Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching

Tujuan Pembelajaran Khusus:

Kompetensi Inti Coaching

Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,

Setelah memahami bagaimana paradigma berpikir dan prinsiap yang dibutuhkan agar dapat menjalankan percakapan coaching maka kali ini Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak akan belajar kompetensi inti dalam coaching.

Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) ada 8 kompetensi inti namun untuk kebutuhan Pendidikan Guru Penggerak, kita mempelajari  3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah.


Kompetensi inti coaching:

MY NOTES : Untuk mencapai keberhasilan dalam percapan coaching maka dibutuhkan 3 kompetensi inti yang harus dipahami : 1)Kehadiran penuh, 2)Mendengarkan aktif, 3)Mengajukan pertanyaan berbobot. 

Kehadiran Penuh/Presence

Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.  Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.


Menghadirkan diri sepenuhnya atau presence penting dilatih agar kita bisa selalu fokus untuk bersikap terbuka, sabar, ingin tahu lebih banyak tentang  coachee.  Kompetensi ini penting untuk dihadirkan sebelum dan selama percakapan coaching dilakukan

.

Contoh kegiatan untuk melatih menghadirkan presence yang bisa kita lakukan adalah dengan melakukan kegiatan STOP dan Mindful Listening yang telah kita pelajari pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional yang lalu.


Penting diingat tidak ada satu cara yang terbaik untuk semuanya karena setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk dapat menghadirkan presence.  Untuk itu temukan cara yang paling efektif untuk Bapak/Ibu agar bisa terus melatih diri dan menerapkannya sebelum dan selama melakukan percakapan coaching.

Pertanyaan Refleksi :

Silahkan tuangkan ringkasan pemahaman Bapak/Ibu pada kolom NOTES yang ada dibagian YOUR NOTES AND QUESTIONS!

Bapak/Ibu juga diminta untuk memberikan komentar terhadap jawaban yang dikirimkan oleh peserta lain, dengan meng-klik tombol Reply pada jawabannya

MY NOTES : 1.Saya pernah berhasil menghadirkan fokus dalam percakapan bersama rekan guru pengajar matematika. Kami membahas peserta didik yang sering mendapatkan nilai dibawah KKM pada mata pelajaran matematika. Pada proses ini kami sepakat untuk saling terbuka, bertukar pikiran dan memunculkan rasa ingin tahu cara mengatasi permasalahan.2. Untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama kegiatan adalah kita harus hadir sepenuhnya dalam proses coaching, menghentikan pekerjaan Saya dan mensilient HP agar fokus pada proses coaching.3.Biasanya yang menyebabkan hilang fokus adalah situasi yang menggangu proses coaching, misal ada rekan/murid kami yang datang, sehingga Kami harus memberhentikan percakapan, dan untuk mengembalikan fokus Kami mencari tempat yang aman, tertutup agar tidak ada siapapun yang datang untuk mengganggu percakapan kami. 

Mendengarkan Aktif

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak.  Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara.  Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.  Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

Kemampuan mendengarkan aktif atau menyimak perlu dilatih untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh coachee dan memahami keseluruhan makna yang bahkan tidak terucapkan.

Mendengarkan Aktif 

Pengantar

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak.  Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara.  Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.  Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

Kemampuan mendengarkan aktif atau menyimak perlu dilatih untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh coachee dan memahami keseluruhan makna yang bahkan tidak terucapkan.

Asumsi

More information

Asumsi, sudah mempunyai anggapan tertentu tentang suatu situasi yang belum tentu benar. Perhatikan contoh berikut ini:

ada saat coachee mengatakan bahwa dia sedang merasa “buntu”, kita memiliki gambaran tertentu tentang situasi “buntu” tersebut. Padahal gambaran “buntu” kita sangat mungkin berbeda dengan “buntu” yang dimaksud oleh coachee.

Pada saat asumsi muncul di kepala kita, yang perlu kita lakukan adalah menyadari bahwa pikiran itu ada, dan kemudian mengkonfirmasinya kepada coachee. Sebagai contoh:

“Barusan Ibu katakan kalau Ibu merasa buntu. Buntu yang seperti apa yang Ibu maksud? Bisa diceritakan?”

Melabel/Judgment

Melabel/Judgment, memberi label/penilaian pada seseorang dalam situasi tertentu. Memberi label/penilaian bisa terjadi sebelum dan pada saat coaching dilakukan.

Sebelum coaching

Pada saat kita akan melakukan coaching kepada rekan yang kita anggap “vokal”, “dominan”, “irit bicara”, “tertutup”, “bossy” dan lain sebagainya, itu semua adalah label yang kita berikan kepada dia. Walaupun rekan tersebut di banyak kesempatan menunjukkan perilaku yang membuat kita dan orang lain melabel dia seperti di atas, kita perlu menghilangkan atau setidaknya meminimalkan pikiran tersebut sebelum dan selama coaching.

Jika pelabelan ini masih tetap muncul pada saat coaching, yang bisa kita lakukan agar kita bisa bebas dari pelabelan tersebut adalah dengan cara kita memfokuskan pada apa yang coachee lakukan dan katakan pada saat coaching.

Pada saat coaching:

Pada saat coachee kita menceritakan sebuah kejadian yang dia alami, kemudian muncul pikiran yang bersifat melabel/menilai, seperti “dari ceritanya sepertinya dia orang yang tidak tangguh/antusias/rajin/dlsb”.

Jika penilaian seperti itu muncul, yang bisa kita lakukan adalah menyadarinya dan kemudian kembali fokus mendengarkan coachee kita. Karena penilaian kita terhadap kejadian itu tidak penting. Yang penting adalah bagaimana coachee menilai dirinya sendiri.

Jika kita merasa bahwa penilaian kita ini penting untuk disampaikan kepada coachee, maka kita perlu mengkonfirmasinya dengan sangat berhati-hati. Sebagai contoh:

“Dari apa yang barusan Bapak ceritakan dan juga cara Bapak menceritakannya, saya menangkap ada antusiasme/rasa putus asa/dan lain sebagainya di sana. Apakah betul seperti itu Pak?”

Asosiasi

Asosiasi: mengaitkan dengan pengalaman pribadi.

Pada saat coachee menceritakan sebuah kejadian yang dia alami, kemudian kita teringat dengan kejadian yang kita alami, pada saat itu potensi asosiasi muncul. Potensi tersebut dapat menjadi asosiasi pada saat kita mulai mengaitkannya dengan pengalaman pribadi kita. Pada saat kita terbawa pada asosiasi kita, percakapan kita dengan coachee akan berpotensi mengacu kepada pengalaman kita. Perilaku yang muncul pada kita bisa jadi dalam bentuk pertanyaan yang mengarahkan atau kecenderungan untuk menasehati.

Pada saat asosiasi muncul, yang perlu kita lakukan adalah menyadarinya dan kemudian kembali fokus kepada coachee dengan cara mengingatkan diri kita bahwa percakapan ini adalah tentang coachee, kejadian yang pernah kita alami, tidak penting/relevan dalam percakapan ini.

Selain itu, yang perlu kita sadari juga adalah asosiasi ini bisa membuat kita menjadi terbawa emosi yang sedang dirasakan oleh coachee. Pada saat ini terjadi, maka kita perlu “melepaskan” diri dari emosi tersebut dan berusaha mengembalikan emosi kita ke posisi netral, agar kita tetap bisa menjadi rekan berpikir coachee kita.

Saat menyimak atau mendengarkan aktif, elemen pertama yang perlu diperhatikan adalah menangkap  kata kunci yang terucap oleh coachee.  Kata Kunci biasanya mengandung makna yang tidak terucapkan dan perlu digali agar coachee dapat terbantu untuk lebih memahami situasi yang sedang dihadapinya.  Ciri-ciri kata kunci biasanya:

Pertanyaan Refleksi dan Pengalaman Berada di 3 Situasi di atas:

Silahkan tuangkan ringkasan pemahaman Bapak/Ibu pada kolom NOTES yang ada dibagian  YOUR NOTES AND QUESTIONS!

Bapak/Ibu juga diminta untuk memberikan komentar terhadap jawaban yang dikirimkan oleh peserta lain, dengan meng-klik tombol  Reply pada jawabannya

MY NOTES : 1.Pengalaman pada saat berbicara dengan orang kemudian merasa dinilai oleh orang tersebut. a)Saat mendengarkan itu perasaan Saya cuek saja, tidak masalah karena setiap orang berhak menilai Saya. b)Saya tetap mendengarkan orang tersebut berbicara dan berusaha mengendalikan diri agar tetap tenang.2.Pengalaman pada saat berbicara dengan orang kemudian Saya merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang Saya sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu. a)Pada saat mendengarkan itu, Saya berpikir bahwa lawan bicara Saya masih belum fokus pada arah pembicaraan. b)yang Saya lakukan yaitu tetap melanjutkan pembicaraan dan mengkonfirmasi arah tujuan pembicaraan yang sebenarnya.3. Pengalaman pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa saya minta. a)Merasa senang karena bisa belajar dari pengalamannya. b)Menyampaikan ucapan terima kasih telah berbagi pengalaman terbaiknya pada Saya. 

Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot.  Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

Pertanyaan berbobot memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Setelah kita mengetahui ciri-ciri pertanyaan berbobot, tentunya kita perlu mengetahui bagaimana kiat-kiat untuk mengajukan pertanyaan berbobot. Kiat-kiat yang dapat kita coba adalah sebagai berikut:


Kegiatan Refleksi 

Bayangkan Anda berada di empat situasi di bawah ini: 

 

Dari empat situasi di atas, jawablah pertanyaan berikut ini:

Silahkan tuangkan jawaban Anda pada kolom NOTES yang ada dibagian YOUR NOTES AND QUESTIONS!

*) Anda juga disilahkan untuk memberikan komentar terhadap jawaban yang dikirimkan oleh CGP lain, dengan meng-klik tombol Reply pada jawabannya.

MY NOTES : 1) Saya berusaha akan intropeksi diri dan mengendalikan diri agar Saya tidak emosi. 2) yang Saya pikirkan, mungkin ini semua terjadi karena ketidaktahuan dan keteledoran Saya. 3) yang Saya rasakan, sedih dan marah pada diri sendiri karena belum bisa memberikan/berbuat yang terbaik. 4) Respon Saya, mencoba menjelaskan hal-hal yang membuat semua ini terjadi, serta membuat kejadian ini sebagai pembelajaran bagi Saya untuk kebaikan di masa yang akan datang. 

Mendengarkan dengan RASA

Setelah mempelajari bagaimana mendengarkan aktif, berikut ini adalah salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.


RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask yang akan dijelaskan sebagai berikut:

R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semAskua informasi yang disampaikan coachee.  Perhatikan kata kunci yang diucapkan.

A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee.  Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan “oh…” “ya…”.  Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain atau sibuk mencatat.

S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama.  Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.  Saat merangkum bisa gunakan potongan-potongan informasi yang telah didapatkan dari percakapan sebelumnya.  Minta coachee untuk konfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai

Setelah merangkum apa yang disampaikan coachee bagian terakhir adalah

A (Ask/Tanya).  Sama dengan apa yang sudah disampaikan sebelumnya terkait kiat mengajukan pertanyaan berbobot berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajukan pertanyaan:

Bapak/Ibu, setelah sebelumnya kita sudah bersama-sama mendengar dan merangkum apa yang disampaikan coachee sekarang mari kita latihan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang sudah dirangkum sebelumnya. 


Kegiatan Latihan Mendengarkan, Merangkum, dan Bertanya dengan RASA

Silahkan tuangkan ringkasan latihan Bapak/Ibu pada kolom NOTES yang ada dibagian  YOUR NOTES AND QUESTIONS!

Bapak/Ibu juga diminta untuk memberikan komentar terhadap jawaban yang dikirimkan oleh peserta lain, dengan meng-klik tombol  Reply pada jawabannya

MY NOTES : RASA adalah salah satu metode dalam mendengarkan percakapan, RASA merupakan akronim dari : 1) R(Receive/Terima), 2) A(Appreciate/Apresiasi) 3) S(Summarize/Merangkum), 4) A (Ask/Tanya). 

Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA

Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,

Terima kasih Anda masih meluangkan waktu untuk bereksplorasi secara mandiri mengenai konsep coaching di konteks pendidikan, paradigma berpikir dan prinsip coaching, dan kompetensi inti coaching.  Sekarang, saatnya Anda mempelajari tentang percakapan coaching yang menjadi acuan interaksi antara Pemimpin Pembelajaran dan Kepala Sekolah (disebut sebagai coach) dan Rekan Sejawat (disebut sebagai coachee).  Dibutuhkan kemampuan seorang coach untuk dapat menavigasi tujuan dan arah percakapan yang dibutuhkan coachee dengan menggunakan acuan interaksi berikut ini (Costa dan Garmston, 2016):

Percakapan Coaching

Coaching TIRTA

Drag kata yang tepat untuk tipe percakapan coaching berikut

Percakapan untuk  terjadi setelah ada aktivitas yang dilakukan oleh coachee atau setelah coachee menyelesaikan tugas, dan saat coachee sedang ingin merefleksikan diri


Percakapan untuk  mungkin terjadi sebelum coachee (teman sejawat) akan memulai/ terlibat dalam suatu kegiatan atau melakukan suatu tugas. Selain itu percakapan untuk perencanaan bisa dilakukan sebelum memulai pendampingan kepada rekan sejawat. Pendampingan bersifat suatu pengembangan jangka pendek. Tujuan dari percakapan ini adalah merencanakan apa yang ingin dikembangkan coachee.


Percakapan untuk  terjadi saat coachee ingin melakukan swanilai kinerja/perkembangannya terhadap suatu standar/kriteria dan saat perlu melakukan penyesuaian ulang atas rencana terhadap standar/kriteria tersebut.


Percakapan untuk  masalah biasanya terjadi saat coachee menghadapi masalah, merasa buntu, merasa tidak jelas, merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu, mengalami krisis, dan membutuhkan bantuan dari luar

perencanaan

1 of 4 draggables.

kalibrasi

2 of 4 draggables.

berefleksi

3 of 4 draggables.

pemecahan

4 of 4 draggables.

Check

Seorang coach perlu memiliki kesadaran terhadap tujuan percakapan yang dibutuhkan coachee sesuai konteks dan ketersediaan waktu saat percakapan terjadi. Sehingga dalam satu percakapan bisa mencakup beberapa tujuan.  Contoh: setelah melakukan percakapan kalibrasi, coachee memulai percakapan untuk membahas rencana kegiatan yang akan dilakukan.  Di saat itu coach perlu menyesuaikan dan mengubah arah alur percakapan menjadi sebuah percakapan perencanaan.  Atau di sebuah percakapan refleksi, coachee terlihat frustrasi atau bingung.  Saat itu coach dapat membuat keputusan menggunakan alur percakapan untuk memecahkan masalah dan membantu menggali coachee memahami situasi/kondisi yang sedang dihadapi sehingga bisa membuat keputusan-keputusan yang sesuai untuk mengatasi situasi/kondisinya. 

Alur TIRTA

Sebelum membahas dan memberikan contoh alur yang spesifik dari setiap percakapan coaching di atas, kami perkenalkan acuan umum sebuah alur percakapan coaching yang akan membantu peran coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna yaitu alur TIRTA.

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.

Percakapan untuk Perencanaan

Di tahap ini, tidak perlu menggali secara detail.  Dapatkan informasi yang cukup spesifik tapi tidak terlalu detail karena akan lebih digali saat berefleksi atau kalibrasi.  Saat melakukan percakapan perencanan jangan minta coachee mengisi form tapi dapatkan jawaban melalui percakapan.

T (Tujuan):

Tanyakan tujuan perencanaan: apa yang ingin dicapai dengan program pengembangan/kegiatan

 I (Identifikasi) & R (Rencana):

TA (Tanggung Jawab):

Sepakati kapan akan melakukan sesi untuk refleksi/kalibrasi

Percakapan untuk Refleksi

Percakapan ini dilakukan setelah coachee selesai beraktivitas, menyelesaikan tantangan, atau menyelesaikan suatu tugas.  Tujuan percakapan membantu coachee merefleksikan pengalamannya dan mengambil makna serta pembelajaran untuk menjadi lebih baik di kesempatan lain.  Saat melakukan percakapan untuk refleksi upayakan untuk memberi banyak ruang hening untuk coachee.  Izinkan coachee mengungkapkan refleksinya dengan bebas.  Jaga presence untuk membantu menjaga “ruang” percakapan yang aman dan nyaman bagi coachee.

T (Tujuan)

I & R (Identifikasi & Rencana Aksi)

TA (Tanggung Jawab)

Tanyakan apa yang didapatkan dari percakapan?

Percakapan untuk pemecahan masalah

Percakapan ini dapat terjadi saat coachee menghubungi kita karena menghadapi masalah, merasa buntu, merasa tidak jelas, merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu, atau saat coachee mengalami krisis dan membutuhkan bantuan dari luar.  Saat melakukan percakapan untuk pemecahan masalah coach perlu menjaga sikap terbuka, netral, dan ingin tahu.  Jangan terbawa dalam “masalah coachee”.  Sering-sering mengajak coachee melihat dari area yang netral.  Apabila perlu gunakan gambar/mindmap untuk membantu coachee bisa melihat dengan lebih jelas kondisi yang sedang dihadapi.

T (Tujuan)

Menyepakati tujuan percakapan dan hasil percakapan

I (Identifikasi)

(Rencana Aksi)

TA (Tanggung Jawab)

Sebelum percakapan berakhir, coachee menyimpulkan apa yang didapat dari percakapan

Percakapan untuk kalibrasi

Kalibrasi artinya adalah mengukur dan menyesuaikan kinerja diri dengan standar yang ditentukan.  Percakapan kalibrasi dibangun untuk membimbing coachee melakukan kalibrasi terhadap standar yang berlaku dengan menyesuaikan tingkat keterampilan coachee dari standar tersebut.  Percakapan ini dilakukan saat membicarakan kemajuan perkembangan diri coachee, saat coachee melakukan swanilai kinerja atau perkembangannya, atau saat perlu melakukan penyesuaian ulang atas rencana terhadap standar/kriteria tersebut.  Percakapan dimulai dengan membahas hal-hal yang sudah baik.  Lalu gunakan hal yang sudah baik untuk meningkatkan atau mengebangkan hal-hal yang belum sesuai target atau keinginan coachee.  Berikan umpan balik sesuai data dan positif.

T (Tujuan)

I & R (Identifikasi dan Rencana Aksi)

TA (Tanggung Jawab)

Tanyakan kesimpulan dan apa yang akan dilakukan berbeda di kemudian hari

Contoh Video percakapan Tirta Luring

Contoh Video Percakapan Coaching Daring

Contoh Coaching antara Murid dan Guru di jenjang SD

Contoh Coaching antara Murid dan Guru di jenjang SMA

Contoh Coaching antara Kepala Sekolah dan Guru

Contoh Coaching antara sesama guru

Video Percakapan Perencanaan

Video Percakapan Coaching Refleksi

Video Percakapan Coaching Memecahkan Masalah

Video Percakapan Coaching Kalibrasi

Mari berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 

Silahkan tuangkan ringkasan pemahaman Bapak/Ibu pada kolom NOTES yang ada dibagian YOUR NOTES AND QUESTIONS!

Bapak/Ibu juga diminta untuk memberikan komentar terhadap jawaban yang dikirimkan oleh peserta lain, dengan meng-klik tombol Reply pada jawabannya

MY NOTES : 1. yang paling menantang adalah Rencana Aksi, karena sebagai coach harus bisa memberikan pertanyaan berbobot untuk menghasilkan ide-ide untuk mengatasi permasalahan coachee. 2. Langkah-langkah alur TIRTA ini adalah ilmu baru bagi Saya, sehingga Saya perlu belajar lebih untuk betul-betul memahami dan menerapkannya. 

Umpan Balik Berbasis Coaching

Pengantar

Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa prinsip dan paradigma berpikir coaching dapat membuat proses supervisi akademik fokus kepada pemberdayaan untuk mengembangkan kompetensi diri dan kemandirian.  Sementara pemahaman umum terhadap supervisi akademik adalah sebuah proses evaluasi yang sering kali bersifat satu arah tanpa ada ruang untuk dialog apalagi menyepakati hasil supervisi akademik bersama dengan pimpinan. 

Umpan Balik

More information

Bapak/Ibu kita akan membahas lebih jauh proses supervisi akademik yang sesuai dengan paradigma berpikir dan prinsip coaching di pembelajaran selanjutnya.  Saat ini kita akan membahas salah satu proses penting yang dilakukan saat supervisi akademik yaitu pemberian umpan balik.  Apa yang perlu diperhatikan untuk membuat pemberian umpan balik yang efektif dan memberdayakan sesuai prinsip dan paradigma berpikir coaching?

Umpan balik yang efektif haruslah bersifat netral sehingga tidak subjektif dan tanpa dasar (Costa dan Garmston, 2016).  Umpan balik akan memiliki lebih besar kesempatan untuk diterima apabila berbasis data kuantitatif dari indikator pencapaian yang sebelumnya sudah disepakati.   Perlu disadari bahwa setiap orang membutuhkan umpan balik sehingga apabila umpan balik tidak diberikan dengan efektif maka kecenderungannya orang akan berasumsi terhadap hasil capaian sendiri tanpa data yang valid.  Pembelajaran dapat terjadi di saat kita memiliki kesempatan untuk bisa mengolah data yang di dapat dari internal maupun eksternal.  Data eksternal termasuk umpan balik dari rekan sejawat, guru, pendamping, pengalaman pribadi sementara data internal yang didapat dari umpan balik dan refleksi diri.  Tidak satupun data yang didapat dari internal maupun eksternal akan bermanfaat untuk pengembangan diri kecuali adanya umpan balik konstruktif yang diberikan secara rutin dan berkesinambungan. Umpan balik akan efektif apabila berbasis data dan disampaikan secara langsung tidak lama setelah kejadian/pembelajaran/situasi terjadi.

Kesempatan dan kemampuan untuk melakukan evaluasi diri dan mengolah data penting untuk memberdayakan dan memandirikan guru/rekan sejawat/coachee sehingga penting bagi coachee untuk memahami bagaimana bisa mengukur kemampuan dan performa saat ini dari performa yang terdahulu.  Selain itu perlu kemampuan untuk bisa menganalisis kemampuan dan performa diri dengan standar yang berlaku.  Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat memberikan umpan balik dengan prinsip coaching:

Menurut Costa dan Garmston (2016) dalam Cognitive Coaching: Developing Self-directed Leaders and Learners, ada beberapa jenis umpan balik balik yang mendukung kemandirian untuk penerima umpan balik.

Umpan Balik dengan Pertanyaan Reflektif

Pertanyaan reflektif akan membuat coachee menggunakan data sendiri hasil dari observasi internal dan eksternal.  Menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif akan mendorong coachee untuk mengembangkan kemandirian karena membangun kesadaran coachee untuk menggunakan data yang akan memvalidasi evaluasi dirinya, untuk memproses umpan balik, untuk mendapatkan pembelajaran dari umpan balik, dan menentukan capaian yang perlu diselaraskan di kemudian hari.  Contoh pertanyaan reflektif yang bisa diajukan saat memberikan umpan balik:

Pada saat coaching:

Pada saat coachee kita menceritakan sebuah kejadian yang dia alami, kemudian muncul pikiran yang bersifat melabel/menilai, seperti “dari ceritanya sepertinya dia orang yang tidak tangguh/antusias/rajin/dlsb”.

Jika penilaian seperti itu muncul, yang bisa kita lakukan adalah menyadarinya dan kemudian kembali fokus mendengarkan coachee kita. Karena penilaian kita terhadap kejadian itu tidak penting. Yang penting adalah bagaimana coachee menilai dirinya sendiri.

Jika kita merasa bahwa penilaian kita ini penting untuk disampaikan kepada coachee, maka kita perlu mengkonfirmasinya dengan sangat berhati-hati. Sebagai contoh:

“Dari apa yang barusan Bapak ceritakan dan juga cara Bapak menceritakannya, saya menangkap ada antusiasme/rasa putus asa/dan lain sebagainya di sana. Apakah betul seperti itu Pak?”

Umpan Balik menggunakan data yang valid

Tujuan umpan balik dengan prinsip dan paradigma berpikir coaching yang artinya bebas dari penilaian akan mendorong coachee untuk melakukan identifikasi, observasi dan mengumpulkan dari datanya sendiri.  Peran coach bisa membantu coachee untuk memberikan umpan balik berdasarkan data sesuai yang dibutuhkan coachee untuk pengembangan dirinya.  Percakapan untuk mendapatkan data yang perlu diobservasi dilakukan saat melakukan perencanaan observasi.  Saat memberikan umpan balik, coachee menggunakan data sesuai kebutuhan coachee untuk mengajak coachee mendapatkan pembelajaran dari melakukan pengukuran, menganalisis, menarik kesimpulan secara mandiri untuk dijadikan landasan perbaikan dan melakukan modifikasi yang dibutuhkan untuk performa yang lebih baik.   Contoh data hasil observasi:

Agar proses umpan balik bisa dilakukan dengan efektif dan bermakna berikut ini tips pemberian umpan balik yang dapat diingat:

Mari kita refleksikan bersama pengalaman Anda saat memberikan dan menerima umpan balik:

Silahkan tuangkan ringkasan pemahaman Bapak/Ibu pada kolom NOTES yang ada dibagian  YOUR NOTES AND QUESTIONS!

Bapak/Ibu juga diminta untuk memberikan komentar terhadap jawaban yang dikirimkan oleh peserta lain, dengan meng-klik tombol  Reply pada jawabannya

MY NOTES : 1. Proses umpan balik yang objektif dan tidak emosional, karena hal ini akan membuat diri Saya secara mandiri akan melakukan hal-hal yang efektif untuk pengembangan kompetensi diri. 2. Memastikan pemberian umpan balik untuk membawa perubahan positif, sehingga tidak terkesan memaksa atau menggurui. 

Materi 2.3

Bapak/ibu dapat mencermati dan mendalami materi dengan mengunduh materi berikut ini dan dibaca secara mandiri.

Sub Pembelajaran 2.3.pdf

MY NOTES : Kompetensi inti coaching dan TIRTA sebagai alur percakapan coaching, serta mendengarkan dengan RASA, ketiga hal ini sangat dibutuhkan dalam praktik coaching, sehingga antara coach dan coachee akan fokus pada solusi untuk masa depan, bukan mengevaluasi untuk mengkoreksi kesalahan yang tidak disertai dengan solusi terbaik. 

Penutup

Terima Kasih Bapak/Ibu sudah mengikuti sesi pembelajaran Eksplorasi Konsep mengenai . Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching. Mari kita bawa pemahaman yang sudah kita dapatkan pada bagian ini untuk masuk ke bagian berikutnya, yaitu Eksplorasi Konsep Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching.

MY NOTES : Alhamdulillah, terima kasih atas pemaparan yang luar biasa ini.