· Contoh Lusi 2006 campuran hidrokarbon termogenik dengan CH4 mikroba
Diagram zonasi genetik gas yang kelasik (Classic gas genetic zonation diagrams) (Schoell and Bernard plots, Gamb. 3A–B) memberikan kepercayaan bahwa contoh Lusi dikumpulkan tahun 2006 terdiri dari hidrokarbon termogenik (thermogenic hydrocarbons) bercampur dengan sedikit komponen CH4-mikroba, sebagaimana dilaporkan pada bagian awal oleh Mazzini et al. (2007).
· Pasca 2006 kandungan mikroba dari komposisi gas telah menghilang, digantikan termogenik yang lengkap sama dengan contoh dari lapangan gas Wunut
Namun contoh yang dikumpulkan setelah 2006 memperlihatkan bahwa komposisi gas yang melibatkan komponen mikroba sudah hilang (microbial component disappeared) (Tabel-tabel 1A, 1B).
Gas yang diemisikan memperlihatkan tanda-tanda termogenik yang lengkap (complete thermogenic signature).
Sama dengan contoh gas dari lapangan gas Wunut (Wunut gas field), Gunung lumpur Senig dan Gunung lumpur Bulag.
· Komposisi hidrokarbon dari gas Lusi sama dengan contoh di rembesan di sekitar Lusi
Komposisi hidrokarbon dari gas Lusi (The hydrocarbon composition of the Lusi gas) adalah sama dari contoh-contoh pada kawah atau rembesan satelit (crater or at satellite seeps).
· Sumber gas Lusi berada lebih dalam dari sumber lumpur, pasca 2006 tidak ada kontribusi dari sumber gas dari Formasi Kalibeng
Bahwa sumber dari gas Lusi (source of the Lusi gas) berbeda (dan lebih dalam) daripada lumpur Lusi yang disemburkan (erupted mud).
Sehingga setelah 2006, gas Lusi sangat terbatas atau tidak ada kontribusi lagi yang berasal dari satuan serpih Kalibeng Atas (Upper Kalibeng shales).
· Bukti bahwa gas Lusi dibentuk pada temperatur 201oC-220oC, berasal dari reservoir dalam
Kombinasi δ13C2 and δ13C3 dihasilkan dari kerogen marin (marine kerogen), menunjukkan bahwa gas Lusi telah dibentuk pada temperatur antara 201oC-220oC.
Hal ini menunjukkan suatu kematangan dari 2%Ro (maturity of 2%Ro).
Ini sama dengan sistem sebelumnya diuraikan pada Gambar 5, yang berhubungan dengan reservoir utama yang lebih dalam (deeper main reservoir).
Skenario gas lapangan Wunut merupakan termogenik dari sumber Terumbu Porong. Kondisi ini mempunyai kesepakatan dengan Kusumastuti et al., (2000), yang percaya bahwa lapangan Wunut terdiri dari gas termogenik yang bermigrasi dari reservoir terumbu Porong dalam (Wunut field consists of thermogenic gas migrating from the deep Porong Reef reservoir).
· Hipotesis bahwa serpih Ngimbang sebagai batuan sumber dari Lusi dan Wunut dan implikasinya pada sekuensi Kujung
Dengan menempatkan satuan serpih Ngimbang (Ngimbang shales) sebagai batuan-batuan sumber dari Lusi dan Wunut (as the source rocks of Lusi and Wunut), reservoir gas utama (main gas reservoirs) tampaknya merupakan bagian dari sekuensi Kujung termasuk batugamping Prupuh atau tampaknya batugamping Tuban (the Kujung sequence including Prupuh or most likely Tuban limestones).
Dengan nilai untuk kerogen δ13C (28 sampai − 30‰), batuan sumber marin (marine source rocks) terdapat pada batas-minyak dari serpih Formasi Ngimbang berumur Eosen (in the oil-prone Eocene Ngimbang shales) (e.g. Satyana and Purwaningsih, 2003; Wiloso et al., 2009).
· Kondisi gradien panasbumi 42oC/km, hasil pemodelan pembentukan gas berada sekitar kedalaman 4.400m pada Formasi Ngimbang
Dengan menetapkan gradian panasbumi sebesar 42oC/km (Mazzini et al., 2007), temperatur pembentukan gas (gas generation temperature) dari pemodelan Isotop GOR menunjukkan bahwa batuan sumber berlokasi sekitar 4.400 m, dimana konsisten dengan lokasi dari Formasi Ngimbang(Gamb. 6).
Pemodelan juga menentukan bahwa untuk δ13C2 sekitar − 25‰ (nilai rata-rata dari Lusi dan Wunut), angka asli δ13C1 dari metan termogenik (of thermogenic methane) akan sekitar− 35‰ (Gamb. 5C).
· Perkiraan terjadinya percampuran mikroba pada tahap awal sebagai kontaminasi tahap awal migrasi gas
Sebagai ringkasan komponen percampuran mikroba pada tahap awal (the initial mixing-microbial component) harus ditentukan sebagai kontaminasi (contamination) selama tahap awal migrasi gas (during early gas migration).
· Perbedaan dari mud volcano lainnya dari Lusi mempunyai asal mula hidrokarbon lebih dalam, dan kurang dipengaruhi mikroba dangkal
Sebagai perbandingan dengan mud volcano lainnya di Cekungan Jawa Timurlaut, Lusi mempunyai asal mula hidrokarbon lebih dalam (hydrocarbons of deeper origin).
Atau pada kasus lainnya suatu sistem rembesan yang kurang dipengaruhi oleh komponen mikroba dangkal (a seepage system less influenced by shallower microbial components).
· Indikasi terdapatnya gas magmatik dari rasio isotop helium yang tinggi
Asal mula dari karbon dioksida Lusi tampaknya jelas organik, walaupun tiga contoh memperlihatkan angka berkisar antara – 7,4 ke – 0,5‰.
Berasosiasi dengan rasio isotop helium yang tinggi (associated with a high helium isotopic ratio) (R/Ra: > 6,47; Gamb. 7A) di sini tampak sebagai gas magmatik (a magmatic gas).
· Analogi sistem Lusi dan Salton Sea dicirikan CO2 magmatik, He, dan CH4
Analogi yang dekat dengan sistem Lusi adalah dengan lapangan rembesan Davis–Schrimpf di Laut Salton (Salton Sea). Dicirikan dengan CO2 magmatik, He, dan CH4.
Dampak intrusi magmatik di Laut Salton terutama pada batuan karbonat (carbonate rocks), sehingga menghasilkan CO2 yang jauh lebih berat dan tidak dapt dibedakan dengan yang berasal dari CO2 magmatik.
· Di Lusi CO2 ringan kemungkinan menutupi CO2 magmatik
Di daerah Sidoarjo intrusi, atau migrasi fluida panas (migration of hot fluids) tampaknya terutama dari serpih (kerogen) dan gas (CH4).
Menyebabkan jumlah isotop ringan CO2 lebih besar, yang tampaknya menutupi CO2 magmatik (masks eventual magmatic CO2).
· Bukti Lusi ada keterkaitan dengan komplek volkanik
Kaitan dengan komplek volkanik yang ada didekatnya ditekankan dengan:
a) arah N-NE dari kawah volkanik di bagian ini di Jawa (Gamb. 1),
b) keseluruhan kronologi didalam kecendrungan ini, dan
c) oleh terdapatnya lahar terbakar oleh fluida hidrotermal.
· Asumsi dan perkiraan pembentukan temperatur CO2 dan CH4 Lusi pada 200 dan 400oc dan implikasinya
Asumsi bahwa kondisi keseimbangan (equilibrium conditions) setelah oksidasi CH4 ke CO2 (sebagaimana dilaporkan untuk alterasi panas dari sedimen yang kaya organik oleh Seewald et al., 1994).
Dan CO2 dan CH4 tidak tercampur dari sumber yang berbeda (are not mixed from different sources), pembentukan temperatur (formation temperature) dari CO2 dan CH4 Lusi harus berada antara 200 dan 400oC (Gam. 7 B).
Temperatur ini jauh lebih tinggi daripada yang dihasilkan untuk mud volcano lainnya pada studi ini.
· Temuan lapangan keberadaan lahar teralterasi mengikuti arah Patahan Watukosek, sebagai indikasi jalan keluar fluida panasbumi kearah timur laut
Data ini dikombinasikan dengan keberadaan gawir patahan Watukosek (Watukosek fault escarpment) berjarak 4,6 km dari Lusi.
Hasil kerja lapangan tahun 2011 telah mengidentifikasikan keberadaan lahar teralterasi (altered lahars), yang mengikuti arah dari Patahan Watukosek.
Hal ini mengindikasikan bahwa fenomena itu telah berperan sebagai jalan keluar dari fluida hidrotermal yang bermigarasi kearah timurlaut (pathway for hydrothermal fluid migration towards the north east).
· Hipotesis propagasi busur volkanisme kearah Lusi
Bila busur volkanisme (arc volcanism) bermigrasi kearah Lusi dengan suatu pertanyaan terbuka, tapi pada banyak kasus keseluruhan sistem volkanik (whole volcanic system) telah melibatkan kronologi dari Gunung Kawi (tertua), sampai Arjuno-Welingar dan akhirnya ke Penanggungan (Gunung termuda) mengikuti arah yang sama dengan Patahan Watukosek (Gamb.1).
· Pola pikir skenario sistem sedimen selaku tempat hidrotermal magmatik: intrusi batuan beku dan fluida hidrotermal merubah material organik
Data yang dipresentasikan mengedepankan kearah karakteristik sekenario sistem sedimen selaku tempat hidrotermal-magmatik, dimana intrusi batuan beku (igneous intrusions) dan fluida hidrotermal (hydrothermal fluids) merubah material organik pada sedimen di kedalaman (e.g. Simoneit, 1985),, sebagai kasus penunjaman serpih (shale subduction).
· Skenario geokimia air panas kawah dari transformasi mineral lempung
Skenario juga bisa menjelaskan karakteristik geokimia dari air kawah yang panas (hot crater water) dan ciri transformasi mineral lempung (clay mineral transformation) dari serpih Kalibeng (Kalibeng shalses). (Mazzini et al., 2007).
· Data baru mengungkapkan terdapatnya sistem saluran yang lebih dalam mencapai batugamping dan batuan sumber
Data baru sangat jelas memperlihatkan terdapatnya sistem saluran yang lebih dalam (much deeper plumbing system)mencapai batugamping dan batuan-batuan sumber (the deep limestones and the source rocks). Gambar 6. Meringkas model rembesan baru untuk Lusi.
· Pendapat baru Lusi manifestasi permukaan dari kedudukan dalam sedimen sebagai tempat dari sistem panas bumi
Daripada merepresentasikan mud volcano yang tradisional (a traditional mud volcano), Mazzini berpendapat bahwa Lusi sebagai manifestasi permukaan dari kedudukan dalam dari sedimen sebagai tempat dari sistem hidrotrmal bumi (Lusi is a surface manifestation of a deep-seated sediment- hosted hydrothermal system).
· Migrasi fluida dan lumpur sebagai komplek kawah hidrotermal
Terjadi migrasi vertikal dari fluida dan lumpur (vertical migration of fluids and mud), analogi dengan apa yang disebut sebagai komplek kawah hidrotermal (hydrothermal vent complexes) (Svensen et al., 2004, 2006).
· Keberadaan komplek kawah hidrotermal (Hydrothermal vent complexes) merepresentasikan struktur pembubungan
Komplek kawah hidrotermal (Hydrothermal vent complexes) merepresentasikan struktur pembubungan, dibentuk sebagai konsekuensi dari aliran fluida yang diinduksi dan penumpukan tekanan (a consequence of thermally induced fluid flow and pressure build-up).
Dimana berasosiasi dengan intrusi batuan beku di dalam cekungan sedimen (igneous intrusions in sedimentary basins-Jamtveit et al., 2004).
· Mekanisme pergerakan gas dalam dan serpih dangkal, yang berasosiasi dengan air panal dalam saluran pengumpan
Asosiasi dari gas dalam dengan pergerakan serpih lebih dangkal (shallower mobilised shale) dari Formasi Kalibeng.
Sehingga bahwa pengendali tekanan utama dari sistem rembesan (seepage system) adalah gas itu sendiri, yang berasosiasi dengan air panas di dalam saluran pengumpan (hot water in the main feeder channel).
Pengendali mekanisme sistem Lusi oleh tekanan fluida dalam berhubungan panas dari tubuh intrusi magmatik.
Hal ini berarti bahwa sistem Lusi kemungkinan dikontrol oleh kondisi tekanan fluida dalam (Lusi system may be controlled by deep fluid pressure conditions).
Dimana tampaknya berhubungan dengan dampak panas dari tubuh intrusi magmatik (the intrusive magmatic bodies). Dalam kaitan ini yang sangat ideap adalah gunungapi Arjuno-Welirang didekatnya, dimana akan memainkan peran penting.
· Faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu sistem saluran gunung magmatik di dekatnya dan tingginya aliran panas diinduksi oleh intrusi
Karena itu suatu konsekuensi penting dari temuan baru adalah bahwa baik hipotesis pemicu suatu ‘gempa-patahan’ (earthquake-fault) atau suatu ‘buatan manusia’ (man-made) untuk semburan Lusi.
Faktor ketiga yang harus harus ditentukan adalah peran sistem saluran dari gunung magmatik di dekatnya (plumbing system of the adjacent magmatic volcano) dan tingginya aliran panas diinduksi oleh suatu intrusi (high heat flow induced by an intrusion).
· Kecenderungan interaksi gunungapi dan cekungan sedimen untuk Lusi: model struktur runtuh Porong-1
Tipe interaksi antara gunungapi dan cekungan sedimen (type of interactions between volcanoes and sedimentary basins) kemungkinan tidak unik untuk Lusi.
Data seismik yang diambil pada timurlaut cekungan busur belakang dari Jawa memperlihatkan sejumlah struktur pembubungan yang terkubur (buried piercement structures).
Salah satu yang spektakular adalah struktur runtuh (collapse structure) yang terlihat pada sumur Porong-1 di dekat Lusi (Istadi et al., 2009).
Struktur ini tampaknya merepresentasikan suatu mud volcano atau struktur pembubungan seperti Lusi, sekali aktivitasnya berhenti, secara gradual runtuh sekitar saluran pengumpan vertical dan terus terkubur.
· Model kawah hidrotermal Lusi dan analogi pada krisis lingkungan global
Mekanisme berlanjutnya Lusi dan uraian dari skenario hidrotermal dapat digunakan sebagai suatu analogi modern untuk memahami mekanisme dari komplek kawah hidrotermal yang terkait dengan krisis lingkungan pada rekaman geologi (environmental crises in the geological record).
Studi baru-baru ini telah menyoroti korelasi antara perkembangan mendala batuan beku (Large Igneous Provinces developing) yang besar pada rekaman geologi dan perioda dari crisis pemanasan global atau krisis lingkungan (periods of global warming/ environmental crises (e.g. Wignall, 2001)..
Telah disusulkan bahwa krisis iklim tersebut dipicu oleh ekstensifnya aktivitas hidrotermal dan pembentukan dari struktur pembubungan (Svensen et al.,2004; Svensen et al., 2006).
(Seismicity and the volcanic complex)
· Indikasi awal hubungan antara Lusi dan komplek magmatik Arjuno dan aktivitas kegempaan
Terdapat beberapa implikasi terhadap suatu yang baru diusulkan yaitu hubungan antara Lusi dan komplek magmatik Arjuno.
Khususnya terkait bagaimana berulangnya aktivitas kegempaan bisa memberikan dampak pada kedudukan pada kondisi kritis.
Sangat kontras Manga dkk (2009) yang mengukur kekuatan dari semburan lumpur pada lokasi Lusi, Taniwawa dkk (2010) mengukur juga permeabilitas dan penyimpanan yang khusus dari singkapan Formasi Kalibeng Atas (sumber dari Lumpur Lusi), berbarengan dengan parameter variasi dari data sumur di log selama pemboran pada formasi yang sama.
Tanikawa memperlihatkan bahwa Formasi Kalibeng Atas sebelum semburan telah mengalami overpressure dan berada pada kondisi yang kritis.
Sehingga dapat hilang kekuatan dihasilkan pada even likuifaksi walaupun oleh tekanan moderat yang berfluktuasi, seperti halnya pada gempabumi Yogyakarta.
Pada hal ini, Mori dan Kano menguraikan bukti yang memperlihatkan bahwa gempabumi 6,3 M mungkin telah merubah kondisi fluida lokal di daerah Lusi.
Penulis tersebut juga menyoroti kemunginan dampak dari mekanisme ‘cascading’ yang dapat memperkuat perubahan tekanan fluida dihasilkan pada semburan permukaan dipicu oleh suatu awal dari aktivitas gempa.
· Skenario terapan sistem dari Lusi-Patahan Watukosek-komplek Arjuno Welirang volkanik.
Skenario tersebut tampaknya dapat diterapkan untuk menguraikan sistem dari Lusi-Patahan Watukosek-komplek Arjuno Welirang volkanik.
Skenario baru memberikan implikasi bahwa analisis dari dampak gempa pada lokasi Lusi (contoh Manga, 2007) harus direvisi oleh peran kataklastik dari Gunung (catalytic role of the volcano).
Lebih jauh, hal tersebut telah ditunjukkan bahwa reaktivasi dari patahan geser Watukosek yang memainkan peran penting dalam memfasiliatasi semburan Lusi melalui pengurangan tekanan fluidasasi kritis (Mazzini et al., 2009).
· Peran penting dari intrusi dan fluida overpressure di dalam saluran yang telah berada pada kondisi kritis
Temuan kami yang baru memberikan kepercayaam bahwa suatu semburan di daerah ini, lebih tampak terjadi dengan mengkonsiderasi potensi pengaruh dari suatu intrusi dan atau fluida overpressure.
Dibangkitkan oleh sistem saluran yang telah berada pada kondisi kritis (potential effect of an intrusion and/or the overpressured fluids generated by it in an already critical plumbing system)..
· Pekerjaan yang sekarang menekankan antara seismisitas dan volkanik dan aktivitas hidrotermal
Sebagai contoh Delle Donne et al. (2010) mencoba untuk mengkuantitatifkan respon pada aktivitas kantong magma dan semburan panas dari gunungapi, mengikuti terjadinya gempabumi besar (activity of magmatic chambers and the heat flux of volcanoes following to large earthquakes).
Mereka telah mendemonstrasikan bahwa even gempabumi yang jauh telah memberikan dampak signifikan pada sistem magmatik (even distant earthquakes have a significant effect over magmatic systems).
Database yang besar dihimpun oleh Delle Donne et al. (2010) juga memperlihatkan bahwa jarak antara gempabumi 27 Mei 2006 dengan kekuatan 6,3 < (ketika kawah mulai di daerah Sidaorjo) dan komplek Arjuno, adalah baik didalam ambang batas sensitifitasnya.
Ditambahkan telah dapat didokumentasikan bahwa respon gempabumi sama pada aktivitas gunung jawa (contoh Merapi dan Semeru) yang berlokasi jauh dari pusat gempa.
Salah satu jarak yang terbesar daripada komplek Arjuno(Harris and Ripepe, 2007; Walter et al., 2007).
· Asumsi bahwa aktivitas gempa telah mempengaruhi ketidakstabilan sistem
Karena itu selanjutnya menjadi jelas bahwa aktivitas seismik yang sering terjadi di daerah ini telah mempunyai pengaruh yang kuat pada ketidakstabilan sistem (a strong impact on unstable systems) seperti satu yang diuraikan disini.
· Respon Lusi pada aktivitas kegempaan, meningkatnya kecepatan aliran, pengaktivan kembali Patahan Watukosek
Sejak tahun 2006 Lusi telah mengalami respon terhadap aktivitas kegempaan, pada berapa contoh berperan dengan semburan seketika dan peningkatan kecepatan aliran (increases in flow rate).
Disamping itu bahwa even patahan Watukosek telah diaktifkan kembali dengan runtuh seketika dan pergeseran (reactivated with spectacular sudden collapse and shearing (Mazzini et al., 2007, 2009)..
· Bukti aktivitas gempa merubah fluida magmatic dalam, mengaktifkan Patahan Watukosek, dampak tanggul jebol
Hal menarik bahwa jebolnya tanggul di bagian utara-timur mengikuti arah dari sistem patahan Watukosek.
Semua bukti ini adalah mendukung suatu skenario dimana aktivitas kegempaan secara periodik merubah kondisi dari fluida-fluida magmatik dalam(seismic activity periodically alters the conditions of the deep magmatic fluids).
Yang selanjutnya bisa memicu semburan lebih meningkat pada lokasi Lusi dan reaktivasi patahan Watukosek.
Shearing lateral sepanjang patahan Watukosek juga mengkontribusikan untuk menfasilitasi pelepasan overpressure ini (overpressure release).
· Skenario sistem saluran Lusi dari persprektif temuan baru:
Temuan baru kami membuka implikasi dan skenario untuk pemahaman dari sistem saluran Lusi dan yang memicunya.
· Migrasi fluida panas bumi kearah timurlaut melalui sumber batuan kaya material organik, didukung oleh gradient panasbumi
Kedudukan dalam intrusi magma (Deep sited magmatic intrusions) atau fluida hidrotermal panas yang berasal dari saluran komplek volkanik Arjuno (hot hydrothermal fluids), bermigrasi kearah utara-timur melalui batuan sumber yang kaya material organik dan sekuen sedimen reservoir(migrating through organic-rich source rocks and reservoir sedimentary sequences). Umumnya gradien geotermal di daerah tersebut mendukung skenario ini.
Keseluruhan komplek volkanik bisa maju ke timur laut mengikuti arah dari sistem Patahan Watukosek (Gamb1) .
· Sistem patahan Watukosek diawali bagian dari komplek volkanik: mekanisme jalurjalan propagasi kearah busurbelakang
Terdapatnya sistem patahan Watukosek (yang awal kejadiannya dari komplek volkanik) merepresentasikan suatu jalurjalan untuk propagasi fluida magmatik dalam (deep magmatic fluids) kearah busurbelakang dari pulau.
· CO2 berasal dari sedimen kaya organik atau gas termogenik mendorong fluida kearah serpih overpressure
Tekanan berlebih yang besar dibangkitkan pada suatu sistem hidrotermal yang baru.
Panas dari intrusi dan fluidanya menghasilkan CO2 berasal dari sedimen yang kaya organik dan/atau gas termogenik, pendorong fluida kearah yang sudah overpressure dan serpih tidak stabil yang lebih dangkal (Formasi Kalibeng Atas).
· Terbentuk struktur kubah atau struktur pembubungan di bawah pra-Lusi
Suatu bentuk kubah di bawah permukaan tumbuh di bawah lokasi dari kawah Lusi ke depan (Mazzini et al., 2009)..
· Gempabumi Yogyakarta mempengaruhi komplek volkanik Arjono, terjadi migrasi magma dan fluida merubah keseimbangan kritis
27 mei 2006, gempabumi dengan kekuatan 6,3 M dan reaktivasi patahan geser.
Secara bersamaan, kantong magma di bawah komplek volkanik Arjono (the magmatic chamber underneath the volcanic Arjuno complex) dipengaruhi dan selanjutnya terjadi migrasi dari magma (migration of magma) dan fluida merubah keseimbangan kritis dari overpressure yang telah membentuk dan tumbuh struktur pembubungan di bawah lokasi Lusi (growing piercement structure beneath Lusi site).
· Pergerakan fluida kearah zona shear membentuk Kawah Lusi
Fluida dari satuan sedimen mengalir kearah zona shear dan bermigrasi kearah permukaan menggunakan zona patahan sebagai jalurjalan yang terpilih (preferential pathway). Beberapa kawah terbentuk pada permukaan dengan kelurusan 1,2 km yang mengikuti arah patahan NE-SW.
· Berlangsung luapan lumpur menutupi lokasi semburan lainnya
Aliran lumpur dari kawah yang utama (disebut Lusi) menutupi lokasi semburan lainnya.
· Runtuh membentuk elip dengan sumbu panjang mengikuti patahan Watukosek
Pada beberapa perilaku Lusi tampaknya untuk merespon dengan peningkatan kecepatan aliran setelah even gempa. Runtuh di daerah mempunyai bentuk (elip ellipsoidal shape)yang mengikuti arah dari Patahan Watukosek.
· Pengendali mekanisme utama penumpukan tekanan fluida dalam, dan kedua semburan Lusi
Mazzini percaya bahwa penumpukan tekanan fluida dalam (deep fluid pressure build-up) sebagai pengendali utama dan dengan pemicu kedua berasal dari semburan Lusi.
· Kemungkinan variasi tekanan independen dari gempabumi merespon evolusi volkanik
Penulis tidak dapat mengesampingkan bahwa variasi tekanan tersebut mungkin juga independen dari gempabumi ketika mereka secara langsung merespon evolusi dari volkanik dan perilaku dari komplek volkanik, juga diamati dari sistem hidrotermal lainnya.
· Tidak mengesampingkan kontribusi buatan manusia,
Lebih daripada itu tidak dapat dikesampingkan suatu kontribusi buatan manusia untuk memicu fenomena Lusi.
Namun, berdasarkan temuan baru, hal tersebut memunculkan ketidakmungkinan.
Bahwa suatu lubang bor yang dangkal, bisa menerima suatu sistem termogenik dan magmatik pada kedalaman > 4 km.
Kurang tepat bila perkiraan panjang umur Lusi hanya berdasarkan pendekatan mud volcano.
Skenario baru diusulkan penulis, bahwa perkiraan dari pajang umur Lusi berdasarkan suatu pendekatan mud volcano (Lusi longevity based on a mud volcano approach).
Khususanya bila hanya lumpur ditentukan mengendalikan aliran fluida, adalah gagal.
· Model inovasi prediktif memperhatikan sistem saluran, pengaruh kegempaan yang mungkin mempengaruhi kantong magmatik, mengaktifkan kembali patahan watukosek, struktur pembubungan
Suatu model prediktif harus pertama memahami sistem saluran Lusi (firstly understand the structure of Lusi plumbing system) dan memperhitungkan efek kombinasi dampak dari kegempaan yang mungkin mengubah kantong magmatik Arjuno (Arjuno magmatic chamber).
Secara periodik mengaktifkan kembali Patahan Watukosek, dan dampak dan reologi dari sedimen dan kekritisan dan sistem saluran overpressure dari pembubungan Lusi.
· Pandangan perhitungan model durasi Lusi dari Davies masih tidak lengakap dan kurang relevan
Bila skenario model kami yang baru adalah benar, sehingga model yang dipublikasikan sebelumnya (Davies et al., 2011; Rudolph., 2011) mencoba untuk memperkirakan evolusi Lusi menjadi tidak lengkap dan tidak relevan (attempting to predict the evolution of Lusi are incomplete and irrelevant).
· Fakta pada November 2011 terjadi penurunan kecepatan aliran dan tingkat aktivitas
Apalagi sekarang (November 2011), pengamatan lapangan memperlihatkan bahwa kecepatan aliran dan tingkat aktivitasnya (flow rates and level of activity) keduanya jauh lebih rendah dibandingkan dengan prediksi dari model tersebut.
· Karekteristik semburan: kecepatan rendah, aktivitas seperti geyser dengan periode tidur 16 menit
Sejak beberapa bulan yang lalu Lusi telah menyembur dengan kecepatan yang rendah antara 5000-10.000m3/h.
Telah dapat diobservasi tambahan aktivitas seperti geyser dengan perioda tanpa erupsi 16 menit (a geyser- like activity with periods (up to 16 min) of no eruption) dan total tenang (completed calm) (sejak April 2011, komunikasi pribadi S. Hadi).
· Periodesasi aktivitas semburan belum banyak diselidiki: Kecepatan aliran tertinggi dihubungkan dengan kegiatan gempa
Sebegitu jauh, periodisitas pada periode tidak ada aktivitas (the periodicity of these no activity periods) belum di investigasi secara mendalam.
Disamping fluktuasi harian tersebut, telah dapat diamati puncak kecepatan aliran dari tingginya luapan (peaks of much higher flow rate discharge).
Beberapa diantaranya hanya beberapa hari dan tampaknya pada bagian besar bersamaan dengan rekamanan aktivitas gempa.
· Perspektif ke depan memantau variasi dari perilaku komplek volkanik dan respon pada aktivitas Lusi
Studi ke depan harus bertujuan untuk memantau variasi dari perilaku dari komplek volkanik dan respon dari aktivitas Lusi (to monitor the variation of the behaviours of the volcanic complex and the responses in Lusi activity).