Sebelum Islam, masyarakat Makkah mengikuti ajaran Tauhid dari Nabi Ibrahim dan Ismail. Namun, setelah terputusnya wahyu, mereka mulai menyembah berhala. Amir bin Lubai membawa berhala Hubal dari Syam dan menempatkannya di Ka'bah, yang menjadi pusat penyembahan berhala. Total ada 360 patung mengelilingi Ka'bah.
Kepercayaan ini menyebar di Jazirah Arab, dengan keyakinan berhala sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain berhala, sebagian juga menyembah malaikat, jin, dan roh leluhur. Beberapa tokoh berusaha mengembalikan ajaran Tauhid, namun meninggal sebelum Islam datang. Penyimpangan ini dipengaruhi oleh kebutuhan spiritual, rasa takut, dan kecenderungan mengagungkan leluhur.
Masyarakat Arab memiliki sifat pemberani dan hormat terhadap martabat, namun nilai-nilai ini ternodai oleh kebiasaan buruk seperti khamr, zina, judi, dan perampokan. Perempuan diperlakukan rendah, bahkan anak perempuan sering dikubur hidup-hidup. Laki-laki bebas menikah dan menceraikan sesuka hati. Sistem perbudakan juga berlaku, di mana budak diperlakukan kejam tanpa hak hidup yang layak.
Masyarakat Arab mengandalkan perdagangan, peternakan, dan pertanian. Arab Badui bergantung pada peternakan dan berpindah-pindah. Masyarakat perkotaan, seperti di Mekkah, fokus pada perdagangan dan pertanian, dengan Mekkah sebagai pusat perdagangan yang dilindungi Allah. Suku Quraisy memimpin perdagangan, termasuk perjalanan tahunan ke Yaman dan Syam.
Pusat perdagangan seperti Ukazh dan Zul Majaz juga menjadi tempat berkumpulnya penyair. Riba tersebar di seluruh Jazirah Arab, dan unta digunakan untuk perjalanan dagang jarak jauh.
Sebelum Islam, masyarakat Arab terbagi menjadi penduduk kota seperti Makkah yang menjadi pusat perdagangan, dan penduduk pedalaman yang hidup nomaden. Tiga kekuatan besar, yakni Bizantium, Persia, dan Himyar, memengaruhi wilayah ini, disertai konflik agama Yahudi, Kristen, dan Zoroaster. Peperangan antarsuku, seperti Perang Fujjar, sering terjadi.
Beberapa kerajaan Arab, seperti Kindah, Sabaโ, dan Himyar, memiliki pengaruh politik, namun akhirnya runtuh oleh kekuasaan asing seperti Romawi dan Persia. Makkah berkembang di bawah suku Quraisy, yang mengelola Kaโbah dan membentuk pemerintahan administratif.
Nabi Muhammad saw. diangkat menjadi Rasul pada 610 M saat berusia 40 tahun, dengan wahyu pertama berupa Surah Al-โAlaq ayat 1-5 di gua Hira. Dakwah dimulai secara sembunyi-sembunyi kepada keluarga terdekat, seperti Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang dikenal sebagai Assabiqunal Awwalun. Selama tiga tahun pertama, dakwah dilakukan tertutup, lalu berlanjut secara terang-terangan setelah turun QS. Al-Hijr ayat 94. Perlawanan datang dari Abu Lahab, sedangkan Abu Thalib mendukung Nabi Muhammad saw.. Selama 13 tahun di Mekah, Nabi menerima 89 surah Makkiyah yang berjumlah 4.726 ayat.ย
Prioritas dakwah Nabi Muhammad saw di Mekkah meliputi empat aspek utama: mengajarkan tauhid untuk menghapuskan politeisme, menanamkan kepercayaan pada hari kiamat sebagai hari pembalasan, mengubah perilaku jahiliyah dengan nilai-nilai Islam, serta memperjuangkan hak asasi manusia, termasuk melindungi hak perempuan dan menghapus tradisi perbudakan. Beliau memberikan teladan mulia dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ajarannya membawa perubahan besar dalam tatanan masyarakat Arab pra-Islam.ย
Respon masyarakat Mekah terhadap dakwah Nabi Muhammad saw .terbagi menjadi tiga: (1) pendukung Islam yang menerima ajaran karena wahyu dan keteladanan Nabi, (2) penentang Islam yang khawatir kehilangan kekuasaan dan pendapatan, serta (3) munafik yang berpura-pura mendukung. Pemimpin Quraisy, seperti Abu Lahab dan Abu Jahal, mencoba menggagalkan dakwah dengan fitnah dan penyiksaan. Nabi saw tetap tegas dan mengizinkan hijrah ke Habsyi untuk melindungi umat, terus menyebarkan Islam dengan keteguhan dan kesabaran.ย
Saat Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah, kaum Quraisy berusaha menghalangi dengan menghina, menyiksa, dan menawarkan harta serta kedudukan agar Nabi Muhammad saw menghentikan dakwahnya, namun semuanya ditolak. Mereka juga berusaha membujuk Abu Thalib untuk menghentikan Nabi, namun gagal. Selain itu, mereka memprovokasi masyarakat untuk tidak mengikuti ajaran Islam dan memboikot Bani Hasyim serta Bani Muthallib selama tiga tahun. Usaha terakhir mereka untuk mempengaruhi negara tetangga juga gagal, karena Raja Habsyi memberikan perlindungan kepada umat Islam.
Keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah di Mekkah di tengah tantangan dan ancaman kaum Quraisy tidak terlepas dari karakter mulianya. Beliau sabar menghadapi gangguan, gigih dan ulet dalam menyampaikan ajaran Islam, serta memiliki keimanan yang kokoh terhadap janji Allah. Akhlaknya yang terpuji membuatnya dihormati sebagai "Al-Amin" bahkan sebelum kenabian, meski kesombongan masyarakat Quraisy tetap menolak dakwahnya. Selain itu, beliau menjunjung tinggi kesetaraan manusia tanpa membedakan status sosial, sehingga banyak yang merasa nyaman dan menerima ajarannya. Karakter-karakter inilah yang menjadi modal utama kesuksesan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Pada awal dakwahnya, Nabi Muhammad SAW menerapkan strategi dakwah sembunyi-sembunyi (sirriyah) untuk menyebarkan Islam. Langkah ini diambil bukan karena takut, tetapi sebagai strategi mengingat pengikut yang masih sedikit dan kuatnya ancaman dari kaum Quraisy yang menguasai Mekkah sebagai pusat agama bangsa Arab. Nabi Muhammad menggunakan pendekatan personal untuk mendekati orang-orang terdekat seperti keluarga dan sahabat. Selama tiga tahun, dakwah ini berhasil menarik pengikut pertama, yang dikenal sebagai as-Saabiquun al-Awwalluun, termasuk Khadijah, Abu Bakar, Ali, Zaid bin Haritsah, dan lainnya. Mereka beriman secara tersembunyi untuk menghindari ancaman Quraisy, sementara keimanan mereka diuji, terutama ketika menerima ajaran-ajaran yang dianggap tidak masuk akal, seperti peristiwa Israโ Miโraj. Abu Bakar, yang pertama mempercayai kejadian tersebut, mendapat gelar Ash-Shiddiq karena keyakinannya yang teguh terhadap Nabi Muhammad SAW. Meskipun dakwah dilakukan secara tersembunyi, kabar tentang ajaran Nabi mulai tersebar, dan pada akhirnya Nabi diperintahkan untuk berdakwah secara terbuka, menentang kebatilan dan berhala yang disembah oleh kaum Quraisy.
Pada masa dakwah di Mekkah, Nabi Muhammad SAW menerapkan berbagai strategi, dimulai dengan dakwah secara rahasia kepada kerabat dan sahabat terdekat. Setelah itu, beliau menyampaikan ajaran Islam secara terbuka meskipun menghadapi banyak tantangan. Untuk melindungi para pengikutnya, Nabi mengutus mereka berhijrah ke Habasyah, melakukan dakwah ke Thaif untuk mencari dukungan, dan mengadakan perjanjian penting seperti Baitul Aqabahย
Nabi Muhammad SAW memulai dakwah terang-terangan dengan mengundang kerabatnya, namun hanya Abu Thalib yang mendukungnya meskipun ia tidak memeluk Islam. Setelah seruan di Bukit Shafa dan penolakan kompromi kaum Quraisy, dakwah Nabi menghadapi perlawanan hebat. Kaum Quraisy melakukan pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib selama tiga tahun, namun akhirnya embargo ini dihentikan oleh lima tokoh Quraisy. Penindasan terus berlanjut hingga Nabi menginstruksikan umat Islam untuk hijrah.
Pada tahun kelima kenabian, tekanan dan penyiksaan yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap Nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya semakin berat. Demi melindungi kaum Muslimin, Rasulullah saw. memerintahkan mereka untuk berhijrah ke Habasyah (Abyssinia), sebuah negeri yang dipimpin oleh Raja Najasyi yang dikenal sebagai pemimpin yang adil dan tidak menyukai ketidakadilan.
Hijrah pertama berlangsung pada bulan Rajab, di mana 12 laki-laki dan 4 perempuan meninggalkan Mekkah untuk mencari perlindungan. Kelompok ini dipimpin oleh Utsman bin Affan, yang juga membawa istrinya, Ruqayyah binti Muhammad. Dengan penuh ketabahan, mereka menempuh perjalanan jauh dan mendapatkan perlindungan dari Raja Najasyi.
Beberapa waktu kemudian, tekanan kaum Quraisy semakin intensif, sehingga Rasulullah saw. memerintahkan kelompok lain untuk berhijrah ke Habasyah. Hijrah kedua ini diikuti oleh lebih banyak Muslim, dengan jumlah sekitar 83 laki-laki dan 18 perempuan. Mereka juga diterima dengan baik oleh Raja Najasi dan tinggal di bawah perlindungannya.
Kaum Quraisy, khawatir Islam akan menyebar ke luar Mekkah, mengirim dua utusan, Abdullah bin Abi Rabiโah dan Amr bin Al-Ash, untuk meminta Raja Najasyi mengembalikan kaum Muslimin. Namun, Raja Najasyi menolak permintaan mereka setelah mendengar pembelaan Jaโfar bin Abi Thalib yang menjelaskan ajaran Islam dan hubungan mereka dengan Nabi Isa as.
Pada tahun kesepuluh kenabian, Nabi Muhammad saw. menghadapi tekanan berat setelah wafatnya Siti Khadijah dan Abu Thalib. Bersama Zaid, Nabi pergi ke Thaif untuk mencari perlindungan dari para pembesar Bani Tsaqif, tetapi mereka menolak karena takut dengan Quraisy. Nabi Muhammad saw .diusir dan dilempari batu hingga terluka, lalu berdoa kepada Allah di kebun anggur milik Uthbah dan Syaibah. Akhirnya, Nabi kembali ke Mekah dengan perlindungan Muthโam bin Adi.ย
Perjanjian Aqabah terdiri dari dua tahap: Baiat Aqabah Pertama (621 M) dan Baiat Aqabah Kedua (622 M). Dalam perjanjian pertama, 12 penduduk Yatsrib menerima Islam dan berjanji setia kepada Nabi Muhammad saw., tanpa melibatkan peperangan. Nabi mengutus Mus'ab bin Umair untuk membimbing mereka.
Pada perjanjian kedua, 73 orang dari Yatsrib berkomitmen melindungi Nabi Muhammad saw, menyebarkan Islam, dan membela ajarannya. Nabi kemudian memilih 12 naqib untuk memimpin umat di Yatsrib. Setelah perjanjian ini, Nabi memerintahkan hijrah ke Yatsrib, yang dipilih karena lokasinya strategis dan hubungan baik dengan penduduknya. Hijrah menjadi langkah penting dalam penyebaran Islam.
Hijrah Nabi Muhammad saw. ke Madinah pada 622 M menandai awal kalender Hijriah dan menjadi langkah strategis dalam membangun masyarakat Islam. Dihadapkan dengan ancaman Quraisy, Nabi bersama Abu Bakar berangkat secara diam-diam, bersembunyi di Gua Tsur, dan menempuh perjalanan penuh rintangan. Tiba di Quba, pinggiran Madinah, beliau disambut hangat oleh penduduk Anshar dan Muhajirin, menjadikan hijrah ini simbol persatuan, keimanan, dan awal peradaban Islam yang kuat.
Masyarakat Yatsrib sebelum Islam dihuni oleh bangsa Arab dan Yahudi yang sering berkonflik. Suku Aus dan Khazraj dari Arab saling bermusuhan selama ratusan tahun, sedangkan bangsa Yahudi, yang terbagi dalam kabilah Qainuqa, Nadhir, dan Quraizhah, juga sering berselisih. Ketegangan antara bangsa Arab dan Yahudi meningkat karena sikap dominasi Yahudi dan ancaman mereka tentang kedatangan seorang Nabi. Berita tentang Nabi Muhammad SAW akhirnya mendorong masyarakat Yatsrib untuk menjalin perjanjian Aqabah I dan Perjanjian Aqabah II, yang menjadi awal transformasi sosial di Yatsrib.ย
Madinah (Yatsrib) merupakan kota strategis di jalur perdagangan Yaman-Syiria dan dikenal subur dengan pertanian yang didukung sumber air cukup. Hasil utama adalah kurma dan anggur, dengan kurma menjadi komoditas penting dalam kehidupan masyarakat. Ekonomi kota juga didukung oleh pabrik-pabrik yang dikelola Yahudi, terutama oleh Bani Qainuqaโ, kabilah terkaya di Madinah. Terdapat banyak pasar yang menjual berbagai barang, termasuk parfum, meskipun aktivitas jual beli belum sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam.ย
Yasrib awalnya dikuasai suku Amaliqoh sebelum diambil alih oleh bangsa Yahudi yang membangun peradaban maju. Namun, konflik dengan orang Kristen di Syam dan keterlibatan suku Aus serta Khazraj menggeser kekuasaan Yahudi ke tangan dua suku Arab tersebut. Permusuhan antar suku, serta perbedaan agama antara penyembah berhala dan Yahudi, memicu ketegangan. Meski demikian, interaksi dengan Yahudi membuat suku Aus dan Khazraj mengenal ajaran monoteisme, mempermudah mereka memahami dakwah Nabi Muhammad SAW. Mereka akhirnya meminta Nabi untuk hijrah ke Yasrib dan memimpin masyarakat di sana.
Setelah menerima ayat 94 surah Al-Hijr, Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah secara terbuka. Dakwah ini menghadapi tantangan keras dari kaum Quraisy, termasuk embargo terhadap Bani Hasyim selama tiga tahun. Ancaman meningkat setelah wafatnya Abu Thalib dan Siti Khadijah. Kekhawatiran Quraisy atas ajaran Islam yang menghapus sistem bangsawan memicu penentangan lebih besar. Akhirnya, Nabi Muhammad hijrah ke Yatsrib, didorong oleh lokasi yang dekat, hubungan baik dengan penduduknya, sifat ramah penduduk Yatsrib, dan perintah Allah SWT.ย
Setelah perjanjian Nabi Muhammad SAW dengan penduduk Yatsrib diketahui, Quraisy meningkatkan penyiksaan terhadap kaum Muslim, sehingga Nabi memerintahkan hijrah ke Madinah. Sekitar 150 Muslim meninggalkan Mekkah dalam dua bulan, kecuali Ali dan Abu Bakar. Quraisy, yang menganggap Islam sebagai ancaman, memutuskan untuk membunuh Nabi. Namun, Nabi berhasil menghindari rencana ini setelah menerima wahyu Allah. Beliau hijrah ke Madinah dengan rencana matang dan tiba dengan selamat. Quraisy tidak menyiksa keluarga dan umat Islam yang tersisa karena tujuan utama mereka adalah Nabi, dan hubungan kekerabatan melindungi Muslim yang masih tinggal di Mekkah.ย
Sebelum Islam, Madinah yang sebelumnya disebut Yasrib, dihuni oleh etnis Arab dan Yahudi dengan beragam kepercayaan: Yahudi, Nasrani, dan Paganisme. Mayoritas penduduk memeluk agama Yahudi, yang masuk ke Yasrib pada abad ke-1 dan ke-2 melalui migrasi dari wilayah utara akibat penindasan Romawi. Sebagian kecil memeluk agama Nasrani, sementara lainnya menganut paganisme yang menyembah kekuatan alam. Konflik antaragama sering terjadi, khususnya antara pemeluk Yahudi dan kelompok pagan. Setelah Islam berkembang, suku-suku Yahudi yang menentang Nabi Muhammad diusir dari Madinah.ย
Nabi Muhammad mulai berdakwah secara terang-terangan setelah menerima wahyu surah Al-Hijr ayat 94, yang memicu perlawanan keras dari kaum Quraisy, termasuk pemboikotan terhadap Bani Hasyim selama tiga tahun. Setelah wafatnya Abu Thalib dan Siti Khadijah, ancaman semakin meningkat karena Quraisy merasa posisi sosial mereka terancam oleh ajaran Islam. Nabi Muhammad kemudian memutuskan untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah) sebagai strategi perjuangan, didorong oleh kedekatan geografis, hubungan baik dengan penduduk setempat, sifat terpuji mereka, dan perintah Allah.
Kaum Quraisy semakin keras menyiksa kaum muslim setelah mengetahui perjanjian Nabi Muhammad dengan penduduk Yasrib. Untuk melindungi umat, Nabi Muhammad memerintahkan hijrah ke Madinah. Sekitar 150 Muslim hijrah, sementara Nabi Muhammad , Ali, dan Abu Bakar masih di Makkah. Quraisy merasa hijrah memperkuat Islam, sehingga mereka merencanakan untuk membiarkan, memenjarakan, atau membunuh Nabi. Akhirnya, mereka memilih membunuh, tetapi rencana ini digagalkan oleh Allah. Nabi Muhammad hijrah dengan persiapan matang dan selamat tiba di Madinah. Setelah hijrah, Quraisy tidak menyiksa umat Islam (muslim) karena kebanyakan sudah pindah/hijrah, dan hubungan kekerabatan mencegah konflik dengan mereka yang masih di Makkah.ย
Hijrah Nabi Muhammad saw. ke Madinah dilakukan setelah umat Islam di Yasrib (Madinah) berkembang pesat berkat perjuangan suku Khazraj dan Aus, yang memicu Quraisy untuk lebih keras menindas umat Islam di Makkah.
Langkah-Langkah Hijrah:
Ali Menggantikan Nabi: Untuk menghindari rencana pembunuhan oleh Quraisy, Nabi Muhammad meminta Ali bin Abi Thalib menggantikannya di tempat tidur dan menunggu di Makkah.
Gua Tsur: Nabi Muhammad dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari, dibantu oleh Abdullah bin Abu Bakar dan Amar bin Fuhairah, sebelum melanjutkan perjalanan ke Madinah.
Suraqa: Suraqa yang mengejar Nabi mengalami kegagalan berulang. Setelah menyadari kehebatan Nabi Muhammad , ia meminta maaf.ย
Masjid Quba: Nabi Muhammad dan Abu Bakar membangun masjid pertama di Qubaโ dan melaksanakan shalat Jumat pertama di Madinah.
Tiba di Madinah: Nabi Muhammad menetapkan lokasi Masjid Nabawi di tanah milik dua anak yatim dan tinggal sementara di rumah Abu Ayyub al-Anshari.
Mush'ab bin Umair, Duta Islam
Mush'ab bin Umair dipilih Nabi Muhammad sebagai Duta Islam ke Madinah, yang sebelumnya hidup mewah, berubah setelah memeluk Islam. Nabi Muhammad mengutusnya ke Madinah untuk berdakwah. Meskipun menghadapi ancaman dari Usaid bin Hudlair, dengan ketenangan, Mush'ab berhasil mengubah hati Usaid yang kemudian masuk Islam, diikuti oleh banyak penduduk Madinah.
Langkah-langkah Dakwah Nabi:
Membangun Masjid: Prioritas pertama Nabi Muhammad adalah membangun Masjid Nabawi, yang menjadi pusat ibadah, pendidikan, dan kegiatan sosial.
Mempersaudarakan Kaum Muslimin: Nabi Muhmmad ย mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, menciptakan persaudaraan berbasis iman untuk memperkuat umat.
Perjanjian dengan Yahudi: Nabi Muhammad menyusun Piagam Madinah, yang mengatur hubungan damai dengan masyarakat Yahudi dan non-Muslim, meskipun beberapa suku Yahudi menolaknya dan akhirnya terusir dari Madinah.
Langkah-langkah ini membangun masyarakat Islam yang kuat dan damai di Madinah.
Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar:
Nabi Muhammadย membangun persaudaraan berbasis iman, sehingga kaum Anshar membantu Muhajirin dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Menampung Kaum Fakir:
Orang-orang miskin, dikenal sebagai Ahlu Shuffah, tinggal di masjid sambil menuntut ilmu dan mendapat bantuan.
Menciptakan Lapangan Kerja:
Bersama kaum Anshar, Nabi Muhammad membuka peluang kerja bagi Muhajirin agar mereka mandiri dan tidak menjadi beban.
Mendorong Berdagang:
Nabi menganjurkan Muhajirin yang berpengalaman dan memiliki modal untuk berdagang, sesuai keahlian mereka di Makkah.
Mendorong Bertani:
Muhajirin yang tidak memiliki modal diarahkan menjadi petani, memanfaatkan tanah subur Madinah yang terkenal dengan hasil kurmanya.
Efektivitas Zakat:
Setelah turunnya perintah zakat, Nabi Muhammad mengoptimalkan pengelolaannya untuk mempererat hubungan antara pemberi dan penerima zakat, memperkuat ekonomi umat.
Langkah-langkah ini membangun kemandirian dan keadilan ekonomi di masyarakat Madinah.
Piagam Madinah adalah hasil musyawarah Nabi Muhammad dengan para sahabat yang mencakup aturan untuk mengatur kehidupan masyarakat Madinah secara damai. Piagam ini berisi poin-poin penting seperti (1) kebebasan beragama, (2) kewajiban bersama mempertahankan kota, (3) kesetaraan hukum, (4) perlindungan kaum lemah, dan (5) penyelesaian sengketa di bawah keputusan Nabi Muhammad. Piagam Madinah ini memperlihatkan Islam sebagai rahmatan lil โalamin sekaligus mengukuhkan posisi Nabi Muhammad sebagai pemimpin tertinggi Madinah. Meski diterima sebagian, tiga suku YahudiโBani Nadhir, Quraizah, dan Qainuqaโmenolak dan berkhianat, sehingga mereka akhirnya diusir dari Madinah.ย
Faktor pendukung keberhasilan dakwah Nabi Muhammad ย di Madinah mencakup pesan-pesan dalam khutbahnya yang menekankan (1) pentingnya amal kebaikan sekecil apa pun, (2) keimanan kepada Allah, (3) ketulusan, dan (4) kasih sayang antar sesama. Nabi Muhammad juga menunjukkan keteladanan dengan sikap (5) rendah hati, (6) menolak dipuja berlebihan, dan (7) menegaskan dirinya sebagai hamba Allah serta Rasul-Nya.ย
Kedatangan Nabi Muhammad di Madinah disambut oleh suku Aus dan Khazraj yang setia mendukung dakwah beliau. Respons terhadap dakwah Nabi Muhammad beragam; sebagian menerima Islam, sementara Yahudi menolak secara diam-diam karena merasa terancam. Permusuhan ini melahirkan peperangan penting seperti Perang Badar, yang dimenangkan oleh kaum Muslim, Perang Uhud, di mana kaum Muslim mengalami kekalahan, dan Perang Khandaq, yang berhasil dimenangkan dengan strategi menggali parit. Konflik ini memuncak dengan pengusiran suku Yahudi yang berkhianat dan melemahnya kekuatan Quraisy.ย
Perang Badar terjadi pada 17 Maret 624 M di lembah Badar, dipicu oleh ketegangan akibat pencegatan kafilah dagang Quraisy. Dengan pasukan berjumlah 313 orang, umat Islam yang dipimpin Nabi Muhammad berhasil menang melawan sekitar 1.000 pasukan Quraisy. Abu Jahal dan 70 pasukan Quraisy tewas, sedangkan 14 umat Islam syahid.
Kemenangan ini memperkuat posisi umat Islam di Madinah, menjadi dasar pemerintahan Nabi Muhammad, dan menjadi kemenangan militer pertama umat Islam. Dalam penanganan tawanan perang, Nabi Muhammad memutuskan tebusan berupa uang atau kontribusi pendidikan, memberikan solusi yang bijaksana.
Perang Uhud terjadi pada tahun 625 M antara pasukan Quraisy yang berjumlah 3.000 orang melawan 700 prajurit Islam. Awalnya, umat Islam unggul, tetapi mereka tergoda harta rampasan sehingga meninggalkan posisi strategis. Khalid bin Walid memimpin serangan balik, melumpuhkan pasukan Islam dan melukai Nabi Muhammad saw. Perang ini mengakibatkan 25 korban dari pihak Quraisy dan 70 syuhada dari pihak Islam, termasuk Hamzah bin Abdul Muthalib dan Musโab bin Umairย
Perang Khandak terjadi pada tahun 627 M antara umat Islam dan pasukan sekutu Quraisy berjumlah 10.000 orang. Dengan strategi menggali parit yang diusulkan Salman al-Farisi, umat Islam berhasil mempertahankan Madinah dari serangan. Allah menolong umat Islam dengan mengirim angin kencang dan badai pasir yang memaksa pasukan Quraisy mundur. Setelah perang, Nabi Muhammad saw menghukum kaum Yahudi Bani Quraidhah karena melanggar perjanjian damai, sesuai keputusan Saโad bin Muโadz.ย
Pada tahun 6 H/628 M, Nabi Muhammad SAW memimpin umat Islam (kaum muslimin) untuk berhaji, tetapi dihadang Quraisy. Insiden isu pembunuhan Utsman bin Affan memicu Bai'at al-Ridwan, sumpah setia umat Islam.
Hasil perundingan melahirkan Perjanjian Hudaibiyah: gencatan senjata 10 tahun, kebebasan aliansi, pengembalian orang Quraisy yang masuk Islam tanpa izin, dan izin haji tahun berikutnya.
Perjanjian ini memberi keuntungan politik, dakwah damai, dan menarik simpati Quraisy, meski awalnya dianggap merugikan.
Pada tahun ke-10 Hijriah, Nabi Muhammad SAW memimpin haji yang dikenal sebagai Haji Wadak, diikuti oleh sekitar 100.000 jamaah. Dalam khutbah di Arafah, beliau menyampaikan pesan penting, seperti menjaga amanah, menghindari riba, memperlakukan istri dengan baik, dan menjaga persaudaraan. Nabi Muhammad juga menekankan pentingnya berpegang pada Al-Qur'an dan Sunnah. Ayat QS. Al-Maidah: 3 yang dibacakan di Mina menyatakan kesempurnaan Islam.
Dua bulan setelah haji, Nabi Muammad menderita sakit dan wafat pada 12 Rabiul Awal 11 H (8 Juni 632 M) di rumah Aisyah, setelah menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat.
Nabi Muhammad SAW wafat pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah) di Madinah setelah sakit beberapa minggu. Umar bin Khattab awalnya menolak mempersiapkan pemakaman karena meyakini Nabi Muhammad belum wafat. Namun, Abu Bakar menenangkan umat dengan mengingatkan bahwa Nabi Muhammad hanyalah seorang rasul yang akan meninggal seperti rasul-rasul sebelumnya, mengutip QS. Ali 'Imran: 144. Umar bin Khattab akhirnya menerima kenyataan, dan pemakaman pun dilaksanakan.
Khulafaurrosyidin, yang berarti "para pengganti yang mendapat petunjuk," merujuk pada penerus kepemimpinan Islam setelah Nabi Muhammad wafat. Mereka adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Masa ini dianggap sebagai generasi terbaik setelah zaman Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakar Ash-Shiddiq, lahir dua tahun setelah Tahun Gajah, adalah sahabat terdekat Nabi Muhammad dan orang dewasa pertama yang masuk Islam. Dikenal karena kejujuran dan kedermawanannya, beliau berperan besar dalam dakwah Islam, membantu banyak bangsawan Quraisy memeluk Islam, dan mengorbankan sebagian besar kekayaannya untuk perjuangan agama. Gelar Ash-Shiddiq diberikan karena membenarkan peristiwa Isra dan Miโraj. Setelah wafatnya Nabi Muhammad, Abu Bakar dipilih sebagai khalifah pertama dan memimpin umat Islam selama dua tahun.ย
Umar bin Khattab lahir pada 581 M di Mekkah dari suku Quraisy. Ia dikenal berkarakter tegas dan kuat, serta berasal dari keluarga bangsawan. Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab menjalani tradisi Jahiliyah dan memusuhi Islam.
Keislamannya terjadi setelah mendengar adiknya membaca Al-Qur'an, yang menyentuh hatinya. Setelah itu, Umar bin Khattab menjadi pembela utama Islam dan diberi gelar Al-Faruq oleh Nabi Muhammad SAW. Umar bin Khattabย dikenal kritis, berani, namun mudah luluh hatinya oleh ayat-ayat Al-Qur'an.
Beliau wafat pada 644 M akibat ditikam saat shalat, dan posisinya sebagai khalifah diteruskan oleh Usman bin Affan.
Utsman bin Affan, lahir tahun 573 M, adalah sahabat Nabi Muhammad SAW dari keluarga kaya namun rendah hati. Ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar, menjadi bagian dari as-Sabiqun al-Awwalun. Utsman bin Affan dikenal dermawan, mendanai umat Islam dalam berbagai momen, seperti pengadaan mata air di Madinah dan Perang Tabuk.
Sebagai suami dua putri Nabi Muhammad, Ruqayyah dan Ummu Kulsum, ia diberi gelar Dzul Nurain. Utsman bin Affanย terlibat dalam peristiwa penting, seperti hijrah ke Habasyah dan Perjanjian Hudaibiyah. Beliau menjadi khalifah ketiga pada tahun 24 H, melanjutkan administrasi negara, hingga wafat secara tragis dibunuh pada tahun 35 H, di usia 82 tahun.
Ali bin Abi Thalib, lahir pada 13 Rajab 570 M, diasuh Nabi Muhammad SAW sejak kecil. Ia adalah anak pertama yang masuk Islam dan diberi julukan Abu Turab oleh Nabi. Ali menikahi Fatimah Az-Zahra, memiliki dua anak, Hasan dan Husain, serta termasuk dalam sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga.
Keberanian Ali terlihat dalam berbagai peristiwa, seperti menggantikan Nabi Muhammad di tempat tidur saat hijrah, berperan di Perang Badar dan Uhud, serta melindungi umat Islam. Sebagai khalifah, ia menghadapi konflik besar, seperti Perang Siffin dan fitnah atas kematian Utsman bin Affan.
Ali wafat pada usia 64 tahun akibat pembunuhan oleh Abdurrahman bin Muljam di Masjid Kufah saat salat Subuh pada 21 Ramadhan 40 H. Ia dimakamkan secara rahasia di Najaf.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, pemilihan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah dilakukan melalui musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar. Abu Bakar diangkat karena jasanya yang besar terhadap Islam, termasuk menjadi teman hijrah Nabi Muhammad dan imam shalat saat Nabi sakit. Ia menerima gelar Khalifatur Rasul setelah umat Islam sepakat membaiatnya.ย
Khalifah Abu Bakar menunjuk Umar bin Khattab sebagai penerusnya melalui musyawarah dengan para sahabat dan kaum Muslim. Penunjukan ini diperkuat dengan wasiat tertulis yang dibuat oleh Utsman bin Affan. Keputusan tersebut diterima umat Islam tanpa perselisihan, dan Umar bin Khattab dibaiat sebagai khalifah. Umar bin Khattab memilih gelar Amirul Mukminin dan memimpin umat Islam selama 12 tahun.ย
Khalifah Umar membentuk tim formatur untuk memilih penggantinya sebelum wafat. Tim ini beranggotakan enam sahabat utama, dengan Abdurrahman bin Auf sebagai ketua. Setelah empat anggota mengundurkan diri dari pencalonan, pemilihan berlangsung antara Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dengan dukungan mayoritas umat Islam, Utsman bin Affan terpilih sebagai khalifah pada usia 70 tahun dan menjabat selama 12 tahun.ย
Setelah wafatnya Utsman bin Affan, umat Islam di Madinah mengusulkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Meskipun awalnya menolak karena kondisi kerusuhan yang meluas, Ali bin Abi Thalib akhirnya menerima jabatan tersebut pada 23 Juni 656 M. Ia kemudian menghadapi tantangan dari pihak-pihak yang menuntut pengusutan pembunuhan Utsman bin Affan.
Model Sentralistik
Keputusan akhir berada di tangan khalifah, tetapi tetap melibatkan musyawarah dengan para sahabat sebelum menentukan langkah penting.
Pemimpin Tegas
Prioritas Penyelesaian Internal
Fokus utama pada penyelesaian problem internal umat Islam, seperti menjaga kesatuan dan ketaatan terhadap syariat.
Musyawarah dalam Pengambilan Keputusan
Berorientasi pada Kemashlahatan Umat
Pengelolaan Suksesi Politik yang Bijak
Untuk menghindari konflik politik, Abu Bakar menunjuk langsung Umar bin Khattab sebagai penggantinya demi menjaga stabilitas dan kelangsungan dakwah Islam
Kepemimpinan Militer dan Ekspansif
Umar memprioritaskan perluasan wilayah Islam, yang mencapai sepertiga dunia, termasuk wilayah Eropa. Umar bin Khattab dikenal karena ketegasannya dalam menghadapi tantangan dan keberhasilannya menjadikan Islam sebagai kekuatan besar yang setara dengan Romawi dan Persia.
Kepemimpinan Administratif
Umar menerapkan sistem administrasi yang efisien, mengadopsi model dari Persia dan membagi wilayah kekuasaan menjadi delapan provinsi. Umar bin Khattabย juga membentuk berbagai departemen untuk mengatur pajak dan keuangan negara, serta mendirikan Bait al-Mal sebagai lembaga pengelolaan keuangan negara.
Kepemimpinan Berbasis Musyawarah
Dalam peralihan kepemimpinan, Umar tidak mengikuti cara Abu Bakar, tetapi lebih memilih menggunakan tim formatur yang terdiri dari enam sahabat untuk memilih penggantinya. Hal ini menunjukkan pendekatan musyawarah dan partisipasi kolektif dalam pengambilan keputusan besar.
Kepemimpinan Inovatif
Umar memperkenalkan kalender Hijriah sebagai bagian dari upayanya untuk merapikan sistem administrasi Islam, dengan bulan Muharram sebagai bulan pertama, yang berlandaskan pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw.
Secara keseluruhan, gaya kepemimpinan Umar bin Khattab menunjukkan kombinasi antara ketegasan dalam perluasan wilayah, kebijakan administrasi yang terstruktur, dan pendekatan musyawarah dalam pengambilan keputusan.
Kepemimpinan Lembut dan Diplomatis:
Utsman bin Affan dikenal memiliki gaya kepemimpinan yang lebih lembut dan diplomatis dibandingkan dengan Umar bin Khattab yang lebih tegas, meskipun hal ini menimbulkan kekecewaan di kalangan sebagian umat Islam.
Pengangkatan Kerabat:
Kebijakan Utsman yang mengangkat kerabat dekatnya ke posisi-posisi penting dalam pemerintahan, seperti menjadi gubernur, menuai kritik karena dianggap favoritisme dan merusak prinsip keadilan.
Pembangunan Infrastruktur:
Utsman memprioritaskan pembangunan infrastruktur, seperti bendungan, jalan, jembatan, dan memperluas Masjid Nabawi, untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam.
Perluasan Islam:
Utsman melanjutkan ekspansi wilayah Islam ke daerah-daerah baru, memperluas pengaruh Islam.
Suksesi Kepemimpinan yang Tidak Jelas:
Utsman tidak meninggalkan pesan suksesi yang jelas, yang memperburuk situasi politik dan menyebabkan ketidakpastian setelah kematiannya yang tragis.
Secara keseluruhan, kepemimpinan Utsman mencerminkan pendekatan lembut, kebijakan pembangunan, tetapi juga diwarnai kritik terkait nepotisme dan masalah suksesi.
Demokratis dan Partisipatif: Ali bin Abi Thalib dipilih mayoritas umat Islam, namun menghadapi penolakan dari kelompok pro-Muawiyah.
Tegas dan Berani: Ali menunjukkan ketegasan dalam pemecatan pejabat yang dianggap tidak pantas, meski menyebabkan pemberontakan.
Menghadapi Perselisihan Internal: Ali berhadapan dengan pemberontakan dari Aisyah (Perang Jamal) dan Muawiyah (Perang Shiffin), serta menyelesaikan konflik dengan tahkim.
Mendorong Pemikiran Islam: Konflik-konflik tersebut melahirkan golongan-golongan baru dalam Islam, seperti Khawarij, Murjiah, dan Syiah.
Secara keseluruhan, kepemimpinan Ali bin Abi Thalib menunjukkan ketegasan, keberanian, dan upaya menjaga kesatuan umat Islam meskipun dihadapkan pada tantangan besar.
Khalifah Abu Bakar memimpin selama dua tahun dengan berbagai pencapaian penting:
Mengatasi Pembangkangan: Abu Bakar berhasil menghadapi pemberontakan dari kelompok murtad seperti Al-Aswad al-Ansi di Yaman, Musailamah al-Kazzab di Yamamah, dan Thulaihah bin Khuwalid di sumur Buzakhah. Langkah ini menjaga stabilitas umat Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad saw.
Kodifikasi Al-Qur'an: Setelah banyak penghafal Al-Qur'an gugur, Abu Bakar menginisiasi pembukuan Al-Qur'an dengan menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin proyek ini. Mushaf tersebut menjadi sumber penting bagi umat Islam.
Perluasan Wilayah Islam: Abu Bakar melanjutkan ekspansi Islam ke Suriah dan wilayah Kekaisaran Persia dan Bizantium. Pertempuran besar di Sungai Yarmuk melawan Bizantium dimenangkan pasukan Islam, meskipun Abu Bakar wafat saat perang berlangsung.
Khalifah Abu Bakar memberikan kontribusi besar dalam menjaga persatuan umat, menjaga keaslian Al-Qur'an, dan memperluas wilayah Islam.
Khalifah Umar bin Khattab, yang mulai memimpin pada 13 H, mencapai berbagai prestasi penting selama masa pemerintahannya:
Perluasan Wilayah Islam
Umar bin Khattab melanjutkan ekspansi yang dimulai oleh Abu Bakar. Beliau berhasil menaklukkan Damaskus pada 635 M, mengalahkan Bizantium di Yarmuk, serta memperluas wilayah ke Mesir, Irak, dan Persia, sehingga kekuasaan Islam mencakup Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir.
Reformasi Administrasi dan Keuangan
Umar bin Khattab membagi pemerintahan menjadi delapan provinsi dan membentuk Baitul Mal serta Dewan Perang untuk mengelola keuangan dan administrasi militer. Umar bin Khattab juga memperkenalkan sistem penggajian dan memberikan santunan kepada rakyat, menciptakan kemakmuran di seluruh wilayah kekuasaan Islam.
Penetapan Kalender Hijriah
Umar bin Khattab menetapkan kalender Hijriah untuk menggantikan kalender Masehi, dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW sebagai simbol kemenangan dan perubahan dalam dakwah Islam.
Kodifikasi Mushaf Al-Qur'an
Membentuk panitia untuk menyusun dan menstandarkan Mushaf Al-Qur'an guna mengatasi perbedaan cara pembacaan di wilayah Islam yang luas, menghasilkan Mushaf Al-Imam.
Renovasi Masjid Nabawi
Memperluas dan memperindah Masjid Nabawi untuk menampung jumlah umat Islam yang terus bertambah.
Pembentukan Angkatan Laut
Mendirikan angkatan laut Islam atas usulan Muawiyah guna memperkuat pertahanan dan mengamankan wilayah perairan.
Perluasan Wilayah Islam
a. Perluasan ke Khurasan di bawah pimpinan Saโad bin Ash dan Huzaifah bin Yaman.
b. Penaklukan Huzaifah bin Yaman yang dipimpin Salam Rabiah Al-Bahly.
c. Penaklukan Afrika Utara (Tunisia) oleh Abdullah bin Saโad bin Abi Sarah.
d. Penaklukan Ray dan Azerbaijan di bawah Walid bin Uqbah.
Prestasi-prestasi ini mencerminkan peran signifikan Utsman bin Affan dalam memperkuat dan memperluas Islam selama 12 tahun masa kepemimpinannya.
Reformasi Pemerintahan: Ali bin Abi Thalib Mengganti pejabat yang kurang kompeten untuk meningkatkan efisiensi.
Pembenahan Keuangan: Menyita harta yang diperoleh secara tidak sah dan mengelolanya untuk kesejahteraan rakyat.
Kemajuan Ilmu Bahasa: Memerintahkan pengembangan ilmu nahwu untuk mengurangi kesalahan bacaan Al-Qur'an dan Hadits.
Pembangunan Kufah: Mengembangkan Kota Kufah sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muโawiyah bin Abi Sufyan, seorang tokoh politik yang mengembangkan kariernya sejak masa Khalifah Umar bin Khattab. Setelah konflik politik memuncak pasca terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, Muโawiyah mengklaim kekhalifahan dan menerima penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali.
Muโawiyah memperluas kekuasaan Islam hingga ke Afrika Utara dan perbatasan Bizantium. Dinasti ini dinamai Dinasti Umayyah di ambil dari Umayyah bin Abdul Syams, seorang pemimpin Quraisy. Masa pemerintahan Muโawiyah dikenal sebagai awal kekuatan Dinasti Umayyah dalam sejarah Islam.
Muโawiyah bin Abi Sufyan, khalifah pertama Dinasti Umayyah, membangun pemerintahan yang stabil dengan pasukan Suriah yang disiplin. Ia mendirikan dua departemen utama: Diwanul Khatam untuk mencatat peraturan dan Diwanul Barid sebagai sistem komunikasi antarwilayah.
Muโawiyah memperkenalkan suksesi monarki turun-temurun dengan menunjuk putranya, Yazid bin Muawiyah, sebagai penerus pada 679 M. Sistem ini menggantikan demokrasi dan terinspirasi dari monarki Persia dan Bizantium, menjadikan kekhalifahan berbentuk kerajaan keluarga.
Dinasti Umayyah didirikan setelah berakhirnya masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi pendiri dan khalifah pertama, mendirikan sistem monarki yang berlangsung selama sekitar 90 tahun. Dalam masa pemerintahan ini, ada 14 khalifah yang memimpin, dengan beberapa di antaranya memberikan kontribusi besar terhadap stabilitas politik, ekspansi wilayah, dan kemajuan peradaban Islam.
Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680 M)
Khalifah pertama yang membangun fondasi Dinasti Umayyah dan menjadikan Damaskus sebagai pusat pemerintahan.
Yazid bin Muawiyah (680-683 M)
Pemerintahannya ditandai dengan peristiwa tragis Karbala, yang memperburuk hubungan dengan keluarga Nabi.
Muawiyah bin Yazid (683-684 M)
Memerintah singkat selama beberapa bulan dan memilih mengundurkan diri dari kekhalifahan.
Marwan bin Hakam (684-685 M)
Memimpin selama setahun dan berhasil mengatasi kekacauan politik setelah masa Yazid.
Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)
Seorang administrator ulung yang menyatukan kekhalifahan dan memperkenalkan sistem mata uang Islam.
Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
Masa pemerintahannya dikenal dengan pembangunan besar-besaran, termasuk Masjid Agung Damaskus.
Sulaiman bin Abdul Malik (715-717 M)
Dikenal dengan kebijakan santun dan memperkuat hubungan dengan rakyat.
Umar bin Abdul Aziz (717-720 M)
Dijuluki sebagai "khalifah kelima" karena reformasi sosialnya yang berorientasi pada keadilan.
Yazid bin Abdul Malik (720-724 M)
Masa pemerintahannya relatif damai, meski ada tantangan internal.
Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M)
Khalifah yang berhasil mempertahankan stabilitas dan memperluas wilayah kekhalifahan.
Al-Walid bin Yazid (743-744 M)
Pemerintahannya terganggu oleh berbagai konflik internal.
Yazid bin Walid (744 M)
Memerintah sangat singkat dan meninggal dalam waktu singkat setelah naik takhta.
Ibrahim bin Walid (744 M)
Juga memerintah dalam waktu yang singkat karena kekacauan politik.
Marwan bin Muhammad (744-750 M)
Khalifah terakhir yang menghadapi pemberontakan Abbasiyah, yang akhirnya menggulingkan Daulah Umayyah.
Dinasti Umayyah yang berkuasa selama hampir satu abad (90 tahun) runtuh karena berbagai faktor internal dan eksternal. Pertentangan antar suku Arab, diskriminasi terhadap pemeluk Islam non-Arab (Mawali), serta konflik politik dengan Syiah, Khawarij, dan Abbasiyah melemahkan kekuasaan. Sistem pewarisan kekhalifahan yang tidak jelas juga memicu persaingan di istana, sementara gaya hidup mewah membuat generasi penerus kurang kompeten dalam memimpin. Faktor terakhir yang menyebabkan kehancuran adalah gerakan oposisi kuat dari Bani Abbas yang berhasil menggulingkan kekuasaan Umayyah.ย
Umar bin Abdul Aziz, lahir pada tahun 61 H di Madinah, adalah khalifah Dinasti Umayyah yang dikenal karena kesalehan dan keadilannya. Ia merupakan putra Abdul Aziz bin Marwan dan Laila binti Ashim, cucu Umar bin Khattab. Umar bin Abdul Aziz menikah dengan Fatimah binti Abdul Malik, putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Meskipun memerintah hanya 2 tahun 5 bulan, ia meninggalkan warisan besar dalam pemerintahan Islam. Umar bin Abdul Aziz wafat pada usia 40 tahun pada tahun 101 H. Ia dikenal karena hidup sederhana meski berasal dari keluarga kerajaan, dan keturunannya kemudian menunjukkan keberhasilan besar setelahnya.
Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah pada usia 37 tahun setelah dipilih umat. Ia menekankan keadilan, mengembalikan harta yang dirampas secara zalim, dan mendorong kepatuhan kepada Allah. Dalam agama, ia menghidupkan ajaran Al-Qur'an dan sunnah serta memperbaiki sistem hukum.
Ia mendorong terjemahan buku-buku ilmiah dan memindahkan sekolah kedokteran. Dalam sosial politik, Umar bin Abdul Aziz menghapuskan kelas sosial, mengurangi pajak, dan memperbaiki fasilitas umum. Ia juga menghapuskan jizyah dan mengirim pendakwah untuk menyebarkan Islam. Pemerintahannya ditandai dengan kemakmuran dan kedamaian.
Dinasti Umayyah mengubah sistem pemerintahan dari demokrasi menjadi monarki setelah Muawiyah bin Abi Sufyan menunjuk Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota. Administrasi negara diterapkan secara sentralistik dengan membagi wilayah menjadi beberapa provinsi, seperti Syiria, Irak, dan Mesir. Empat departemen utama dibentuk: Diwan Rasail (surat negara), Diwan Kharraj (perpajakan), Diwan Jund (ketentaraan), dan Diwan Khatam (pencatatan peraturan). Muawiyah bin Abi Sufyan juga menetapkan bendera merah sebagai lambang negara dan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan.ย
Dinasti Umayyah memperkenalkan berbagai kebijakan sosial, seperti menyediakan layanan untuk penyandang cacat, membedakan antara Arab dan Mawali (Muslim non-Arab), serta mengeluarkan perundang-undangan untuk melindungi hak-hak masyarakat. Di bawah Khalifah Walid bin Abdul Malik, fasilitas khusus didirikan untuk penderita cacat dan penyakit. Selain itu, pemerintah juga membangun infrastruktur seperti rumah sakit, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan umat.ย
Dinasti Umayyah memberikan kontribusi besar dalam bidang seni dan budaya. Mereka memperkenalkan bahasa Arab sebagai bahasa internasional, mencetak mata uang dengan tulisan Islam, serta mendirikan pabrik-pabrik industri. Mereka juga membangun irigasi untuk pertanian dan mendirikan pusat ilmu dan budaya seperti Basrah dan Kuffah. Dalam bidang kesenian, Dinasti Umayyah mendirikan majelis sastra untuk sastrawan dan ulama serta mendukung perkembangan arsitektur Islam, seperti kubah ash-Shakhra dan renovasi Masjid Nabawi. Istana-istana seperti Qusyr Amrah juga dibangun sebagai tempat peristirahatan megah.ย
Dinasti Bani Umayyah berhasil mengembangkan kebijakan ekonomi yang signifikan. Pendapatan negara diperoleh dari pajak (dharaib), dengan tambahan pajak khusus bagi daerah yang baru ditaklukkan. Pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non-Muslim dikurangi dan jizyah untuk Muslim dihentikan, yang mempengaruhi konversi ke Islam. Pengeluaran negara digunakan untuk berbagai keperluan, seperti gaji pegawai, tentara, pembangunan pertanian, perlengkapan perang, dan hadiah untuk sastrawan serta ulama. Dalam sistem keuangan, mata uang Muslim dicetak secara teratur di masa Khalifah Abd Malik bin Marwan, dan keuangan negara terpusat pada baitul maal, yang pendapatannya berasal dari pajak tanah dan individu.ย
Meskipun lebih fokus pada politik, Daulah Bani Umayyah tetap memberikan perhatian pada perkembangan ilmu, terutama dalam agama Islam, sastra, dan filsafat. Pendidikan dilakukan di tempat-tempat seperti Kuttab untuk mengajarkan anak-anak membaca, menulis, dan menghafal Alquran, serta di masjid yang menyediakan pendidikan lanjutan. Pada masa Khalifah Marwan bin Hakam, gerakan Arabisasi diterapkan untuk menerjemahkan buku-buku dari berbagai bahasa ke dalam bahasa Arab. Selain itu, Baitul Hikmah dibangun sebagai pusat kajian dan perpustakaan yang mendapat perhatian besar dalam perjalanan Daulah Bani Umayyah.ย
Pada masa Rasulullah SAW, penulisan hadits selain Al-Qur'an dilarang, meskipun beberapa sahabat menulisnya untuk keperluan pribadi. Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, penulisan hadits berkembang melalui gerakan rihlah ilmiah. Khalifah Umar bin Abdul Aziz kemudian merencanakan pembukuan hadits untuk menjaga keaslian dan mencegah tercampurnya hadits sahih dan palsu. Ia memerintahkan pengumpulan hadits yang dipimpin oleh ulama seperti Ibnu Syihab al-Zuhri. Pembukuan hadits dilanjutkan oleh tokoh-tokoh seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang menghasilkan Kutubus Sittah.ย
Ilmu tafsir berkembang untuk memahami kandungan Al-Qur'an. Setelah Rasulullah wafat, sahabat-sahabat seperti Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Abbas menjadi pionir tafsir. Mereka mendirikan madrasah tafsir di Makkah, Madinah, dan Irak. Sebagian sahabat, seperti Umar bin Khattab, menolak menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat. Pada masa Dinasti Umayyah, Saโid bin Jubair menolak tafsir dan lebih memilih kehilangan anggota tubuh daripada melakukannya.ย
Ilmu fikih berkembang sebagai pedoman hukum Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan Hadis. Pada masa Khulafaur Rasyidin, ijtihad dilakukan untuk menetapkan hukum, dimulai oleh Muaz bin Jabal. Beberapa ahli fiqih terkenal antara lain Ibnu Mas'ud, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas. Pada masa Dinasti Umayyah, muncul perbedaan antara ahli fiqih Hijaz yang mengutamakan Atsar dan ahli fiqih Irak yang lebih cenderung pada Raโyu. Ulama seperti Syuriah bin Al-Harits dan Al-Aswad bin Yazid memperkenalkan dasar-dasar hukum Islam berdasarkan kebijaksanaan dan akal.ย
Tasawuf muncul sebagai ilmu yang mengajarkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh ketenangan batin serta akhlak mulia. Beberapa tokoh sufi terkenal pada masa Daulah Umayyah, seperti Saโid bin Musayyab, Hasan al-Basri, dan Sufyan Ats-Tsauri, yang menekankan nilai-nilai zuhud, ketidakmelekatan pada dunia, serta pentingnya harapan dan takut hanya kepada Allah.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, Bahasa Arab menjadi bahasa resmi administrasi negara, yang mendorong lahirnya buku al-Kitab karya Sibawaihi tentang kaidah-kaidah bahasa Arab. Selain itu, kesusastraan Arab juga berkembang pesat, dengan banyak sastrawan terkenal, seperti Nuโman bin Basyir, Qays bin Mulawwah (Laila Majnun), al-Akhthal, Abul Aswad al-Duwali, al-Farazdaq, dan Jarir, yang memberikan kontribusi besar pada perkembangan sastra Arab.ย
Ilmu sejarah dan geografi mempelajari perjalanan hidup, kisah, dan riwayat suatu peristiwa atau tempat. Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan menginstruksikan Ubaid bin Syariyah Al Jurhumi untuk menulis sejarah tentang masa lalu, termasuk tentang Dinasti Umayyah. Salah satu karya pentingnya adalah al-Muluk wal Akhbar al-Madhi, yang berisi catatan sejarah raja-raja masa lalu. Selain itu, ada juga karya dari sejarawan lain, Shuhara Abdi, yang menulis Kitabul Amsal.ย
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, meskipun ilmu kedokteran belum berkembang pesat, Khalifah Walid bin Abdul Malik berhasil memajukannya dengan mendirikan sekolah kedokteran pada tahun 88 H/706 M. Para dokter didorong untuk melakukan riset dengan anggaran negara. Untuk mendukung perkembangan ini, banyak dokter dari Persia yang diundang, dan gerakan penerjemahan buku-buku ilmiah, termasuk buku kedokteran, turut membantu. Khalid bin Zayid bin Mu'awiyah memainkan peran penting dalam menerjemahkan buku-buku kedokteran dan ilmiah lainnya.ย
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, politik stabil berkat kebijakan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pemisahan kekuasaan antara politik dan agama dilakukan, dengan khalifah menangani urusan politik dan ulama urusan agama. Pemerintahan dibagi dalam lima lembaga: politik, keuangan, tata usaha, kehakiman, dan ketentaraan. Kebijakan militer meliputi pemindahan ibu kota ke Damaskus, penerapan sistem monarki, dan wajib militer untuk orang Arab. Dinasti Umayyah juga melakukan ekspansi wilayah ke Asia Kecil, Asia Timur, Afrika Utara, dan Spanyol.