Bab 3
Menjalani Hidup Penuh Manfaat Dengan Menghindari Berfoya-foya, Riya', Sum'ah, Takabbur, dan Hasad
Menjalani Hidup Penuh Manfaat Dengan Menghindari Berfoya-foya, Riya', Sum'ah, Takabbur, dan Hasad
Memahami manfaat menghindari penyakit hati.
Menganalisis pengertian, dalil dan contoh perilaku berfoya-foya, riya’, sum’ah, takabur, dan hasad.
Menganalisis manfaat dan cara menghindari perilaku berfoya-foya, riya’, sum’ah, takabur dan hasad.
Menyajikan quote tentang perilaku berfoya-foya, riya’, sum’ah, takabur, dan hasad.
Penghuni Surga
Pada sebuah kesempatan di masjid Nabawi, ketika para sahabat duduk-duduk bersama Rasulullah Saw., beliau berkata : “akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga”. Ucapan Rasulullah Saw. tersebut tentu saja membuat para sahabat penasaran terhadap sosok tersebut. Apakah dia salah satu sahabat yang paling luar biasa ibadah shalatnya, puasanya? Atau punya amal istimewa seperti apa?. Tak lama kemudian, seorang laki-laki dari golongan sahabat Anshar lewat, tampak jenggotnya basah dengan air wudhu dan tangan kirinya membawa sandal. Para sahabat bertanya-tanya alasan apa yang membuat laki-laki tersebut menjadi penghuni surga.
Keesokan harinya, Nabi Saw. berkata lagi: “akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga”. Namun justru yang muncul lagi adalah laki-laki dengan wajah basah wudhu sambil membawa sandal. Tak ada satu pun sahabat yang berani bertanya kepada Rasulullah Saw.
Keesokan harinya, Rasulullah Saw. mengatakan hal sama, dan laki laki itu yang muncul lagi. Para sahabat sangat yakin bahwa sosok laki laki itulah yang dimaksud oleh Rasulullah Saw. sebagai calon penghuni surga. Namun tidak ada satu pun sahabat yang mengetahui alasan di balik pemberian nikmat surga kepada laki-laki itu. Abdullah bin Amr bin Ash membuntuti laki-laki itu hingga sampai di rumahnya. Ini didasari rasa ingin tahu tentang keistimewaan yang dimilikinya hingga berstatus sebagai calon penghuni surga. Selama tiga malam menginap di rumah laki-laki tersebut, Abdullah bin Amr bin Ash mengamati setiap ibadah dan amalan yang dilakukan oleh laki-laki itu.
Abdullah bin Amr tidak menemukan amalan yang istimewa, ibadahnya biasa saja, tidak tahajud pada malam hari, dan tidak puasa sunah. Hanya, Abdullah sering mendengar laki-laki itu berzikir dan bertakbir setiap terbangun dari tidur, dan laki-laki itu baru bangun untuk shalat subuh. Abdullah bin Amr juga tak pernah mendengar kecuali ucapan yang baik. Tiga hari berlalu, Abdullah bin Amr berkata: “apakah sebenarnya amal ibadahmu hingga engkau mendapat nikmat sebagai calon penghuni surga seperti yang dikatakan Rasulullah Saw.?”. Laki-laki itu menjawab sambil tersenyum: “Aku tidak memiliki amalan, kecuali yang engkau lihat selama tiga hari.” Jawaban ini tidak memuaskan Abdullah bin Amr bin Ash. Namun ketika Abdullah bin Amr bin Ash melangkah untuk meninggalkan rumahnya, laki-laki tersebut berkata: ”benar, amalanku seperti yang engkau lihat. Hanya saja aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.
Mendengar perkataan tersebut, Abdullah bin Amr bin Ash tercengang dan takjub kepadanya. Ia yakin sifat tak pernah iri, dengki, dan hasad inilah yang menjadikan laki-laki itu menjadi calon penghuni surga.
Kebanyakan manusia memiliki cenderungan terhadap uang dan harta melimpah. Meskipun ada manusia yang tidak begitu tertarik dengan harta duniawi, mereka berlaku zuhud dengan lebih mengutamakan kehidupan akhirat. Jenis manusia seperti ini jumlahnya sangatlah kecil. Secara kodrat alamiah, manusia memang memiliki tabiat mencintai harta. Pada saat uang dan hartanya melimpah, perilakunya bisa berubah menjadi lebih konsumtif. Ia akan mudah membuat keputusan untuk membeli barang-barang mewah, meskipun barang tersebut kurang begitu penting bagi diri dan keluarganya.
Sesungguhnya gaya hidup seperti itu salah, karena termasuk kategori menghamburkan harta, pemborosan dan berfoya-foya. Berfoya-foya merupakan pola pikir, sikap dan tindakan yang tidak seimbang dalam memperlakukan harta.
Harta merupakan cobaan bagi pemiliknya, jika harta digunakan dengan baik maka harta bisa bermanfaat baginya, sebaliknya kalau harta dikelola secara salah maka akan mencelakakannya. Harta bisa menjadi tercela jika dijadikan tujuan utama oleh pemiliknya, dan dalam proses mencarinya tidak diniatkan untuk beribadah kepada Allah Swt. Islam melarang perilaku berlebih-lebihan atau melampaui batas (israf) dan boros (tabzir) dalam membelanjakan harta, keduanya termasuk perbuatan setan. Sebaliknya, Islam menganjurkan umatnya untuk hidup bersahaja, seimbang dan proporsional. Perhatikan Q.S al-Isra’/17: 26-27 berikut ini!
وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا (٢٦) اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ، وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا (٢٧)
Artinya: “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Q.S al-Isra’/17: 26-27)
Ayat di atas secara tegas mengatakan bahwa pemboros merupakan saudara setan. Berkaitan dengan sikap berlebih-lebihan atau melampaui batas (israf), Allah Swt. berfirman dalam Q.S al-Furqan/25: 67 berikut ini
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا (٦٧)
Artinya: “Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar”. (Q.S al-Furqan/25: 67)
Kata tabzir diulang sebanyak tiga kali dalam Al-Qur`an, sedangkan kata israf diulang sebanyak dua puluh tiga kali dengan berbagai bentuknya. Ayat di atas menyatakan secara tegas larangan tabzir dan israf. Sikap tabzir dan israf memiliki kemiripan perngertian dan makna. Tabzir (boros) adalah perilaku membelanjakan harta tidak pada jalannya. Dengan kata lain, yang dimaksud pemborosan yaitu mengeluarkan harta tidak haq. Apabila seseorang mengeluarkan harta sangat banyak tetapi untuk hal-hal yang dibenarkan oleh Islam, maka bukan termasuk pemborosan. Sebaliknya, jika seseorang mengeluarkan harta meskipun sedikit, tetapi untuk hal-hal yang dilarang agama, maka ia termasuk pemboros.
Allah Swt. sangat tidak menyukai seseorang yang mempergunakan harta secara berlebihan (israf) dan tanpa manfaat. Mereka menghamburkan harta sia-sia dan melupakan hak-hak orang lain atas hartanya. Seseorang disebut berperilaku israf apabila ia membelanjakan harta melewati batas kepatutan menurut ajaran Islam, dan tidak ada nilai manfaatnya untuk kepentingan dunia maupun akhirat. Sifat israf ini dipengaruhi oleh godaan uang dan harta pada seseorang yang lemah imannya. \
Contoh perilaku tabdzir dan israf :
Contoh tabdzir dan israf dalam makan dan minum
Seseorang mengambil banyak makanan dan minuman pada suatu acara tasyakuran. Ia takut tidak mendapat bagian, tanpa sama sekali tidak mempertimbangkan daya tampung perut. Akhirnya ia tidak sanggup menghabiskan makanan dan minuman tersebur.
Contoh tabdzir dan israf dalam berbicara
Berkata-kata yang tidak penting dan tidak perlu, baik secara langsung bertemu dengan lawan bicara ataupun melalui media elektronik, termasuk media sosial. Contoh lain misalnya, menggunakan kuota internet untuk searching dan chatting hal-hal yang tidak perlu.
Contoh tabdzir dan israf dalam penampilan
Memakai perhiasan emas di kedua tangan, leher, jari jemari, dan kaki pada saat pertemuan warga. Berpakaian mahal, mewah lengkap dengan tas import dari luar negeri.
Dampak Negatif Sifat Hidup Berfoya-foya :
Terlalu sibuk mengurusi kebahagiaan duniawi, melalaikan akhirat
Dunia dianggap sebagai tempat persinggahan terakhir, padahal akhiratlah tujuan akhir kehidupan manusia. Mereka sibuk mencari kebahagiaan dunia dengan menumpuk-numpuk harta hingga melupakan hidup di akhhirat
Menimbulkan sifat iri, dengki, dan pamer
Membelanjakan secara berlebihan dan boros serta memamerkannya kepada orang lain akan memicu sifat iri, dengki dari orang lain. Sifat ini akan memicu konflik di tengah masyarakat
Dapat memicu frustasi apabila hartanya habis
Pengeluaran harta yang tidak terkontrol karena memperturutkan gengsi dan hawa nafsu akan mengakibatkan frustasi. Mereka sangat khawatir apabila hartanya habis dan tidak bisa lagi membeli sesuatu untuk memuaskan keinginannya.
Berpotensi menimbulkan sifat kikir
Kekhawatiran berlebihan atas kekurangan harta membuat mereka bersifat kikir dan tidak mau berbagi dengan sesama. Karena takut jatuh miskin, akhirnya tidak ada kepedulian kepada fakir miskin yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Cara Menghindari Sifat Hidup Berfoya-foya :
Membelanjakan harta sesuai dengan skala prioritas kebutuhan
Antara kebutuhan primer, sekunder dan tersier harus dibuat prioritas mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Membiasakan bersedekah dan membantu orang lain
Harta kita yang sebenarnya adalah harta yang disedekahkan kepada orang lain. Kebiasaan bersedekah akan membangkitkan rasa empati kepada orang lain. Lebih dari itu, akan mempererat hubungan antar sesama warga masyarakat.
Bergaya hidup sederhana
Hidup apa adanya akan membuat hati dan pikiran tenteram. Ia akan merasa bahagia apabila melihat orang lain hidup berkecukupan. Dan akan tergerak untuk membantu orang lain yang membutuhkan
Selalu bersyukur
Menerima dengan senang hati atas semua karunia dari-Nya akan membuahkan ketenangan batin. Seseorang yang syukur bil qalb (syukur dalam hati) akan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat itu adalah bentuk kasih sayang Allah Swt. Kemudian tumbuh keyakinan bahwa Allah Swt. telah menjamin rejeki semua mahkluk ciptaan-Nya. Tidak mungkin Allah Swt. akan membiarkan manusia hidup sengsara. Di samping syukur bil qalb, bersyukur juga dapat diungkapkan bil lisan, yakni dengan mengucapkan kalimat tahmid (alhamdulillah) dan berdoa kepada Allah Swt. dan syukur bil arkan, yakni dengan menggunakan nikmat sesuai peruntukkannya.
Bertindak selektif dan terencana
Merencanakan kehidupan di masa datang akan membuat seseorang lebih selektif dalam memutuskan penggunaan harta. Membiasakan diri menyisihkan uang saku untuk ditabung merupakan sikap bijak. Lebih dari itu, sikap hemat dan bijak dalam menggunakan kuota internet juga harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Bersikap rendah hati
Harta merupakan titipan dari Allah Swt. agar dipergunakan di jalan-Nya. Sesungguhnya kehidupan dunia merupakan ladang untuk beramal demi kebahagiaan akhirat. Oleh karenanya, seseorang harus menjauhi perasaan paling kaya dan paling hebat. Kekayaan seseorang di muka bumi ini tidak ada artinya dibanding kebesaran dan kekuasaan Allah Swt. Sebagai pelajar seharusnya kalian menghindari perasaan paling pintar, paling kuat dan paling hebat di kelas atau sekolah.
Secara bahasa, sum’ah berarti memperdengarkan. Secara istilah, sum’ah yaitu memberitahukan atau memperdengarkan amal ibadah yang dilakukan kepada orang lain agar dirinya mendapat pujian atau sanjungan. Sedangkan riya’, secara bahasa berarti menampakkan atau memperlihatkan. Secara istilah, riya’ yaitu melakukan ibadah dengan niat supaya mendapat pujian atau penghargaan dari orang lain.
Riya’ dan sum’ah merupakan sifat tercela yang menyebabkan amal ibadah menjadi sia-sia. Sifat riya’ dan sum’ah bisa muncul pada diri seseorang pada saat melakukan ibadah ataupun setelah melakukannya. Rasulullah Saw. menegaskan bahwa riya’ termasuk syirik khafi, yaitu syirik yang samar dan tersembunyi. Hal ini dikarenakan sifat riya’ terkait dengan niat dalam hati, sedangkan isi hati manusia hanya diketahui oleh Allah Swt. Perhatikan firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Baqarah/2: 264 berikut ini
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (Q.S. al-Baqarah/2: 264)
يَٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰى، كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَآءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ، فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا، لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا، وَاللهُ لَايَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ (٢٦٤)
Dalam Musnad Ahmad terdapat sebuah hadis Nabi Saw. berikut ini :
عَنْ مَحْمُوْدِ بْنِ لَبِيْدٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ اَخْوَفُ مَااَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْاَصْغَرُ، قَالُوْا : يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا الشِّرْكُ الْاَصْغَرُ، قَالَ : الرِّيَاءُ، اِنَّ اللهَ يَقُوْلُ : يَوْمَ تُجَازَى الْعِبَادُ بَاَعْمَالِهِمْ : اِذْهَبُوْا اِلَى الَّذِيْنَ كُنْتُمْ تُرَاؤُنَ بِاَعْمَالِكُمْ فِى الدُّنْيَا فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً (رواه احمد)
Artinya: “Dari Mahmud bin Labid berkata, Rasulullah Saw. berkata: “Syirik kecil adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya bagi kalian, lalu para sahabat bertanya, apakah syirik kecil itu ya Rasulullah? Jawab beliau: Riya’, besok di hari kiamat, Allah menyuruh mereka mencari pahala amalnya, kepada siapa tujuan amal mereka itu, firman-Nya, ‘carilah manusia yang waktu hidup di dunia, kamu beramal tujuannya hanya untuk dipuji atau disanjung oleh mereka, mintalah pahala kepada mereka itu”. (H.R. Ahmad).
Riya’ dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu riya’ khalish dan riya’ syirik. Riya’ khalish yaitu melakukan ibadah hanya untuk mendapat pujian dari manusia semata. Sedangkan riya’ syirik yaitu melakukan suatu perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan sekaligus juga karena ingin mendapatkan sanjungan dari orang lain.
Riya’ dan sum’ah merupakan penyakit hati yang merusak amal seseorang. Kedua sifat ini sulit terdeteksi, namun memiliki ciri-ciri yang dapat dilihat atau dirasakan. Seseorang yang bersifat riya’ dan sum’ah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Selalu menyebut dan mengungkit amal baik yang pernah dilakukan
Beramal hanya sekadar ikut-ikutan bersama orang lain
Malas atau enggan melakukan amal shaleh apabila tidak dilihat oleh orang lain
Melakukan amal kebaikan apabila sedang berada di tengah khalayak ramai
Amalannya selalu ingin dilihat dan didengar agar dipuji oleh orang lain
Ekspresi amal berbeda karena sedang dilihat oleh orang lain atau tidak
Tampak lebih rajin dan bersemangat dalam beramal saat mendapat sanjungan, sebaliknya semangatnya akan turun apabila mendapat cemoohan dari orang lain
Perbuatan riya’ dan sum’ah akan berdampak negatif bagi pelakunya dan masyarakat secara umum. Dampak negatif tersebut antara lain:
Muncul rasa tidak puas atas amal yang telah dikerjakan
Muncul rasa gelisah saat melakukan amal kebaikan
Merusak nilai pahala dari suatu ibadah, bahkan bisa hilang sama sekali
Mengurangi kepercayaan dan simpati dari orang lain
Menyesal apabila amalnya tidak diperhatikan oleh orang lain
Menimbulkan sentimen pribadi dari orang lain karena adanya perasaan iri dan dengki
Mengingat dampak negatif dari sifat riya’ dan sum’ah di atas, maka sudah seharusnya umat Islam menghindari sifat tersebut. Memang bukan perkara mudah, sebab pada dasarnya manusia itu senang mendapat sanjungan dan pujian. Berikut ini beberapa cara menghindari sifat riya’ dan sum’ah:
Meluruskan niat
Semua amal tergantung kepada niat. Apabila niatnya karena Allah Swt, maka akan diterima amal tersebut. Sebaliknya, apabila ada keinginan agar dipuji oleh orang lain, maka akan sia-sia. Oleh karenanya, sangat penting meluruskan niat sebelum melakukan amal ibadah.
Menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah swt.
Kebanyakan manusia sering melupakan nikmat yang diterima dari Allah Swt. Mereka beranggapan bahwa harta dan kedudukan yang diperoleh merupakan hasil kerja kerasnya. Anggapan seperti inilah yang memicu sifat riya’ dan sum’ah. Padahal, semua itu adalah amanah dan pemberian dari Allah Swt.
Memohon pertolongan Allah swt.
Manusia merupakan makhluk lemah dan penuh keterbatasan. Tak mungkin ia dapat menyelesaikan semua masalah tanpa bantuan pihak lain. Posisinya sebagai makhluk yang lemah mengharuskannya berdoa memohon pertolongan dari-Nya, termasuk mohon kekuatan agar terhindar dari sifat riya’ dan sum’ah
Memperbanyak rasa syukur
Pada hakikatnya setiap amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang merupakan karunia dari Allah Swt. Maka sudah seharusnya kita bersyukur kepada-Nya. Dengan sering mengungkapkan syukur ini, kita tidak akan berharap mendapat pujian dari orang lain. Jangan sampai kita pamer ibadah hanya karena ingin memperoleh banyak teman, atau agar memperoleh jabatan tinggi. Ingatlah bahwa pujian dari manusia hanya pujian semu, bersifat sementara dan ada maksud tertentu.
Memperbanyak ingat kematian
Kehidupan di dunia hanya sementara, sedangkan akhirat kekal abadi. Pujian dari manusia tidak punya arti apapun. Dan tidak mungkin menjadi sebab diperolehnya pahala dari Allah Swt. Justru pujian dari manusia berpotensi membuat kita lalai, dan menjerumuskan ke neraka.
Membiasakan hidup sederhana
Meskipun memiliki uang, harta melimpah, pangkat dan kedudukan tinggi, haruslah tetap hidup sederhana. Kesederhanaan akan membuat seseorang menjadi lebih ikhlas dalam melakukan setiap amal ibadah. Adapun pujian dari orang lain tidak akan berpengaruh terhadap keikhlasannya.
Takabur adalah sikap seseorang yang menunjukkan sifat sombong atau merasa lebih kuat, lebih hebat dibanding orang lain. Orang takabur selalu meremehkan dan merendahkan orang lain, tidak mau mengakui kehebatan dan keberhasilan orang lain, dan menolak kebenaran. Pendapat orang lain dianggap tidak ada gunanya, dan tak mau menerima saran dari orang lain. Sifat takabur termasuk penyakit hati yang sangat dibenci oleh Allah Swt., karena membuat seseorang ingin terus menerus menunjukkan kehebatan dirinya di hadapan orang lain.
Allah Swt.berfirman dalam Q.S al-A’raf/7: 40 berikut ini
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat.” (Q.S al-A’raf/7: 40)
Bahkan dalam Q.S al-A’raf/7: 36 secara tegas dinyatakan bahwa orang takabur akan dimasukkan ke neraka.
Artinya: “Tetapi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”. (Q.S al-A’raf/7: 36)
Ayat di atas diperkuat oleh sebuah hadis berikut ini
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. berkata: ‘Rasulullah Saw. bersabda, Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung berfirman: ‘Kemuliaan adalah pakaian Ku dan kebesaran (kesombongan) adalah selendang-Ku, maka barangsiapa yang menyaingi Aku dalam salah satunya maka Aku pasti akan menyiksanya” (Riwayat Muslim)
Sifat takabur akan berdampak negatif bagi kehidupan seseorang, di antaranya
Dibenci oleh Allah Swt. dan rasul-Nya
Dibenci dan dijauhi oleh masyarakat
Mata hatinya terkunci dari memperoleh hidayah kebenaran
Mendapatkan siksa dan kehinaan di akhirat
Dimasukkan kedalam neraka
Karena sifat takabur sangat dibenci oleh Allah Swt. maka tentunya seseorang harus berusaha sekuat tenaga untuk menghindari sifat tersebut. Beberapa cara menghindari sifat takabur di antaranya adalah :
Menyadari kekurangan dan kelemahan dirinya
Semua manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, penting untuk menyadari kekurangan dan kelemahan tersebut agar tidak merasa lebih hebat dari orang lain.
Menyadari bahwa hidup di dunia hanya sementara
Pada saat yang sudah ditentukan, kematian akan menjemput setiap manusia. Itu artinya, kehidupan di dunia hanya sebentar dan sementara. Banyak orang menjadi takabur karena melupakan hal ini. Mereka mengira bahwa kehidupan dunia kekal selamanya, hingga lupa bekal hidup di akhirat.
Berusaha selalu menghargai orang lain
Sikap menghargai orang lain dapat ditumbuhkan dengan selalu berpikir positif. Kekurangan dan kelemahan yang ada pada orang lain bukan untuk dicaci maki, tetapi untuk dimaklumi dan dibantu sesuai kemampuan. Jika sudah mampu menghargai orang lain, maka dengan sendirinya sifat takabur akan hilang.
Bersifat rendah hati (tawadlu')
Rendah hati merupakan lawan dari sifat takabur. Setiap kelebihan yang dimiliki oleh seseorang merupakan karunia dari Allah Swt. Bisa saja nikmat dan karunia tersebut dicabut oleh Allah Swt. dari diri seorang hamba.
Ikhlas dalam melakukan ibadah
Allah Swt. akan menerima amal ibadah yang dilakukan dengan ikhlas. Banyak melakukan amal ibadah dapat menjerumuskan seseorang kepada sifat takabur. Hal ini bisa dihindari dengan selalu berusaha ikhlas dalam melakukan ibadah. Keikhlasan dalam beribadah akan menghilangkan sifat takabur.
Buatlah konten yang berisi pesan moral dari salah satu tema berikut :
Berfoya-foya
Riya' dan Sum'ah
Takabbur
Hasad
Kirim hasil tugas kalian melalui link di bawah ini
NB:
Ketika mengirim tugas, ada pertanyaan Jenis Tugas, silahkan dipilih : "TUGAS 3" Setelah mengirim tugas, pastikan tugas kalian sudah terkirim.
Untuk melihat tugas kalian sudah terkirim atau belum, silahkan klik link REKAP PENILAIAN di bawah ini!
Setelah kita belajar bersama-sama tentang Menjalani Hidup Penuh Manfaat Dengan Menghindari Berfoya-foya, Riya', Sum'ah, Takabbur, dan Hasad
. Sekarang waktunya kalian untuk mengukur pengetahuan kalian.
Silahkan mengerjakan Ulangan Harian Bab 3 melalui link di bawah ini.
Nb:
Hanya boleh mengerjakan satu kali saja.
Jika dua kali mengerjakan atau lebih dari dua kali, maka nilai yang diambil adalah hasil pengerjaan yang pertama.