Bab 8
Menghindari Akhlak Madzmumah dan Membiasakan Akhlak Mahmudah Agar Hidup Nyaman dan Berkah
Menghindari Akhlak Madzmumah dan Membiasakan Akhlak Mahmudah Agar Hidup Nyaman dan Berkah
Memahami beberapa cabang iman (syu'ab al-iman)
menganalisis manfaat menghindari sikap temperamental (ghadhab), menumbuhkan sikap kontrol diri dan berani dalam kehidupan sehari-hari pengertian, dalil, macam dan manfaatnya
menyajikan paparan tentang menghindari perilaku temperamental (ghadhab), menumbuhkan sikap kontrol diri dan berani
meyakini bahwa sikap temperamental (ghadhab) merupakan larangan dan sikap kontrol diri dan berani adalah perintah agama
menghindari sikap temperamental (ghadhab) dan membiasakan sikap kontrol diri dan berani dalam kehidupan sehari-hari
KISAH PAKU DAN SEBATANG BALOK KAYU
Alkisah, tersebutlah seorang murid yang memiliki sifat temperamental, mudah marah dan kesulitan mengendalikan dirinya. Dia selalu mengalami kesulitan untuk mengontrol emosinya, bahkan selalu mudah marah dan berkata kasar hanya untuk kesalahan-kesalahan kecil orang lain yang membuatnya tersinggung. Hingga pada suatu hari ia dipanggil oleh gurunya. Sang guru merasa berkewajiban untuk menasehati dan menjadikan murid ini lebih baik akhlaknya, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Oleh sang guru, ia diminta untuk menyiapkan sebatang balok kayu, palu dan paku. Dan dengan pendekatan serta sentuhan hati yang tulus, guru itu pun meminta kepadanya, agar setiap kali ia marah, ia harus menancapkan satu buah paku ke balok kayu dengan menggunakan palu yang sudah disiapkan. Berapa kali pun marah, ia harus melakukan hal tersebut dengan paku-paku yang baru. Ia pun menerima nasihat dari gurunya dan bersedia melakukannya.
Keesokan harinya, ia kembali dipanggil oleh sang guru di sekolah, dan ditanya, “dari kemarin sampai pagi ini sudah berapa buah paku yang engkau tancapkan di atas balok kayu itu?” Ia menjawab, “dua puluh, guru” jawabnya sambil menunduk malu. Dalam hati ia menyadari, ternyata hampir setiap satu jam ia marah kepada orang lain. Sang guru pun tidak berkomentar apa-apa, dan memintanya untuk kembali lagi minggu depan serta berpesan untuk terus melanjutkan kegiatan itu. Satu minggu berlalu dan saatnya sang guru memanggilnya kembali. Dengan wajah berseri-seri, ia menghadap kepada gurunya dan berkata “terima kasih guru, karena nasihat yang guru berikan, yang tadinya satu hari saya menancapkan 20 buah paku, pelan-pelan mulai berkurang, dan dari kemarin hingga pagi ini saya sama sekali tidak menancapkan paku lagi”. Dan sang guru pun menjawab “bagus sekali nak. Kalau begitu, tugasmu selanjutnya adalah, setiap kali engkau berhasil menahan amarahmu, maka cabutlah satu paku yang engkau tancapkan sebelumnya. Setiap hari seperti itu, nanti engkau boleh kembali lagi setelah engkau berhasil mencabut semua paku di balok kayu itu”. Hari demi hari berlalu, berganti minggu dan beberapa bulan kemudian murid itu pun kembali menghadap gurunya dengan wajah yang berseri-seri tetapi penuh dengan rasa penasaran. “Guru, saya telah mencabut semua paku seperti yang guru nasihatkan, setiap kali saya bisa mengendalikan amarah saya, dan saat ini semua paku sudah berhasil saya cabut” lapornya. “Luar biasa sekali anakku. Tentu tidak mudah bagimu untuk melakukan apa yang aku sarankan. Dan sekarang, bolehkan aku bertamu ke rumahmu dan melihat paku-paku dan balok kayu itu?” Ia menjawab dengan cukup penasaran “baiklah guru, tapi kalau boleh tahu, untuk apa guru melihat paku-paku dan balok kayu itu?” “Nanti kamu juga akan tahu” jawab sang guru. Kemudian guru dan murid itu pun beriringan menuju ke rumah sang murid dan kemudian melihat balok kayu yang sudah bersih dari tancapan paku, tetapi balok kayu itu terlihat buruk karena bekas-bekas lubang paku yang dicabut. Lalu sang guru berkata “anakku, engkau sudah melakukan hal yang luar biasa dengan menahan amarahmu. Tapi engkau juga harus tahu, bahwa ada akibat yang engkau timbulkan dari amarahmu selama ini. Ketika engkau marah dan meluapkan emosimu dengan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati orang lain, maka hal itu seperti kiasan paku yang menancap di balok kayu ini. Tidak ada bedanya kemarahan yang disengaja, maupun kemarahan yang spontan, semuanya sama-sama berakibat buruk bagi orang lain” kata sang guru dengan penuh bijaksana.
“Anakku, tidak cukup bagimu hanya menyesali, meminta maaf dan memohon ampunan kepada Allah Swt. atas apa yang pernah engkau perbuat. Permintaan maafmu kepada orang yang pernah engkau sakiti, ibarat engkau mencabut paku-paku itu dari balok kayu. Pakunya bisa dicabut, tetapi bekas lubang pakunya tidak bisa hilang. Demikian juga dengan sakit hati, barangkali orang lain bisa memaafkan, tetapi belum tentu ia bisa melupakan apa yang pernah kita lakukan kepadanya. Oleh karena itu, janganlah engkau meremehkan kata-kata buruk, emosi dan kemarahanmu kepada orang lain, karena luka yang disebabkan oleh kata-kata, sama sakitnya dengan luka fisik yang kita alami” pungkas sang guru. Murid itu pun menunduk dan menyadari sifat temperamental yang ia miliki selama ini, ternyata berdampak buruk bagi orang lain dan merugikan dirinya sendiri, dan ia pun berjanji untuk menjadi orang yang lebih baik dengan mengendalikan amarah dan emosinya dalam kehidupan berikutnya.
Setiap manusia terlahir dengan fitrah dan sifat masing-masing. Ada yang terlahir dengan sifat yang tenang, santun, mudah beradaptasi dan ramah kepada setiap orang. Ada juga yang memiliki sifat bawaan pemurung, pendiam, mudah marah, mudah tersinggung dan lain sebagainya. Di sekitar kita, orang yang mudah tersinggung dan mudah marah sering disebut dengan temperamental yaitu kondisi di mana amarah seseorang dapat meningkat dengan cepat dan apabila kondisi seperti itu dibiarkan terus-menerus, maka tentu akan berpengaruh terhadap aktivitas dan sosialisasi mereka dengan lingkungan di sekitarnya. Sifat temperamental yang tidak dikendalikan dan tidak diupayakan untuk dirubah ibarat menyimpan bom waktu, karena akan berpotensi untuk mendatangkan masalah dari waktu ke waktu. Oleh karena itulah baik dalam Al-Qur`an maupun hadis banyak sekali dalil yang melarang seorang mukmin untuk memiliki sifat pemarah dan temperamental, karena akan mendatangkan kerugian baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, pada kehidupan di dunia hingga kehidupan di akhirat. Sehingga seorang mukmin harus bekerja keras untuk menahan amarahnya agar terhindar dari hal-hal yang merugikan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. berikut ini:
Artinya: Dari Abu Hurairah RA berkata, seorang laki-laki berkata kepada Nabi Saw. “Berilah aku wasiat” Beliau menjawab “Janganlah engkau marah”. Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya (namun) Nabi Saw. (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah” (H.R. Bukhari) Sebaliknya seorang mukmin harus mampu menjaga dan mengontrol dirinya. Godaan setan untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, datang silih berganti menguji keimanan dan kemampuan kita untuk mengendalikan diri setiap hari. Apabila kita tidak mampu mengontrol diri, dan mengikuti bisikan dan godaan untuk melakukan hal-hal yang terlarang tersebut, maka tentu saja kita akan terjerumus ke dalamnya, namun apabila kita mampu mengontrol diri dengan baik maka kita akan terhindar dari hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Definisi
Temperamental atau sifat mudah marah dalam bahasa Arab berasal dari kata ghadhab, dari kata dasar ghadhiba yaghdhibu–ghadhaban. Menurut istilah, ghadhab berarti sifat seseorang yang mudah marah karena tidak senang dengan perlakuan atau perbuatan orang lain. Sifat amarah, selalu mendorong manusia untuk bertingkah laku buruk. Menurut Sayyid Muhammad Nuh dalam kitab ‘Afatun ‘ala at-Thariq marah adalah perubahan emosional yang menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna melampiaskan dan mengobati apa yang ada di dalam hati. Sedangkan dalam perspektif ilmu tasawuf, Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa marah adalah tekanan nafsu dari hati yang mengalirkan darah pada bagian wajah yang mengakibatkan kebencian kepada seseorang. Lawan kata dari sifat ghadhab adalah rida atau menerima dengan senang hati dan al-hilm atau murah hati, tidak cepat marah. Ghadhab sering dikiaskan seperti nyala api yang terpendam di dalam hati, sehingga orang yang sedang dalam keadaan marah, wajahnya akan memerah seperti api yang menyala.
Sifat ghadhab harus dihindari, karena sifat ghadhab tidak akan pernah menyelesaikan masalah, justru sebaliknya akan menimbulkan masalah baru. Seorang muslim harus senantiasa bersabar dan berusaha menahan amarahnya. Imam Al-Ghazali mengatakan, bahwa orang yang bersabar adalah orang yang sanggup bertahan menghadapi rasa sakit serta sanggup memikul beban atas sesuatu yang tidak disukainya. Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut:
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang kuat, bukanlah orang yang menang berkelahi, namun orang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika ia sedang marah”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Penyebab
Faktor Fisik (Jasmaniyah)
Kehidupan manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmaniah (fisik) dan rohaniah (psikis). Keduanya harus mendapatkan porsi perhatian yang seimbang. Dalam hal yang berkaitan dengan penyebab kemarahan, kondisi f isik seseorang secara jasmaniah harus mendapat perhatian yang sungguh sungguh agar kita mampu mengantisipasi dan mengelolanya sehingga dapat menghindarkan diri dari kemarahan yang sulit untuk kita kendalikan. Adapun penyebab kemarahan secara fisik adalah:
Kelelahan berlebihan
Kekurangan zat tertentu dalam tubuh
reaksi hormon kelamin
Faktor Psikis (Rohaniyah)
Berikut ini adalah beberapa sebab secara psikis yang dapat memunculkan amarah seseorang yaitu:
Ujub (Bangga terhadap diri sendiri)
Perdebatan atau Perselisihan
Senda gurau yang berlebih
Ucapan yang keji dan tidak sopan
Sikap Permusuhan kepada Orang Lain
Tingkatan
Cara Menghindari
Manfaat
MEMBUAT POSTER EDUKASI
Tema : "Tips Menahan Marah Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad SAW "
Gunakan ilustrasi, dalil singkat, dan ajakan positif.
Kirim hasil tugas kalian melalui link di bawah ini!
Nb:
Boleh dikerjakan secara manual atau di aplikasi
Setelah kita belajar bersama-sama tentang Menghindari Akhlak Madzmumah dan membiasakan akhlak mahmudah agar hidup nyaman dan berkah, sekarang waktunya kalian untuk mengukur pengetahuan kalian.
Silahkan mengerjakan Ulangan Harian Bab 8 melalui link di bawah ini.
Nb:
Hanya boleh mengerajakan satu kali saja.
Jika dua kali mengerjakan atau lebih dari dua kali, maka nilai yang diambil adalah hasil pengerjaan yang pertama.