Selamat datang di situs "Sinau Teges", semoga informasi yang tersedia bisa dimanfaatkan dan membantu Bapak/Ibu.
“Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri.
Pendidik hanya dapat merawat dan menuntuntumbuhnya kodrat itu.”
Ki Hajar Dewantara
Selamat datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak di Modul 1.3!
Dunia mengalami perubahan yang sangat ekstrim saat ini. Perubahannya begitu cepat dan mampu mempengaruhi berbagai sendi kehidupan baik perilaku individu, struktur sosial maupun praktek berorganisasi. Dalam melihat dunia yang berkembang dengan sangat cepat ini, kita perlu belajar melihat dengan jernih apa yang sungguh-sungguh bermakna buat kita sekarang dan di masa depan.
Derasnya rutinitas dunia membuat kita lupa akan makna. Kita jarang menilik kembali makna hidup kita dan harapan kita. Padahal, harapan itu bagaikan bahan bakar untuk tetap berputarnya dunia seorang manusia. Manusia yang berpengharapan akan memiliki peluang untuk mencapai lebih banyak ketimbang mereka yang tidak berpengharapan.
Murid yang memiliki pengharapan tinggi dapat mengonseptualisasikan tujuan mereka dengan jelas, sedangkan murid yang memiliki pengharapan rendah lebih ragu-ragu dan tidak jelas akan tujuan mereka. Murid dengan pengharapan tinggi menentukan tujuan mereka berdasarkan kinerja mereka sebelumnya. Mereka memasang target belajar dan standar kinerja yang sedikit lebih tinggi dari apa yang dapat mereka capai, karena mereka dapat menyelaraskan diri dengan tujuan mereka sendiri dan mengendalikan bagaimana mereka akan mencapainya. Murid seperti itu termotivasi secara intrinsik dan berkinerja baik secara akademis (Snyder et.al., 2002, p.824). Murid yang bertumbuh.
Dari kenyataan empirik tersebut, kemudian muncullah pertanyaan mengenai bagaimana kita sebagai guru dapat mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan tumbuhnya murid yang memiliki kemandirian dan motivasi intrinsik yang tinggi? Maka atas pertanyaan itulah, guru perlu terus berlatih meningkatkan kapasitas dirinya dalam memvisualisasikan harapan, menggandeng sesama dan mentransformasikannya menjadi harapan bersama. Dari sana, baru kemudian dilanjutkan dengan segala upaya gotong-royong yang diperlukan demi pencapaian harapan bersama tersebut. Harapan kita adalah visi kita. Visi kita sekarang adalah masa depan murid kita. Masa depan murid kita adalah masa depan bangsa kita, Indonesia.
Pada Modul 1.3 ini, Anda sekalian diajak untuk menelusuri visi mendasar dari pendidikan, betapa pentingnya pendidik memiliki visi, dan mengembangkan visi untuk mewujudkan keberpihakan pada murid-murid di daerah Anda sehingga mereka bertumbuh dengan maksimal.
Salam
Instruktur
Seorang guru bukan sekedar bisa dan mahir mengajar di depan kelas, memiliki pengetahuan yang tinggi bahkan memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Tetapi bagi saya, guru adalah seorang aktor yang berperan untuk melengkapi kebutuhan anak didik agar mereka bisa menjalani hidup yang bahagia dan mereka bisa menerapkan apa yang guru berikan dalam proses pengajaran dan pendidikan.
Oleh sebab itu, seorang guru harus memiliki visi yang kuat dalam proses pengajaran dan pendidikan anak. Jika ditanya visi seperti apa yang saya miliki sebagai guru, tentu saja saya ingin mengembalikan esensi pendidikan yang saat ini mulai bergeser, saya ingin anak didik yang berbudaya, mandiri dan inovatif.
Saat ini sekolah di mana saya bertugas percaya bahwa anak didik merupakan subjek yang wajib dihargai sepenuhnya walaupun saat ini kami bekerja keras untuk menuntun mereka, karena selama masa pandemi mereka belum sepenuhnya mendapatkan pengajaran dan pendidikan yang layak karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan.
Dalam melakukan pengajaran rekan-rekan guru saya selalu berdiskusi dan menyisipkan motivasi agar anak didik bisa sadar akan perannya kedepan sebagai aktor masa depan atau sebagai wujud peradaban.
Menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid sepertinya sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak. Mungkin saja, sebagian dari Bapak/Ibu juga menuliskan mimpi itu pada gambaran visinya. Namun, dalam prakteknya, kalimat tersebut bukan kalimat yang mudah untuk diwujudkan. Perlu perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Inilah salah satu tujuan visi, yaitu untuk mencapai perubahan yang lebih baik dari kondisi saat ini. Visi membantu kita untuk melihat kondisi saat ini sebagai garis “start” dan membayangkan garis “finish” seperti apa yang ingin dicapai. Ini bagaikan seorang pelari yang perlu mengetahui garis “start” dan garis “finish” bahkan sebelum ia benar-benar berlari melintasi jalur lari tersebut.
Menurut Evans (2001), untuk memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah, maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah. Budaya sekolah berarti merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Kebiasaan ini dapat berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga sekolah. Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Hal ini berarti butuh partisipasi dari semua warga sekolah.
Mengelola perubahan yang positif butuh partisipasi semua warga untuk menghadirkan budaya sekolah yang positif. Perubahan butuh waktu dan bertahap, untuk mewujudkan visi sekolah kita harus mampu menggerakkan orang lain.
Untuk dapat mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat olahraga’ untuk kita berlari mencapai garis “finish” kita yaitu visi yang kita impikan.
Dalam sebuah video di Youtube, Cooperrider, yang adalah tokoh yang mengembangkan IA, menyatakan bahwa pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa. Manajemen perubahan yang biasa dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi.
IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.
Menurut Cooperrider, saat ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang benar dan baik. Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan penghargaan. Bila organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan.
IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016). IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang. IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif.
Dalam video di Youtube tersebut, Cooperider juga menceritakan bahwa pendapatnya ini sejalan dengan pendapat Peter Drucker, seorang Begawan dalam dunia kepemimpinan dan manajemen. Menurut Drucker, kepemimpinan dan manajemen adalah keabadian. Oleh sebab itu, seorang pemimpin bertugas menyelaraskan kekuatan yang dimiliki organisasi. Caranya adalah dengan mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi menjadi tidak relevan, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan.
Di sekolah, pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Nantinya, kelemahan, kekurangan, dan ketiadaan menjadi tidak relevan. Berpijak dari hal positif yang telah ada, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap warga sekolah.
Perubahan yang positif di sekolah tidak akan terjadi jika pertanyaan yang diajukan mengenai kondisi sekolah saat ini diawali dengan permasalahan yang terjadi atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah, “Mengapa capaian hasil belajar siswa rendah?”, “Apa yang membuat rencana kegiatan sekolah tidak berjalan lancar?”, dan lain sebagainya. Motivasi untuk melakukan perubahan tentu akan berangsur menurun jika diskusi diarahkan pada permasalahan. Suasana psikologis yang terbangun tentu akan berbeda jika pertanyaan diawali dengan pertanyaan positif seperti ini :
Hal-hal baik apa yang pernah dicapai murid di kelas?
Apa hal menarik yang dapat dipetik pelajarannya dari setiap guru di kelas?
Bagaimana mengembangkan praktik baik setiap guru untuk dipertahankan sebagai budaya sekolah?
Murid secara sadar memahami posisinya sebagai agen perubahan, hal ini bisa terwujud dengan selalu memberi motivasi dan pendekatan secara personal menggali setiap potensi siswa dan memberikan pengajaran yang sesuai dengan potensinya
salah satu model manajemen perubahan di sekolah dan mencoba menerapkannya melalui tahapan dalam IA yang di dalam bahasa Indonesia disebut dengan BAGJA (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi). Silakan simak dan pelajari videonya terlebih dahulu melalui tautan berikut ini.
Inilah langkah-langkah yang perlu Anda ikuti dalam menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang Anda telah impikan berdasarkan tahapan BAGJA. Tahap pertama, Buat Pertanyaan Utama. Di tahap ini, Anda merumuskan pertanyaan sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan apa yang diinginkan atau diimpikan. Tahap kedua, Ambil Pelajaran. Pada tahapan ini, Anda mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai di sekolah dan pelajaran apa yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut. Tahap ketiga, Gali Mimpi. Pada tahapan ini, Anda dapat menyusun narasi tentang kondisi ideal apa yang diimpikan dan diharapkan terjadi di sekolah. Disinilah visi benar-benar dirumuskan dengan jelas. Tahap ketiga, Jabarkan Rencana. Di tahapan ini, Anda dapat merumuskan rencana tindakan tentang hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. Tahapan terakhir, Atur Eksekusi. Di bagian ini, Anda memutuskan langkah-langkah yang akan diambil, siapa yang akan terlibat, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi mewujudkan visi perlahan-lahan.
Pada awal penerapannya, mungkin Anda akan merasakan kejanggalan atau meragukan keberhasilannya. Namun, kami mengajak Anda untuk mencobanya dan menikmati kurva belajarnya. Kurva belajar yang Anda akan alami mirip seperti seekor anak burung yang belajar terbang. Pada saat pertama kali terbang, jalur terbang anak burung tidak akan langsung ke atas, tapi akan ke bawah dahulu kemudian meliuk ke atas sebagaimana terlihat pada gambar berikut.
Dengan merujuk pada kurva belajar ini, maka marilah terus percaya bahwa pendekatan positif akan membuahkan hasil yang lebih luar biasa. Ini adalah kebiasaan baru.
Setiap pembiasaan baru pasti tidak selamanya berjalan mulus, banyak tantangan yang harus dihadapi. Dengan gerakan yang konsisten (terus-menerus) pasti semua tantangan bisa teratasi dan bisa membuahkan hasil yang sesuai dengan visi kita.
“Pernahkah Anda bermimpi tinggi dan memulai mewujudkannya dari kekuatan pribadi yang Anda miliki?”.
Sejak di bangku sekolah saya bukanlah anak yang memiliki segudang prestasi, saya termasuk anak yang menengah ke bawah. Tidak ada prestasi akademik yang menonjol, tapi saya termasuk anak yang punya kegemaran dalam aspek psikomotor. Saya tidak suka belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia tapi saya suka mengarang, tidak suka konsep tapi suka langsung praktik. Seiring berjalannya waktu saya menjadi anak yang suka dengan tantangan. Jika ditanya apakah saya punya mimpi, setiap anak pasti punya mimpi dan waktu itu saya bermimpi bisa mensejahterakan keluarga. Mimpi ini muncul, karena saya harus menjadi pengganti ayah sejak di bangku SMP. Setelah saya lulus STM, saya di berikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan S-1 di UNIMA. Dengan modal Impian bahwa saya harus bisa merubah kesejahteraan keluarga saya berangkat dari Jawa ke SULUT seorang diri, menetap dengan keluarga ayah. Setiap hari berusaha semaksimal mungkin supaya bisa menyelesaikan studi, dan akhirnya bisa selesai dengan baik.
"Jika kita punya visi berarti kita harus tahu dan mengenal potret diri serta bagaimana cara mengatasi tantangan kedepan."
Saya memimpikan murid-murid yang mampu mengamalkan kepercayaannya dalam kehidupan sehari-hari, mampu mengembangkan diri sesuai kemampuannya dan bertanggung jawab atas hasil yang diperoleh, mampu berkolaborasi untuk mengupayakan peningkatan/pencapaian terhadap pendidikannya dan mampu memodifikasi, menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak untuk mengatasi berbagai persoalan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungan di sekitarnya.
Sekolah saya percaya bahwa murid adalah salah satu aktor yang mampu membawa perubahan bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat atau dimanapun dia berada.
Sekolah saya mengutamakan keberhasilan pendidikan baik kognitif, dan psikomotornya melalui penanaman nilai karakter baik sehari-hari.
Murid di sekolah saya sadar betul bahwa untuk meraih keberhasilan/kesuksesan harus melalui perjuangan/usaha.
Guru di sekolah saya yakin untuk terus mengembangkan diri, menjadi lebih baik supaya bisa menjadi panutan bagi murid
Guru di sekolah saya paham bahwa memberikan pengajaran dan pendidikan harus melihat potensi diri yang dimiliki oleh murid
Apa yang harus dilakukan untuk mencapai sebuah visi, untuk mewujudkannya bisa menggunakan IA (Inkuiri Apresiatif). Inkuiri Apresiatif merupakan model manajemen perubahan melalui pendekatan kolaboratif berbasis kekuatan yang bisa membawa perubahan pada suatu sistem atau komunitas. Langkah-langkah yang perlu kita ikuti dalam implementasi IA berdasarkan tahapan BAGJA, Buat Pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, Atur eksekusi.
Dengan Inkuiri Apresiatif melalui pendekatan kolaboratif berbasis kekuatan bisa membantu guru penggerak dalam menerapkan pembelajaran serta menjalankan misinya bersama dengan komunitas sesuai dengan kekuatan yang dimiliki.
PEMETAAN KEKUATAN
“Tugas kepemimpinan adalah menciptakan keselarasan kekuatan, dengan cara yang membuat kelemahan suatu sistem menjadi tidak relevan.”
Peter F. Drucker
Peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi dalam diskusi?
Dalam virtual meeting berdiskusi terkait tugas yang dikerjakan serta kekuatan, peran dan manfaat sebagai Guru Penggerak.
Perasaan apa yang muncul saat proses pembelajaran?
Merasa senang karena bisa bertukar pikiran dan pengalaman selama menjadi CGP
Pembelajaran apa saja yang diperoleh melalui peta kekuatan?
Dengan peta kekuatan menjadi motivasi untuk perubahan yang akan kita bawa dimanapun kita pergi dan berada
Jika saya ingin membuat perubahan dengan konsep inkuiri apresiatif;
Apa saja yang perlu saya pelajari lebih lanjut?
Apa saja strategi yang dilakukan untuk melaksanakan perubahan?
Mempelajari lebih dalam terkait tahapan BAGJA dan untuk membuat perubahan tentu saja kita harus secara konsisten melakukan hal positif agar bisa menjadi teladan bagi sesama rekan kerja dan murid.
Sebagai pendidik, merupakan hal yang lumrah terjadi ketika perhatian kita lebih banyak tertuju pada murid yang secara akademik berprestasi atau malah lebih memfokuskan perhatian pada murid ‘bermasalah’ atau murid yang mengalami kesulitan untuk dididik. Namun, seringkali kita lupa bahwa mayoritas murid yang kita miliki adalah murid-murid yang tampak biasa saja. Murid-murid ini memiliki kemungkinan untuk kita abaikan karena tidak ada hal menonjol yang mereka miliki. Namun, perlu ada perubahan dalam memandang mereka dan mendidik mereka. Ingat kembali tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, bahwa pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Pedoman ini adalah Profil Pelajar Pancasila yang diharapkan menjadi pegangan untuk para pendidik di ruang belajar yang lebih kecil. Profil ini tidak hanya dimiliki oleh murid berprestasi secara akademik atau murid yang menonjol dalam bakat lainnya, profil pelajar Pancasila ini diharapkan dimiliki oleh seluruh murid Anda di dalam kelas.
Oleh karena itu, pada Tugas Individu kali ini, Bapak/Ibu diminta membuat rancangan tindakan perubahan berdasarkan tahapan B-A-G-J-A untuk mulai mengubah arah didikan dengan lebih adil dan berpihak pada murid, khususnya pada murid yang selama ini jarang diperhatikan. Temukan potensi dan kekuatan yang mereka miliki serta temukan juga hal baru apa yang dapat Anda lakukan untuk menggali potensi mereka.
Fokuskan diri Anda untuk menjalankan B-A-G-J-A tahap demi tahap. Susunlah pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengungkap hal paling menyenangkan, positif atau menarik apa yang Anda temukan saat berinteraksi dengan murid yang tampak biasa ini. Bukalah ruang dialog bersama murid-murid ini untuk menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai di tiap tahapan B-A-G-J-A Anda. Model B-A-G-J-A merupakan praktik membawakan proses perubahan berbasis kekuatan.
Untuk memperjelas gambaran tugas yang harus Anda kerjakan, pada kesempatan ini kita akan ambil contoh di tahapan Buat pertanyaan utama (inisial B dalam B-A-G-J-A). Tahapan ini adalah tahap menemukan apa yang ingin Anda selidiki menjadi bentuk pertanyaan. Misalnya: Kita akan menyelidiki apa saja yang potensi yang murid-murid biasa ini tunjukkan ketika belajar. Oleh karena itu, pertanyaan utama penyelidikannya antara lain adalah:
Hal baik apa yang dapat Anda temukan dari murid rata-rata ini dalam kegiatan belajar?
Hal menarik apa yang dapat Anda pelajari dari respon, aktivitas, dan hasil belajar yang murid rata-rata ini?
Jalankan setiap tahapan dan pertanyaan dalam model B-A-G-J-A secara lengkap. Pada pembelajaran sebelumnya, Anda telah membuat pemetaan kekuatan. Nah, Anda dapat memanfaatkan informasi dalam daftar tersebut. Kemudian susunlah dengan sungguh-sungguh sebuah rencana rekomendasi seolah-olah Anda akan segera melaksanakannya.
Berikut ini hanyalah contoh tabel untuk mengumpulkan pertanyaan utama dan kegiatan apa saja yang ada di setiap tahapan B-A-G-J-A sebagai dasar pertimbangan Anda ketika merumuskan rekomendasi untuk mengenali serta menumbuhkan potensi murid-murid tersebut.
Umpan balik adalah informasi yang diberikan oleh seseorang mengenai aspek kinerja atau pemahaman orang lain. Hal ini biasanya terjadi seusai pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan atau untuk mengembangkan sikap tertentu (Hattie & Timperley, 2007).
Hattie & Timperley (2007) menyimpulkan bahwa umpan balik yang efektif akan:
membahas tujuan dari tugas yang diberikan
mengarahkan perhatian pada elemen positif dari proses kerja
memberikan informasi tentang seberapa baik tugas telah dilakukan dan seberapa efektif tugas telah dikerjakan
menyertakan kritik yang membangun melalui saran-saran yang dapat memprovokasi peningkatan kualitas unjuk kerja
mengacu pada perbaikan kinerja
mendorong perbaikan proses belajar yang diperlukan untuk memahami dan menyelesaikan tugas
mencakup unsur penilaian diri sebagai bagian dari proses untuk mendorong kemandirian dan tanggung jawab
menginspirasi bagaimana penyelesaian tugas dapat direncanakan, dimonitor dan dikelola dengan strategi/pendekatan tertentu (AITSL, n.d., p.8).
Inkuiri Apresiatif merupakan model manajemen perubahan melalui pendekatan kolaboratif berbasis kekuatan yang bisa membawa perubahan pada suatu sistem atau komunitas. Langkah-langkah yang perlu kita ikuti dalam implementasi IA berdasarkan tahapan BAGJA, Buat Pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, Atur eksekusi.
Untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dibutuhkan peran seorang pendidik yang merupakan salah satu aktor dalam pendidikan.
Dengan konsep IA, maka seorang guru yang mendidik untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila harus mampu melihat kondisi nyata yang ada sekarang ini. Kemudian bersama-sama dengan komunitas yang ada berkolaborasi untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila serta pembelajaran yang menyenangkan terlebih berpusat pada murid.
Manakah waktu yang paling tepat untuk mengaplikasikan Konsep IA, apakah di awal semester atau kapan saja
FILOSOFIS PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA
Ki Hajar Dewantara memberikan pemikiran-pemikirannya tentang Dasar-dasar Pendidikan. Menurut KHD, pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Peran Pendidik diibaratkan seorang Petani atau Tukang Kebun yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi pada anak). Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berpikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak, perlu tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka dan mengikuti perkembangan zaman yang ada namun tidak semua yang baru itu baik, jadi perlu diselaraskan dulu. Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Artinya bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakternya masing-masing, jadi sebagai guru kita tidak bisa menghapus sifat dasar tadi, yang bisa dilakukan adalah menunjukan dan membimbing mereka agar muncul sifat-sifat baiknya sehingga menutupi/mengaburkan sifat-sifat jeleknya.
Kodrat zaman bisa diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada siswa sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri. Dalam konteks pembelajaran Kalau sekarang ya kita harus bekali siswa dengan kecakapan Abad 21. Budi pekerti juga harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang kita lakukan sebagai guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi siswa-siswanya dalam mengembangkan budi pekerti. Di Sekolah kita bisa tanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia pada anak melalui kegiatan pembiasaan.
Nilai dan peran guru penggerak ini melekat dalam diri pribadi seorang pendidik untuk bisa mewujudkan profil pelajar Pancasila. Ada 5 nilai guru penggerak diantaranya mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Begitu juga dengan peran seorang guru penggerak, ada 5 diantaranya menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, menggerakkan komunitas, mewujudkan kepemimpinan murid. Nilai dan peran guru penggerak tidak bisa dipisahkan, dengan adanya nilai dan peran ini tentu saja akan menjadi awal dari sebuah perubahan untuk mewujudkan profil pelajar pancasila. Nilai dan peran guru penggerak dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara saling terkait dan menguatkan antara satu dengan yang lain. Nilai dan peran guru penggerak ini diharapkan dapat menjadi sebuah jembatan bagi guru dalam memainkan perannya sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara. Sebagai contoh nilai berpihak pada murid, yang tidak lepas dari filosofi berhamba pada murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Begitu juga dengan peran guru penggerak dalam mewujudkan kepemimpinan murid merupakan bentuk dari filosofi guru sebagai penuntun.
Untuk mewujudkan merdeka belajar seorang guru harus memiliki visi yang ingin dicapai. Serta bisa merumuskan dan membuat visi yang berpihak pada murid untuk mewujudkan murid merdeka, lingkungan yang aman dan nyaman untuk muridnya di sekolah dengan melibatkan semua warga sekolah dan pemangku kepentingan dalam menyusun visinya serta melaksanakannya dan mengevaluasinya secara bersama-sama. Hal ini dilakukan untuk sebuah perubahan yang positif dengan menggunakan satu pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai model manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. IA pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider. Ada 5 Tahapan Inkuri Apresiatif kita kenal dengan sebutan BAGJA, BAGJA adalah akronim dari Buat Pertanyaan Utama (Define), Ambil Pelajaran (Discover), Gali Mimpi (Dream), Jabarkan Rencana (Design), dan Atur Eksekusi (Deliver). Pendekatan inkuiri apresiatif Sangat membantu Peran guru Penggerak, penerapan Pembelajaran Yang berpusat pada murid dengan memperhatikan kekuatan Yang dimiliki Oleh masing-masing murid.