Ajaran Sosial Gereja. Adapun 10 kata kunci itu dapat dipaparkan seperti berikut ini: 1) Kesatuan dimensi sosial dan ekonomi sebagai bagian integral dari dinamika Kerajaan Allah. Iman dan keadilan merupakan satu kesatuan; 2) Martabat manusia yang tinggi selayaknya diikuti dengan pengakuan hak-hak dan kewajibannya dalam masyarakat; 3) Mengutamakan kaum miskin; 4) Cinta kasih dan keadilan merupakan satu kesatuan sehingga menegakkan keadilan berarti merombak struktur-struktur yang meng-hambat perwujudan cinta kasih; 5) Mewujudkan kesejahteraan umum; 6) Partisipasi politik; 7) Keadilan ekonomi; 8) Setiap orang punya fungsi sosial sehingga wajib membagi rata kekayaan sumber alam; 9) solidaritas universal; 10) Penciptaan perdamaian. 

Gereja Katolik sadar bahwa dirinya tidak berkompeten untuk memberikan pemecahan konkret yang bersifat teknis di bidang kemasyarakatan. Ajaran sosial dan gerakan yang dilakukukan  Gereja Katolik bertujuan untuk mengemukakan prinsip-prinsip pembimbing bagi umat dalam hidup mereka di tengah masyarakat dan sekaligus mengungkapkan dimensi pewartaan Gereja Katolik. 

Daftar Pustaka:

Albertus Joni, SCJ. "Selayang Pandang Ensiklik Fratelli Tutti (1)" dalam https://www.katolikana.com/2020/10/06/selayang-pandang-ensiklik-fratelli-tutti-1/ dan "Selayang Pandang Ensiklik Fratelli Tutti (2)" dalam https://www.katolikana.com/2020/10/06/selayang-pandang-ensiklik-fratelli-tutti-2/ Diakses 17 Januari 2021.

Frans de Sales. "Laudate Deum: Seruan Paus untuk Menanggapi Krisis Iklim" dalam https://www.hidupkatolik.com/2023/10/05/73428/laudate-deum-seruan-paus-untuk-menanggapi-krisis-iklim.php Diakses 13 Maret 2024.

Hadisumarta, FX.. Ajaran Sosial Gereja, Prasaran dalam Kongres Wanita Katolik Republik Indonesia XIII. 1984.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2017. 

Kevin Clarke. “‘Laudato Si’ Joins The Tradition of Catholic Social Teaching.” dalam http://americamagazine.org/issue/laudato-si-joins-tradition-catholic-social-teaching. Diakses 29 September 2016.

Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. Kompendium Ajaran Sosial Gereja. Vatikan: Libreria Editrice Vaticana. 2004.

Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi. Jakarta-Yogyakarta: Penerbit Kanisius & Penerbit OBOR. 1996.

Pena Katolik. "Laudate Deum: Dokumen baru tentang lingkungan hidup yang akan dipromulgasikan Paus Fransiskus” dalam https://www.youtube.com/watch?v=uU2bJ56ZMuU Diakses 13 Maret 2024.

Pena Katolik. "Paus Fransiskus Menerbitkan Laudato Deum: Paus Mengecam Mereka yang Skeptis Terhadap Perubahan Iklim" dalam https://www.youtube.com/watch?v=wjhUu8TZlEc Diakses 13 Maret 2024.

Schultheis, Michael J., et al. Pokok-pokok Ajaran Sosial Gereja. Yogyakarta: Kanisius. 1988.

United States Bishop Conferences. https://www.usccb.org/fratelli-tutti

Yoseph Kristianto, dkk. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas XI. Yogyakarta: Kanisius. 2010.