PEMBUKAAN LAHAN

LAHAN KECIL DI BELAKANG KELAS

Mengawali kegiatan proyek penguatan profil pelajar pancasila dalam bidang kewirausahaan, siswa mulai membuka lahan untuk membuka usaha kecil-kecilan. Pihak sekolah memberikan ukuran 8 x 4 m pada peta hijau untuk dikelola kelas VIII.7. Tekstur lahan yang tidak keras dengan rerumputan pendek yang tumbuh diatasnya memberikan keuntungan tersediri dalam pengolahannya. Artinya, teknik yang digunakan agak lebih ringan dibanding kelas lain yang dipenuhi batuan, pecahan kaca bahkan dengan  kondisi kemiringan tanah.

Peralatan yang minim, menyebabkan pengolahan berjalan lamban. Sebagian siswa melakukannya dengan menggunakan tangan atau alat seadanya. Kegotongroyongan dan kemandirian siswa dituntut untuk menyelesaaikan tahap ini dengan tepat waktu. Beberapa guru turut memberikan pendampingan dan pembimbingan pada peserta didik. Hal ini untuk memastikan rancangan proyek awal dapat berjalan sesuai harapan. Siswa mengambil peran masing-masing dengan cara yang berbeda. Ada yang merancang lokasi, melakukan pembongkahan tanah, pembalikan, penyiapan alat, pennggemburan dan perbaikan drainase. Hal ini dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil. Peran ini menjadikan warga kelas dapat berkontribusi dengan merata.

Kerja ekstra terlihat pada kelas VIII.1 Kondisi lahan yang lebih kecil dengan ukuran 9,8 x 2,7 meter dengan bentuk jajaran genjang yang mengerucut. Pecahan tehel yang banyak dari buangan pengerjaan gedung membuat tanah susah untuk digemburkan. Bukan hanya itu saja, pecahan kaca dan batuan besar juga terdapat pada lahan ini. Inilah yang membuat warga kelas memiliki waktu yang tidak bisa singkat dalam pembukaan lahan. Setelah pembersihan gulma dan barang rongsokan dilakukan barulah mulai membuat tanggul untuk menahan tanah sekaligus pembatas lahan dari kemiringan.

Pembenahan lahan minggu 1

Pembenahan lahan minggu 2

Pembersihan Gulma

Bata beton dari lapangan yang renovasi digunakan warga kelas untuk memabuat batas penahan tanah. Secara bergotong-royong dengan teknik setafet, batuan ini dipindakan dari ketinggian untuk ditata dilahan yang telah mulai bersih. Ibu Suratmin selaku wali kelas terus mendampingi kegiatan yang pebuh resiko ini. Ungkapan "hati-hati" selalu keluar dengan suara yang keras agar siswa tidak bermain dan serius untuk menata kebun kecilnya.

Sistem estafet dilakukan dalam menyusun pembatas kebun

Batuan ini digunakan untuk pembatas

Wanita dan pria memiliki peran yang berbeda

Setelah dua minggu yang memanfaatkan jam kerja bakti dan P5, akhirnya lahan siap untuk ditanami. Pemanfaatan polyback menjadi alternatif pilihan siswa. Hal ini disebabkan beberapa bagian lahan yang sangat susah untuk ditanami. Bebatuan besar, tumpukan tegel yang berlapis serta kemiringan yang tinggi adalah penyebabnya.