Perjalanan Prasasti Sr DM NP

SEJARAH BEREDARNYA PRASASTI SRI DALEM MYUKUT DI DUNIA MAYA.

Om Swastyast

Pertama – tama tiang sampaikan Suksma pada semeton pengunjung blog tiang ini. Melalui media blog ini tiang selaku salah satu sentana dari Ida Bhatara Kawitan Srti Dalem Myukut ingin menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan beredarnya teks Prasasti Sri Dalem Myukut, yang satu – satunya hanya ada di Nusa Penida. Terutamanya Prasasti yang telah di sungsung oleh semeton – semeton tiang yang di Nusa Penida maupun yang ada di luar Nusa Penida, tiang sangat mengharap agar jangan sampai mengkait – kaitkan Prasasti Sri Dalem Myukut di Nusa Penida dengan Babad Bali atau Purana Bali, apalagi sampai menanyakan keberadaan atau tercatatnya Prasasti Sri Dalem Myukut di Babad Bali atau di Purana Bali. Demikian pula tiang sangat mengharap kepada para semeton terutama sentanan Ida Sri Dalem Myukut untuk tidak meragukan keberadaan Prasasti yang telah di sungsung, Jika ada diantara semeton ada yang meragukan keberadaan cerita atau tutur Ida Dalem Myukut yang ada di Prasasti sehingga semeton bertanya kesana kemari tentang Ida Dalem Myukut, tiang kira semeton sebagai penyungsung yang palsu, bahkan tidak tertutup kemungkinan semeton sebagai sentanan Ida Dalem Myukut yang tidak benar adanya sehingga tidak mengerti atau memahi apa dan bagai mana cerita beliau di dalam Prasasti yang ada. Menurut tiang, tiang sebagai salah satu dari sekian banyak sentanan Ida Dalem Myukut harus memahami dan mengerti tentang keberadaan beliau yang di ceritakan di dalam Prasasti. Kenapa tiang sangat menyarankan untuk mempelajari dan memahami cerita beliau yang di tulis didalam Prasasti? Hanya dengan membaca dan memahamilah keyakinan itu akan tumbuh! Kenapa demikian? Karena secara detail kata demi kata kita dapat pahami dan kita logikakan sesuai dengan keadaan jaman terdahulu. Jika semeton tidak pernah membaca, tidak memahami, atau tidak mengerti isi cerita dalam Prasasti, lalu dengan berbekalkan ketidak mengertian semeton bertanya kesana kemari, pertanyaan tiang: Bisakah orang lain menjawab pertanyaan semeton bila semeton sendiri sebagai penyungsung bahkan sebagai salah satu sentanan Ida Dalem Myukut tidak mengerti? tiang yakin orang lain tidak akan mampu memjawab dengan benar pertanyaan semeton, karena tiang sadar sesadar sadarnya, bahwa Ida Dalem Myukut tidak tercatat di Babad Bali atau Purana Bali. Kenapa sampai tidak tercatat? Jawabnya hanyalah satu – satunya memahami dan menglogikakan cerita Ida Dalem Myukut yang dalam Prasasti tersebut. Jika saja beliau Dalem Myukut sewaktu berangkat ke nusa penida terlebih dahulu mampir di daratan pulau Bali, tiang yakin beliau akan tercatat di babad bali atau di purana bali, sehingga banyak orang yang pastinya akan mampu menjawab pertanyaan semeton. Nah demikianlah sementara tiang rasa sudah cukup untuk dijadikan kunci pembuka logika dalam penelusuran cerita beliau Sri Dalem Myukut.

PRASASTI DALEM MYUKUT DI Pangkung Gede ( Pangkung Jero )

Sesuai dengan yang tertulis di Prasasti Dalem Myukut di Nusa Penida, dapat penulis simpulkan sebagai berikut. Prasasti atau apapun bentuknya yang ditinggalkan oleh Ida Sri Dalem Myukut sebelum beliau wafat, dapat diperkirakan bahwa satu – satunya putra beliau yang dipercaya untuk menerima sekaligus untuk menyimpannya hanyalah beliau yang bernama I Gusti Ngurah, yang diberikan tempat tinggal di Banjar Pangkung Gede (dalam prasasti pradesa Pangkung Gede) Desa Batumadeg, Nusa Penida. yang sampai saat ini pekarangan rumah beliau dikenal dengan Pangkung Jero. Mengenai keberadaan beliau Sri Dalem Myukut dan keluarga dapat semeton baca di blog Nusa Penida Angkat bicara atau di blog Nusa Penida Dot Piss. Sesuai dengan perjalanan waktu dan kehendak dari Yang Maha Kuasa, sampailah pada generasi I Gusti Ngurah Pangkung putus keturunan atau (ceput) / tanpa keturunan. sehingga para warga Pangkung Gede mengambil inisiatif yaitu untuk mengantar Betara Kawitan beliau I Gusti Ngurah ke tempat keturunannya di Desa Toyapakeh (sekarang Banjar Nyuh), yang berupa beberapa lembar Prasasti yang terbuat dari bahan timah/tembaga. Dan yang berupa Pratima Lingga yang terbuat dari Kayu, demikian juga yang berupa Rabut Sedhana yang terbuat dari uang kepeng. Tersimpanlah semua peninggalan yang berupa penyungsungan tersebut di tempat sentana atau warih beliau I Gusti Ngurah Pangkung di Banjar Nyuh Desa Ped Nusa Penida. Hari demi hari bulanpun berlalu sehingga tahunpun ikut melewati masa kekosongan tempat tinggal beliau I Gusti Ngurah Pangkung di Banjar Pangkung, sehingga warga Banjar Pangkung merasa kesusahan karena tiada seorangpun yang dapat dipercaya sebagai penuntunnya di wilayah tersebut, sehingga salah satu dari sekian banyak warga mempunyai ide untuk menjemput salah satu keturunan beliau I Gusti Ngurah yang ada di Banjar Nyuh untuk di tempatkan di Pangkung Jero, lalu ide tersebut disetujui oleh semua warga. Penjemputanpun dilakukan oleh salah satu warga dari Pangkung Kawan yang kini ternyata penjemput tersebut dari pihak warga Tangkas Kori Agung, entah apa yang terjadi dalam penjemputan tersebut sehingga penjemput tidak mendapat restu dari pihak sentanan Ida I Gusti Ngurah yang di Banjar Nyuh, sehingga penjemput melakukan pencurian pada saat di Banjar Nyuh mengadakan acara tarian Gandrung, yang mana salah satu penari gandrung tersebut adalah anak laki – laki dari keturunan I Gusti Ngurah Pangkung yang tinggal di Banjar Nyuh. Dari pihak keluarga yang mempunyai anak tidak terlalu merisaukan anaknya yang di curi karena semua keluarga tau dan memahami maksud si pencuri tersebut yang bertujuan kearah yang positif.

Dengan demikian tinggalah si anak yang dicuri tersebut di Banjar Pangkung Gede serta ditempatkan di sebuah goa oleh masyarakat dengan maksud agar jangan sampai diketemukan oleh keluarga di Banjar Nyuh apa bila beliau mencarinya. Penutur tidak menceritrakan pertumbuhan dan keadaan pisik si anak pada penulis, penutur menyingkat ceritranya sehingga si anak diceritrakan kini telah dewasa, pada usia yang telah dianggap dewasa oleh masyarakat Pangkung Gede, masyarakat Pangkung Gede menyuruh salah satu anak gadisnya untuk mencari kayu bakar di depan mulut goa, sehingga bertemulah si anak mantan gandrung tersebut dengan gadis pencari kayu bakar, pada saat si anak dan gadis pencari kayu saling berkenalan dipergokilah oleh Kelian Banjar Pangkung Gede dan di haruskan si anak mengawini gadis pencari kayu, si anak pun menuruti kehendak dari si Kelian Banjar. Si anak inilah yang melanjutkan keturunan I Gusti Ngurah Pangkung yang juga di berikan tempat tinggal di Pekarangan yang sama oleh masyarakat Pangkung Gede dan nama Pangkung Jero pada Pekarangan tersebut hingga kini tetap lumrah di Nusa Penida. Si anak ini pula terkenal di Puri Klungkung pada jaman itu dengan julukan si Bojog Putih dari Nusa Penida dengan lantaran semua bulunya yang ubanan sedari lahir. Demikianlah sekelumit ceritra si anak mantan gandrung yang dituturkan oleh penutur pada penulis, sebagai cikal bakal terlahirkannya si penutur yang ditulis oleh keponakan si penutur. Selanjutnya apa yang terjadi dengan keturunan si anak mantan gandrung dan si penutur? Silahkan baca berikut ini!!!

PRASASTI DALEM MYUKUT JADI REBUTAN

Si Penutur adalah keturunan dari Si Anak Mantan Gandrung atau Si Bojog Putih dari Nusa Penida, dan penulis adalah keponakan dari Si Penutur, Si Penulis yang juga merupakan keturunan dari saudara laki Si Anak Mantan Gandrung dari Banjar Nyuh Nusa Penida. Pada suatu hari terdengarlah berita di telinga si penulis, bahwa si penutur telah meninggalkan Nusa Penida lengkap dengan istri dan anak – anaknya, kepergiannya waktu itu sekitar th 1973, dan penulis saat itu baru ber umur 9 sd 10 th, dan penulis saat itu bertanya pada si ibu yang juga merupakan saudara perempuan atau adik dari si penutur, yang katanya ibu penulis kawin ke Banjar Nyuh dengan saudaranya. Si Ibu pun bercerita bahwa si penutur pergi dari Nusa Penida karena tidak tahan dengan perlakuan dari saudara – saudaranya bahkan dari saudara misannya sendiri juga ikut cueek pada si penutur, penulispun bertanya apa sebabnya si penutur dicuekin sama saudara – saudaranya? ibu bercerita, bahwa si penutur lantaran mempertahankan milik nya yang berupa lontar beberapa lembar yang berisi cerita Dalem Myukut, yang mana lontar tersebut diminta secara halus oleh orang – orang dari Banjar Tulad desa Batukandik Nusa Penida. Menurut cerita si ibu dan si penutur bahwa lontar itu diminta akan di sungsung di Banjar Tulad, pada hari tertentu penulis lupa, penulis juga mendengar bahwa si penutur dipukuli oleh orang – orang yang meminta lontar tersebut, bahkan sampai mendatangkan polisi dan tentara serta bpk camat agar si penutur menyerahkan lontar tersebut, tapi kenyataannya si penutur tetap mempertahankan dan menaruh lontar tersebut pada bundelan sarungnya yang sedang dipakai, setelah beberapa hari sejak kejadian tersebut, si penutur akhirnya memutuskan untuk pergi dari Pangkung Jero dan menuju ke Kontrak Sombang Kecamatan Melaya Kab Negara, namun sebelum si penutur sampai di Negara si penutur terlebih dahulu mampir di Geria Batutabih Klungkung, untuk menitipkan lontar yang dipertahankannya itu, dan sembari berpesan pada Beliau Ida Pedanda Gede yang di Geria Batutabih, pesan si penutur sebagai berikut” Ratu Pedanda siapapun yang datang kesini untuk bertanya dan meminta lontar ini, mohon jangan diberikan sebelum tityang sendiri yang memberikan, dan selain orang yang menitipkan mohon jangan diberikan” demikianlah pesan si penutur kepada Ida Pedanda Gede di Geria Batutabih yang juga masih ada hubungan kekrabatan dengan si penutur. Setelah selesai menitipkan lontar si penutur melanjutkan perjalanannya menuju Negara, sesampainya di Kontrak Sombang disanalah si penutur menetap bersama istri dan anak – anaknya serta bekerja bercocok tanam.

Setelah beberapa tahun kemudian sejak kepergian si penutur dari Pangkung Jero Nusa Penida, anak – anak dari adik laki – laki si penutur dan anak – anak dari saudara misan si penutur mungkin merasa berkewajiban untuk menyetanakan penyungsungan yang berupa prasasti yang sama bunyinya dengan bunyi lontar yang di bawa oleh si penutur, singkat cerita, mengenai si penutur menitipkan lontar di Geria Batutabih pun di endus oleh keponakan – keponakannya yang masih tinggal di Pangkung Gede. Dan tiba waktunya salah satu keponakan si penutur yang dianggap paling tua dan paling mengetahui diutus datang ke Geria Batutabih untuk meminta salinan dari lontar yang dititpkan oleh si penutur. Dan akan disungsung di Pangkung Gede/Pangkung Jero. Namun apa jawaban beliau Sang Pandita? Ida Pandita tidak berani memberikan walaupun beliau telah tau yang datang tersebut adalah keponakan si penutur sebelum mendapat restu dari orang yang menitipkan. Sehingga pergilah keponakan si penutur tersebut yang selanjutnya penulis sebut duta, ke kontrak sombang Negara untuk menemui si penutur, sesampainya di tempat si penutur, segala permintaan dari si duta semuanya ditolak oleh si penutur, sehingga hal tersebut berulang – ulang kali terjadi dalam limit waktu sampai tahunan, dan akhirnya si penuturpun mengijinkan serta si penutur datang ke Geria Batutabih untuk menyampaikan bahwa dirinya si penutur mengijinkan lontarnya di salin oleh si duta, singkat cerita akhirnya di Pangkung Gede/Pangkung Jero berstanalah prasasti Ida Dalem Myukut yang disungsung oleh segenap keturunan dari semua saudara kandung dan saudara misan mindon dari si penutur. termasuk juga ikut nyungsung keturunan saudaranya yang ada di Banjar Nyuh, Desa Ped Nusa Penida. Dengan bersetananya Prasasti Dalem Myukut di Pangkung Gede/Pangkung Jero, membuat semua warih Ida Dalem Myukut yang tinggal di lain Desa sedikit agak merasa mudah jika berkeinginan menyetanakan Prasasti yang sama di Desanya masing – masing. Ada sepenggal ceritra dari si penutur yang penulis lupa akan urutan ceritranya, dan hal ini penulis yakin bisa dijelaskan oleh yang mengalami yaitu keturunan dari adik laki – laki si penutur yang kini berkuasa di Pura Mrajan Dalem Myukut di Pangkung Gede/Pangkung Jero. Ceritra tersebut sebagai berikut: Si Penutur menceritakan bahwa Prasasti yang di stanakan di Pura Mrajan Pangkung Gede/Pangkung Jero sempat di curi orang, dan Prasasti yang di curi tersebut sampai sekarang tidak tentu rimbanya. Yang penulis ragukan karena penulis lupa akan urutannya yaitu, apakah prasasti yang hilang tersebut siapa yang menyetanakan? Yang jelas prasasti yang ada sekarang ini adalah merupakan prasasti yang distanakan terkhir kalinya seingat penulis. Apakah lontar yang diperebutkan tersebut merupakan babon dari lontar prasasti yang hilang? atau apakah merupakan babon dari prasasti yang masih sekarang ini? bahkan mungkinkah lontar tersebut merupakan duplikat dari prasasti yang dikirim oleh penduduk Pangkung Gede ke Toyapakeh atau Banjar Nyuh sekarang? Demikianlah beberapa hal yang belum jelas penulis pahami alur ceritanya karena si penutur keburu pulang kepangkuan ibundanya. Demikian pula Ida Pedanda Gede di Geria Batutabih telah berpulang dengan jarak waktu yang tidak terlalu lama dengan berpulang nya si penutur. Seiring dengan berjalannya waktu yang tak terhentikan oleh siapapun, si penutur sebelum berpulang tak punya niat untuk meminta lontar yang dititipnya di Geria Batutabih tersebut. Namun si penutur telah menceritakannya semua kejadian yang menimpanya pada masa lalu, baik masalah lontar yang dititip maupun masalah lainnya yang berkaitan dengan garis keturunan si penulis. demikian juga cerita ini juga dibagikan oleh si penutur pada keturunannya yang kini juga berkuasa di Pura Mrajan Pangkung Gede/Pangklung Jero. Demikianlah semeton sekilas ceritra yang terekam oleh si penulis sedari si penulis berumur 10 tahun, semoga ceritra ini ada manfaatnya terutama pada semeton pretisentanan Ida Sri Dalem Myukut. Selanjutnya penulis akan lanjutkan dengan sedikit nalar atau logika beredarnya PRASASTI SRI DALEM MYUKUT DI DUNIA MAYA. Sejak tertitipkannya lontar yang dimiliki oleh si penutur di Geria Batutabih Klungkung dan sampai akhir hayatnya si penutur lontar tersebut tak pernah dimintannya kembali, semenjak itu pula para warih Ida Dalem Myukut yang ada di Nusa Penida tidak merasa kesusahan dalam hal akan menyetanakan Prasasti Ida Dalem Myukut. Kenapa demikian? Karena lontar yang dititip oleh si penutur telah beredar di daratan Bali. Hingga ke Karangasem dengan terbuktinya penulis download teks nya melalui dunia maya ini, yang bunyinya pada akhir teks bahwa penulisnya dari karangasem, demikian juga sejak masa itu pula banyak semeton – semeton para warih Ida Dalem Myukut di Nusa Penida dengan mudah menyetanakan Prasasti beliau, terbukti di Pura Mrajan Bayuh Kaler, Di Banjar Pulagan, Di Banjar Seming Desa Ped, itulah beberapa tempat yang terdengar oleh penulis kini telah menyetanakan Prasasti Ida DSalem Myukut, mungkin saja ada yang lainnya yang tak terdengar britanya oleh si penulis, sangat mungkin!!!! Salah satu buktinya dapat penulis sampaikan selain penulis di undang saat pembacaan awal prasasti tersebut khususnya yang ada di Banjar Seming Desa Ped, terbukti pula di dunia maya semeton bisa download gaguritan Dalem Myukut yang di susun oleh Jero Mangku Duduk dari Banjar Seming Desa Ped Nusa Penida, Gaguritan ini ikut pula menghiasi pasar dunia maya, walaupun teks belum layak disebut sebuah karya tulis yang berupa gaguritan, kenapa demikian? karena teks ini tidak mentaati aturan atau pakem – pakem sebuah gaguritan, dari sisi kalimat atau kata – kata yang termuat juga sangat jauh lepas dari ceritra Ida Dalem Myukut yang penulis miliki. Cuma hanya judulnya yang memakai judul BABAD NUSA PENIDA pada buku yang pernah di edarkan di Nusa Penida, tapi di dunia maya teks ini memakai judul GAGURITAN DALEM MYUKUT. Penulis juga pernah diundang pada suatu malam yang mana malam tersebut akan dibacakan atau di lagukan teks tersebut. Sebelum penulis mendapat giliran untuk meng artikan gaguritan tersebut, penulis sengaja memberikan waktu pada rekan yang lain untuk melagukan dan meng artikannya, yang mana kesempatan ini penulis pergunakan untuk mendengar dan menganalisa isi serta pakem – pakem yang ada pada gaguritan tersebut, dari sisi isi gaguritan ini sangatlah rancu, dari sisi pakem yang ada sangatlah tak layak disebut gaguritan, dari sisi wilangan aksara juga tidak termasuk gaguritan, dari sisi baris teks juga tidak memperlihatkan bahwa teks ini adalah gaguritan, dari sisi pada lingsa juga nyasar kesana kemari, sehingga pada saat itu penulis pamit tanpa alasan setelah penulis sempat meng artikan gaguritan tersebut beberapa baris, penulis merasa sangat berat dan sulit meng artikannya, apa lagi ditambah dengan gaguritan tersebut tanpa kaidah yang benar, jika saja gaguritan tersebut dibaca oleh sang pengawi atau orang yang sering mengarang gaguritan, pastilah beliau akan tertawa geli. Dan anehnya serta sangat tak masuk akal sehat, setelah selesai menulis buku Babad Nusa yang berisikan sejarah atau sedikit nama Dalem Myukut, serta setelah selesai menyatakan diri sebagai salah satu warih Ida Dalem Myukut sang pengarang dan pengikutnya beralih panyungsungan artinya tidak lagi mau mengakui Ida Dalem Myukut sebagai lelangitnya. Sehingga hal tersebut membuat penulis bertanya – tanya dalam hati, Seperti itukah etika atau tata krama seseorang, setelah memplesetkan atau menyimpangkan alur cerita prasasti seseorang lalu meninggalkannya tanpa ada rasa bersalah atau bertanggung jawab atas buku atau gaguritan yang amburadul dibuatnya? sungguh sangat menyakitkan bagi penulis yang telah mematri keyakinan pada prasasti Dalem Myukut. Dengan adanya hal seperti demikian semakin hari semakin banyak timbul pertanyaan – pertanyaan pada diri penulis, diantaranya sebagai berikut: Apakah hal ini sengaja diperbuat oleh si pengarang gaguritan tersebut? Apakah dengan adanya gaguritan tersebut pengarangnya merasa telah berhasil mengacaukan keyakinan para warih Dalem Myukut khusunya di Nusa Penida? Apakah ini merupakan bentuk kegilaan yang di publikasikan oleh pengarang gaguritan tersebut? Adakah keuntungan yang didapat oleh pengarang gaguritan tersebut? Demikianlah semeton beberapa kalimat yang bisa penulis sajikan untuk sekedar ikut mempertajam ingatan semeton dalam hal beredarnya PRASASTI DALEM MYUKUT di dunia maya ini.

SERUPA TAPI TAK SAMA

Berikut akan penulis sajikan Prasasti Dalem Myukut yang diubah ke dalam bentuk Prasasti lain dengan tetap mempergunakan nama tempat yang sama, jumlah saudara yang sama, ciri – ciri yang dibawa oleh Ida Dalem Myukut juga sama, singkat kata 90,9% bunyi prasasti tersebut sama dengan prasasti Dalem Myukut yang ada di Nusa Penida, Cuma yang berbeda hanyalah nama – nama tokoh , demikian pula prasasti yang mengcopy isi prasasti Dalem Myukut juga ada di nusa penida. untuk lebih jelasnya prasasti yang penulis maksud silahkan klik DISINI dan silahkan bandingkan dengan prasasti Dalem Myukut klik DISINI. Teks prasasti tersebut penulis temukan di dunia maya ini pula.