B. Proses Penyusunan Peraturan Perundang- undangan



Pertemuan X

Sabtu, 17 Oktober 2020

B. Proses Penyusunan Peraturan Perundang- undangan

Perundang-undangan suatu negara dibuat berdasarkan kebutuhan bangsanya. Proses pembuatan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Bahkan dalam perjalanannya, setiap undang-undang pernah mengalami revisi atau perbaikan demi penyempurnaan agar sesuai dengan dinamika bangsanya.


PROSES PENYUSUNAN UUD NEGARA RI TAHUN 1945 :

  1. UUD 1945

adalah hukum dasar yang tertulis yang merupakan peraturan negara tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. UUD 1945 hanya memuat hal-hal pokok atau garis besarnya saja untuk memberi tempat bagi pemikiran-pemikiran yang sesuai dengan dinamika masyakarat. Hal-hal yang bersifat lebih diatur dalam peraturan perundang-undangan dibawahnya.

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dbentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945, adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Sidang pertama BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 29 Mei samapi dengan tanggal 1 Juni 1945 membahas dasar negara Indonesia merdeka sebagai awal perumusan Undang-Undang Dasar.

Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan 9 orang (Panitia Sembilan). Musyawarah Panitia Sembilan menghasilkan Piagam Jakarta, yang pada tanggal 11 Juli 1945 ditetapkan sebagai rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 untuk disahkan pada sidang berikutnya.

Pada masa persidangan kedua pada tanggal 13 Juli 1945 BPUPKI menerima hasil laporan dari panitia perancang undang-undang dasar dengan Ir. Soekarno selaku ketua panitia. Hasil dari laporan itu berupa susunan dari rancangan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia, yaitu :

a. pernyataan Indonesia merdeka

b. pembukaan undang-undang dasar, dan

c. undang-undang dasar (batang tubuh)

Setelah sidang BPUPKI selesai, BPUPKI dibubarkan dan dibentuklah PPKI. Lembaga PPKI inilah yang mengesahkan hasil rancangan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945. Perubahan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan ini dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Tata cara perubahan UUD ditegaskan dalam pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut.

a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis yang memuat bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.

c. Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.

d. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dilakukan perubahan.


Perlu juga kalian pahami bahwa dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu sebagai berikut.

a. Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

d. Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal.

e. Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum untuk kepentingan bukti sejarah.

Sejak era reformasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang dilakukan melalui sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan pertama tanggal 12 Oktober 1999, perubahan kedua tanggal 18 Agustus 2000, perubahan ketiga tanggal 9 November dan perubahan keempat tanggal 10 Agustus 2002.

Perubahan-perubahan tersebut dilakukan dalam upaya menjawab tuntutan reformasi di bidang politik dan atau ketatanegaraan. Konsekuensi perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu berubahnya struktur kelembagaan, baik dilihat dari fungsi maupun kedudukannya.

Ada lembaga negara yang dihilangkan, ada juga lembaga negara yang baru. Lembaga yang dihilangkan adalah Dewan Pertimbangan Agung (DPA), lembaga yang baru diantaranya Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi.

2. KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR)

Adapun yang dimaksud dengan "Ketetapan MPR" dalam UU No. 12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

Penyusunan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan sebagai berikut :

a. Tingkat I, yaitu pembahasan oleh Badan Pekerja MPR terhadap bahan-bahan yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan Rancangan Ketetapan/ Keputusan MPR sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II.

b. Tingkat II, yaitu pembahasan oleh Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi.

c. Tingkat III, yaitu pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc-Majelis terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada tingkat III merupakan Rancangan Ketetapan/ Keputusan Majelis.

d. Tingkat IV, yaitu pengambilan putusan oleh rapat Paripurna Majelis setelah mendengar laporan dari pimpinan Komisi/ Panitia Ad Hoc. Majelis dan bilamana perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi.


Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembuat keputusan maupun ketetapan MPR adalah para anggota MPR. Akan tetapi, berdasarkan penjelasan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketetapan MPR yang dimaksudkan dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan ini adalah ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor :I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1960 hingga 2002, tanggal 7 agustus 2003.

3. Undang-Undang (UU) / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)

Merupakan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan UUD Negara RI Tahun 1945 dan Tap MPR.

Undang-Undang dibuat oleh DPR bersama presiden. Adapun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang memiiki kedudukan yang sederajat.

Perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan pemerintah. Rancangan undang-undang dapat berasal dari Presiden, DPR, atau DPD.

Dasar ketentuannya adalah :

a. Pasal 5 UUD 1945 Ayat (1) ; Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR.

b. Pasal 20 UUD 1945 Ayat (1) ; DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

c. Pasal 20 UUD 1945 Ayat (3); Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan masa itu. Semua rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama disahkan oleh Presiden menjadi undang-undang.


  • PROSES PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG APABILA RANCANGAN DIUSULKAN OLEH DPR SEBAGAI BERIKUT:

  1. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden.

  2. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.

  3. Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.

  • PROSES PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG APABILA RANCANGAN DIUSULKAN OLEH DPD SEBAGAI BERIKUT

  1. DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada DPR secara tertulis.

  2. DPR membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.

  3. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.

  4. Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.


PROSES PENYUSUNAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPPU)

Proses penyusunan Perppu tidak serumit atau sepanjang proses penyusunan undang-undang. Hal ini mengingat bahwa Perppu disusun berdasarkan keadaan darurat atau mendesak yang memerlukan pengaturan cepat, sementara jika dengan undang-undang diperlukan proses yang lama.

Perppu diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ayat (1,2,dan 3) yang memuat ketentuan sebagai berikut.

a. Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

b. Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya.

c. Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut.

d. Apabila Perppu mendapat persetujuan DPR, Perppu ditetapkan menjadi undang-undang.