PPI Austria dalam Prosi Exotic Festival

Post date: Jul 12, 2012 7:07:52 AM

Wina, 09 Juli 2012; Kontributor: Reza Khomaini

SUHU panas yang mencapai 35 derajat Celcius di kota Wina, Austria, Jumat (29/6) lalu, tidak menyurutkan semangat para pelajar Indonesia untuk mempromosikan kebudayaan bangsa. Sejak Jumat dini hari, para pelajar yang tergabung dalam Perhimpunan Pemuda dan Pelajar Indonesia (PPI) di Austria mempersiapkan semua keperluan untuk ikut serta dalam Street Festival Prosi Exotic Market.

“Dari semalam kami bergadang untuk persiapannya, dari peralatan dan masak makanannya. Teman-teman bahkan cuma tidur satu dua jam,’’ ujar Ketua PPI Austria, Hary Febriansyah yang ditemani pengurus lainnya, Sharleen Tobing, Sanita Suhartono, dan Syifa Nurhanifah saat berjualan di stan festival.

Dalam even ini, PPI Austria berpartisipasi dengan membuka stan kuliner khas tanah air seperti rendang, gado-gado, bakwan jagung, lumpia, lontong dan nasi, dan es buah. ’’Selain makanan, kami juga menjual suvenir dari Indonesia seperti baju Batik dan pernak-pernik lainnya,’’ kata Sharleen Tobing yang menjabat sebagai Ketua II PPI Austria.

Tidak hanya makanan dan pernak-pernik Indonesia yang coba dipromosikan para pelajar yang menempuh studi di Austria ini. Seni budaya tari tanah air juga tidak lupa ditampilkan dalam festival yang diadakan di jalan Wimbergergasse 5, Wien 1070 tersebut.

Dua pelajar Indonesia, Bianca Figl dan Yulia Cahyadi, yang tergabung dalam grup kesenian Gema Puspa Nusantara (GPN) unjuk kebolehan dengan menampilkan tarian khas Betawi, Lenggang Nyai. Penampilan kedua mahasiswi ini menyedot perhatian ratusan penggunjung yang hadir dalam festival jalanan tersebut.

Street Festival Prosi Exotic Market bukan sembarang festival. Acara ini merupakan even tahunan yang diprakarsai oleh Prosi, sebuah toko sembako terbesar di Austria. Toko yang dikelola warga India ini berada di distrik 7 Kota Wina. Toko ini menjual bahan-bahan makanan, kosmetik, minuman, sayur-sayuran, dan buah-buahan dari negara-negara Afrika, Timur Tengah, India, Asia Timur, Amerika Latin, hingga Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Letak toko dan festival yang hanya beberapa meter dari stasiun kereta bawah tanah U6 Burggasse Stadthalle membuat para pengunjung dengan mudah datang ke lokasi. Apalagi cuaca pada hari itu sangat mendukung, panas dan tidak hujan. Selain stan dari Indonesia, negara-negara yang meramaikan festival jalanan ini di antaranya Senegal, Austria, India, Pakistan, Mesir, dan beberapa negara dari kawasan Amerika Latin dan Afrika. Selain membuka stan jualan, ada juga negara yang hanya berpartisipasi dalam panggung pertunjukan kesenian.

Menurut Hary Febriansyah, keikutsertaan PPI Austria dalam even ini merupakan salah satu program di penghujung kepengurusan periode 2011-2012 yang dipimpinnya. ’’Setelah ini, kita masih ada satu kegiatan terakhir sebelum kepengurusan tahun ini berakhir. Tujuan ikut festival ini antara lain untuk mengembangkan potensi usaha dari teman-teman, mempromosikan kuliner dan kesenian Indonesia, dan mempererat hubungan antarpengurus dan anggota PPI,’’ ujar mahasiswa yang tengah menempuh studinya di University of Innsbruck ini.

Saat ditanya mengenai biaya untuk mengikuti festival jalanan ini, Sharleen Tobing kepada INDOPOS (grup Sumut Pos) menjelaskan, untuk pendanaan pihaknya mengambil dari kas yang dimiliki PPI. Biaya sewa stan untuk dua hari acara mencapai Euro 150 atau Rp1,8 juta (Euro 1 = Rp12 ribu). Sementara untuk makanan, mahasiswi yang tengah studi German Philology di University of Vienna ini menerangkan bahwa modal pertama dikeluarkan dari dana individu pengurus PPI. ’’Saya sama Sanita keluar sekitar Euro 300. Ada pengurus PPI lain yang keluar uang untuk bikin es buah dan lontong. Nanti modalnya dikembalikan setelah acara selesai,’’ terang Sharleen.

Di hari pertama acara, stan PPI laris manis diserbu pengunjung. Rendang, gado-gado, dan jajanan ringan serta es buah menjadi incaran warga yang datang ke festival ini. ’’Pengunjung banyak yang datang pas sore hingga malam. Dagangan kami laku keras pada jam-jam tersebut,’’ ucap Sanita Suhartono yang ditemani Syifa Nurhanifah menjaga stan Indonesia.

Di hari kedua lebih marak lagi. Jika pada Jumat (29/6) stan Indonesia buka dari jam 11 hingga 22.00, keesokan harinya PPI Austria membuka stan tidak terlalu pagi. Mereka mulai menjajakan kuliner tanah air mulai pukul 13.00. ’’Hari kedua kami juga tutupnya lebih cepat. Jam 7 sudah tutup. Teman-teman sudah capek, dan yang datang juga banyak karena hari Sabtu,’’ jelas Sharleen.

Hasil yang dipetik dari dua hari berjualan ini tidak mengecewakan. Sharleen menjelaskan, dari modal sekitar Euro 550, pihaknya berhasil mendapat keuntungan yang bisa memperbesar kas PPI Austria. ’’Kita dapat keuntungan bersih Euro 182. Uangnya langsung buat kas pengurus. Yah nggak sia-sia berpanas-panas dua hari bisa nyumbang kas,’’ ucap Nona, sapaan Sharlen. (*)