KALENDER JAWA
Kalender atau Tahun Jawa (Anno Javanico)bermula dari kalender Saka yang system perhitungannya berdasarkan Surya Sengkala/matahari, meskipun asal kalender Saka Jawa sendiri berasal dari kalender Saka India yang mana system perhitungannya berdasarkan Surya Sengkala /matahari dan Candrasengakala /bulan yakni perpaduan bulan dan matahari atau disebut dengan lunisolar yang berkembang di India sejak tahun 78 M.
Permulaan kalender Saka konon pada saat mendaratnya Ajisaka di pulau Jawa Sebagian sejarah mengatakan bahwa permulaan itu adalah saat raja Salivana (Ajisaka) naik tahta di India. Ajisaka(Ajisoko) adalah tokoh pulau Jawa yang menciptakan abjad huruf Jawa ha na ca ra ak (honocoroko).
Kalender Saka yang sebelumnya menggunakan system matahari , ketika Sri Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram ketiga yang berkuasa pada tahun 1613-1645 M. merubah tahun Saka menjadi tahun Jawa, yang semula dihitung berdasarkan peredaran matahari(solar), diubah berdasarkan peredaran bulan(lunar). Sebagian sejarah menuturkan bahwa Sultan Agung tidak merubah system solar ke system lunar, tapi memang sejak awal system kalender Saka adalah lunar dan bukan solar
Perubahan penanggalan berlaku untuk seluruh Pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, karena tidak termasuk daerah kekuasaan Mataram. Perubahan sistem penanggalan dilakukan hari Jumat Legi, saat pergantian tahun baru Saka 1555 yang ketika itu bertepatan dengan tahun baru Hijriyah, 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli 1633 M.
Pergantian sistem penanggalan tidak mengganti hitungan tahun Saka 1555 yang sedang berjalan menjadi tahun 1, melainkan meneruskannya. Hitungan tahun tersebut berlangsung hingga saat ini. Perubahan sistem penanggalan dapat dibaca dalam buku Primbon Adji Çaka Manak Pawukon 1000 Taun yang ditulis dalam bahasa Jawa.
Selain mengubah sistem penanggalan, Sultan Agung juga menyesuaikan nama bulan dan hari yang semula menggunakan bahasa Sansekerta menjadi bahasa Arab atau mirip bahasa Arab. Raditya diganti Ahad, Soma diganti Senin, Anggara diganti Selasa, Buda diganti Rabu, Respati diganti Kemis, Sukra diganti Jemuah, Tumpak/Saniscara diganti Sabtu. Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh penanggalan Islam dalam penanggalan Jawa.
Umur bulan kalender Jawa sama dengan Kalender Hijriyah Urfi, untuk bulan ganjil umurnya 30 hari sedangkan bulan genap umurnya 29 hari. Adapun nama nama bulan serta jumla harinya sebagai berikut:
1. Suro 30
2. Sapar 29
3. Mulud 30
4. Ba'do Mulud 29
5. Jumadilawal 30
6. Jumadilakir 29
7. Rejeb 30
8. Ruwah 29
9. Poso 30
10.Sawal 29
11.Selo 30
12.Besar 29/30
Perbedaan kalender Jawa dengan kalender Hijriyah Urfi adalah daur/siklusnya. Untuk tahun Hijriyah daur/siklusnya 30 tahun, sedangkan tahun Jawa daur/ siklusnya 8 tahun/satu windu. Dalam setiap satu windu ada 3 (tiga) tahun kabisat, yaitu tahun ke dua, ke lima dan dan ke delapan. Sedangkan yang lain adalah tahun Bashithoh.
Dalam kurun waktu 120 tahun dalam kalender Hijriyah Urfi terdapat 44 tahun kabisat, sedangkan kalender Jawa terdapat 45 tahun kabisat. Oleh karena itu kerajaan di Surakarta memutuskan tahun 1.674 dan tahun 1.784 sebagai tahun bashithoh. Padahal seharusnya keduanya adalah tahun kabisat. Hal ini untuk menyesusaikan agar tahun Jawa yang sebenarnya adalah tahun Hijriyah dapat sesuai dengan asalnya, dengan diubahnya dari siklus asalnya 30 menjadi 8 tahun, maka setiap 120 tahun diadakan pemotongan 1 hari, yaitu mengubah tahun yang semula kabisat menjadi tahun bashithoh.
Pertama kali tahun Jawa diberlakukan sebagai penanggalan resmi oleh Sultan Agung, yaitu pada tahun 1.555 Jawa, tanggal 1 Muharrom tahun Alif jatuh pada hari Jum'ah Legi/Ajumgi. Kemudian pada tahun 1.627 Jawa, secara resmi telah diberlakukan bahwa tanggal 1 Muharrom tahun Alif jatuh pada hari Kamis Kliwon/Amiswon, maju satu hari. Kemudian pada tahun 1.747 Jawa, tanggal 1 Muharrom tahun Alif juga diajukan satu hari menjadi Rebo Wage/Aboge, seperti yang terkenal sampai saat ini.
Seharusnya sejak tahun 1.867 Jawa, sudah harus diajukan 1 hari sehingga tanggal 1 Muharrom tahun Alif, jatuh pada hari Selasa Pon/Asapon, dan besok pada tahun 1.987 Jawa, seharusnya diajukan 1 hari, sehingga tanggal Muharrom tahun Alif, jatuh pada hari Senin Pahing/Anenheng . Dan seterusnya setiap 120 tahun diajukan 1 hari. Namun oleh karena setelah berlakunya Aboge Kerajaan Mataram sudah tidak eksis lagi sehingga tidak ada lagi penguasa yang secara resmi mempergunakan kalender Jawa sebagai kalender administrasi, akhirnya orang Jawa hanya mengenal Aboge saja walaupun sudah lebih dari 120 tahun yang mestinya masuk kalender Asapon.
Di dalam kalender Jawa disamping hari yang jumlahnya 7 hari ada hari pasaran yang disebut pancawara yang terdiri dari lima hari yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon. Bertemunya siklus hari yang berjumlah 7 dengan pasaran yang berjumlah 5 hari disebut Selapan (5 x 7 = 36 hari). Contoh: hari ini Selasa Legi maka 36 hari lagi (selapan) juga Selasa Legi.
Satuan tahun dalam kalender Jawa memiliki nama mengikuti siklus Windu (8 tahun) yang diberi nama dari bahasa Arab yaitu tahun Wawu, Jimakir, Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal dan tahun Be.
Dari kedelapan tahun tersebut yang kabisat adalah Jimakir, Ehe, dan Je sedangkan tahun basithoh adalah Wawu, Alip, Jimawal, Dal, dan Be.