Bab 1

Berpikir Kritis dan Demokrasi


M a t e r i

Memaknai Kritik di Alam Demokrasi

Setiap orang berhak memberi penilaian dan kritik terhadap seseorang. Kritik boleh ditujukan kepada siapa saja. Orang boleh mengkritik kebijakan yang tidak sesuai dengan asas kemaslahatan. Baik itu kritik ke presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, bupati, kepala sekolah, dan guru. Namun, kritik hendaknya disampaikan dengan cara-cara yang beradab, bukan menghakimi pribadi seseorang, apalagi sampai menyinggung sisi-sisi kemanusiaannya. Hanya saja, ada pula orang yang terlebih dulu bersikap apriori, berpikir negatif, dan berpendapat bahwa kritik adalah bentuk ekspresi kebencian. Kritik itu lahir sebagai bahan evaluasi. Kritik lahir sebagai apresiaasi dengan analisis yang logis dan argumentatif untuk menafsirkan sesuatu. Dalam perpolitikan, misalnya, politik hadir sebagai bahan masukan dan pelajaran untuk pembaruan kebijakan.Berbeda dengan mengkritik karya atau kebijakan seseorang hanya karena ada kebencian. Kritik dalam negara yang menerapkan sistem demokrasi menjadi suatu kebiasaan dan bahkan kewajiban agar kekuasaan tidak berubah menjadi otoriter dan diktator. Hanya saja, kritik terhadap pemerintahan yang menjalankan politik demokratis juga tidak boleh kebablasan karena bisa menyebabkan kekuasaan negara menjadi lemah. Agar kekuasaan tidak otoriter dan diktator di satu sisi atau di sisi lain kekuasaan menjadi lemah, maka jalan tengah yang harus diambil adalah bermusyawarah. Musyawarah merupakan nilai-nilai kearifan untuk menyelesaikan masalah maupun memecah kebuntuan yang sudah dipraktikkan sejak zaman dulu. Dalam Islam musyawarah sudah diajarkan semenjak masa hidup Rasulullah Saw. dan diwariskan kepada penerusnya. Begitupun ketika Islam masuk ke Indonesia, musyawarah telah diadopsi dalam perbendaharaan perpolitikan Indonesia jauhjauh hari sebelum orang Indonesia akrab dengan kata demokrasi. Hal itu tampak dalam potongan kalimat “permusyawaratan dan perwakilan” yang berada pada sila ke-4 Pancasila. 

Bijak Terhadap Informasi

Rasulullah Saw. bersabda:  

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا اَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ (رواه مسلم)

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah Saw. Bersabda: “Cukuplah seseorang disebut pendusta orang yang mengatakan (membicarakan) semua yang ia dengar” (HR. Muslim).  

Penjelasan: Jika seseorang mendapatkan berita, lalu diungkapkan seluruh informasinya tanpa landasan syariah yang benar, maka Rasulullah Saw. menyebutnya sebagai pendusta. Hal ini, karena siapa saja yang mendengar berita, tanpa adanya seleksi, maka sama saja berdusta. Hadis ini, memberi pelajaran penting, agar membiasakan menyaring informasi. Jika mempunyai berita dan ilmu, semestinya disampaikan kepada pihak lain, namun harus tetap mengikuti prinsip-prinsip yang sudah digariskan oleh Allah Swt.  

Dalam Q.S. az-Zumar/39: 18 Allah berfirman:  

الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهُ، اُلَٓئِكَ الَّذِيْنَ هَدٰىهُمُ اللهُ وَاُلَٓئِكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ (الزمر/٣٩: ١٨)

Artinya: (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat (Q.S. az-Zumar/39: 18)  


Ayat ini mengandung penjelaskan, yakni: (1) Ciri ulil albab, yaitu orang yang gemar mengumpulkan beragam informasi, tetapi berusaha memilah dan memilihnya yang terbaik dan paling membawa maslahat/kebaikan. (2) Berisi informasi tentang ketuhanan, ajaran akhlak-moral, prinsip hidup dari berbagai sumber. (3) Selalu melakukan tabayyun atau konfirmasi.  

Tabayyun itu sangat penting, karena segala sesuatu yang diucapkan, dengar, dan disampaikan, harus dipertanggungjawabkan di sisi Allah Swt. Hal ini sejalan dengan Q.S. al-Isrā’/17: 36.  

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ، اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُلَٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا (الاسرآء/١٧: ٣٦)

Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya (Q.S. al-Isrā’/17: 36)  

Bukan hanya itu, tabayyun juga dapat menjauhkan dari prasangka buruk, fitnah dan ghibah. Sebagai makhluk sosial, manusia banyak melakukan interaksi. Menjadi sangat indah, jika interkasi tersebut, yang diserap hanya informasi secara baik. Ini penting sekali, karena saat ini arus informasi yang masuk semakin deras. Jangan ditelan bulatbulat seluruh informasi yang diterima, tetapi harus ada proses seleksi, karena informasi menjadi sarana paling efektif memengaruhi pola pikir seseorang. Pola pikir inilah yang membentuk tingkah laku. Jika informasi yang diserapnya tidak baik, maka besar kemungkinan perilaku yang muncul akan buruk. Sebaliknya, bila informasi yang diserapnya sarat dengan kebaikan, maka sikap dan perilaku orang tersebut akan baik. Sebab itu, patut sekali bila di tengah derasnya informasi, kita memohon kepada Allah Swt. agar diberi kemampuan untuk tetap konsisten dalam kebaikan, agar keimanan terjaga dari segala distorsi. 

Tugas Literasi

Bacalah dan hafalkanlah Q.S. Ali 'Imran/3: 190-191


Penilaian :

Kajian Q.S. Ali 'Imron/3: 190-191

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِ (١٩٠) الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ، رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًا، سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١) 

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190). 

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (Q.S. Ali ‘Imrān/3: 191). 

Diriwayatkan dari Aisyah Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Ya Aisyah, saya malam ini ingin beribadah kepada Allah.” Dijawab oleh Aisyah, “Sungguh saya senang berada di sampingmu, saya tidak keberatan. Maka bangunlah Rasulullah, mengambil air wudhu, lalu shalat yang lama sekali. Beliau menangis sampai membasahi pakaiannya, disebabkan sangat dalamnya merenungkan isi kandungan Al-Qur’an yang dibaca. Hal itu dilakukan berkali-kali, sampai menjelang adzan shubuh, dan saat Bilal hadir, masih melihat kondisi Nabi yang menangis. Lalu Bilal bertanya, “Ya Rasulullah, kenapa Anda masih menangis. Bukankah Allah Swt. sudah mengampuni semua dosa engkau, baik terdahulu maupun yang akan datang,” lalu dijawab oleh Nabi: “Tidak pantaskah saya ini menjadi hamba Allah yang bersyukur, apalagi di malam ini Allah menurunkan ayat yang alangkah ruginya, jika dibaca ayat ini, namun tidak dihayati makna dan isi kandungannya.” Ayat-ayat tersebut adalah termasuk Q.S. Ali ‘Imrān/3: 190-191. 

Memahami ayat Al-Qur’an, tidak cukup hanya berdasar terjemah saja, tetapi harus berlandaskan kepada buku tafsir yang mu’tabar (otoritatif). Berikut ini, kandungan isi Q.S. Ali Imrān/3: 190-191 : 

Kajian Ayat Tentang Demokrasi




Tugas 1


Nb :

Ulangan Harian Bab 1

Setelah kita belajar bersama-sama tentang Berpikir kritis dan Demokrasi. Sekarang waktunya kalian untuk mengukur pengetahuan kalian. 

Silahkan mengerjakan Ulangan Harian Bab 1 melalui link di bawah ini. 

Nb: