Budaya Positif
Mulai dari diri - Modul 1.4
Tujuan Pembelajaran khusus:
Mengaktifkan pengetahuan awal apa yang telah dipelajari sebelumnya tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan budaya positif di sekolah.
Mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Pengantar
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Setelah mempelajari modul 1.1, 1.2, dan 1.3, tentunya saat ini Anda sudah memahami bahwa sebagai pendidik, Anda diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur. Anda akan memastikan bahwa tanah tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,
“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)
Dari uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.
Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif.
Cobalah amati lingkungan sekolah Anda sendiri saat ini, bagaimana suasananya? Bagaimana murid-murid saling berinteraksi, bagaimana guru saling bertegur sapa, bagaimana guru menyapa murid, bagaimana guru menyelesaikan suatu permasalahan atau konflik antar murid? Suasana atau budaya yang berkembang di sekolah Anda saat ini, secara tidak langsung menjadi cermin dari tujuan mulia atau nilai-nilai yang sekolah atau institusi Anda anut dan yakini selama ini. Untuk itulah menciptakan lingkungan positif agar terbentuk suatu budaya positif adalah suatu proses perjalanan pendidikan yang harus kita jalani, karena ini merupakan tanggung jawab kita sebagai seorang pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Suatu lingkungan yang aman dan nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar, membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran. Perlu diingat, selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi. Dan salah satu tanggung jawab kita sebagai pendidik adalah menghilangkan atau ‘mencabut’ gangguan-gangguan yang menghalangi proses pengembangan potensi murid.
MY NOTES : Sekolah yang maju dan berkembang merupakan hasil kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang ada di dalamnya. Sekolah dengan suasana yang nyaman, aman, dan menyenangkan akan membawa penghuninya larut dalam kebahagian, keharmonisan dan kesejahteraan. Dengan demikian, interaksi antar guru, murid dan warga sekolah dapat berjalan secara kondusif, dari kebiasaan-kebiasaan dan suasana tersebut akan membentuk suatu budaya positif.
Pertanyaan 1
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Untuk memulai pembelajaran di modul budaya positif ini, marilah melakukan pengamatan, dan berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
Apa pentingnya menciptakan suasana positif di lingkungan Anda?
MY NOTES : Sangat penting menciptakan suasana positif dimanapun kita berada, utamanya di sekolah sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya karakter, pengetahuan dan wawasan murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.
Pertanyaan 2
Selanjutnya,
Sebagai seorang pendidik dan/atau pimpinan sekolah, bagaimana Anda dapat menciptakan suasana positif di lingkungan Anda selama ini?
MY NOTES : Berusaha memberikan teladan yang baik kepada murid. Menghargai semua proses yang dikerjakan murid untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, sehingga mereka merasa tidak sedang dituntut menyelesaikan tugas akan tetapi mereka sedang dituntun untuk menyelesaikan tugas. Begitu pula dengan kepala sekolah dan rekan sejawat, saya berusaha menjalin relasai yang baik, menghargai perbedaan yang ada agar tetap terjalin komunikasi yang baik serta ikut melibatkan diri secara aktif dalam program/kegiatan yang bertujuan untuk memajukan sekolah dan perkembangan
Pertanyaan 3
Selanjutnya,
Apakah hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid?
MY NOTES : Sangat erat kaitannya, suasana yang positif dapat menumbuhkan gairah semangat belajar murid, sehingga murid akan tergerak untuk mengikuti proses pembelajaran tanpa adanya keterpaksaan, terlebih bila murid merasa sedang bermain sambil belajar sehingga keberpihakan pada murid dalam proses pembelajaran dapat terwujud.
Pertanyaan 4
Selanjutnya,
Bagaimana penerapan disiplin saat ini di sekolah Anda, apakah sudah diterapkan dengan efektif, bila belum, apa yang menurut Anda masih perlu diperbaiki dan dikembangkan?
MY NOTES : Penerapan disiplin sudah berjalan, namun ada beberapa hal yang masih perlu dibenahi seperti pada saat pergantian jam mata pelajaran yang dilaksanakan di laboratium praktek kejuruan, murid terlalu asyik dilaboratorium sehingga lupa dan enggan kembali ke kelas untuk mengikuti mata pelajaran umum, terlebih lagi dari laboratorium masih mampir ke kantin sekolah sehingga guru mata pelajaran umum amat terganggu dengan hal ini.
Refleksi
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Selanjutnya Anda dapat melakukan pengamatan dan refleksi terhadap bagaimana kita dapat menciptakan sebuah budaya positif, dengan melakukan serangkaian kegiatan di bawah ini:
Sediakan waktu khusus, pejamkan mata, dibantu musik instrumental yang sesuai, kemudian bayangkan sekolah impian Anda. Ingat kembali gambaran sekolah impian yang Anda tulis saat mempelajari modul 1.3. Bagaimana suasana sekolahnya? Bagaimana sikap gurunya? Bagaimana tutur kata guru? Bagaimana guru bersikap kepada murid-muridnya? Bagaimana sikap murid-muridnya, bagaimana mereka saling berinteraksi, terhadap Anda, sebagai pimpinan sekolah dan terhadap guru-guru yang lain?
Untuk mewujudkan sekolah impian tersebut, bila Anda adalah seorang pemimpin di sekolah Anda, bagaimana Anda akan menciptakan sebuah lingkungan yang positif di sekolah Anda? Apa strategi yang akan Anda pilih? Bagaimana Anda akan menerapkan disiplin positif, apa yang perlu kita lakukan terlebih dahulu? Tentunya, salah satu hal yang paling penting adalah kita perlu menghilangkan rasa takut dalam diri murid-murid sehingga mereka merasa aman dan nyaman berada di sekolah, dan bahwa membuat kesalahan adalah suatu proses pembelajaran itu sendiri. Hanya dengan demikian, semua murid dapat belajar dengan rasa tenang, tanpa tekanan dan nyaman.
Standar Nasional Pendidikan: Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu:
1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
a. interaktif;
b. inspiratif;
c. menyenangkan;
d. menantang;
e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
MY NOTES : Bila saya sebagai pemimpin di sekolah, saya akan melestarikan budaya demokrasi dan memperkuat kualitas pembelajaran. Budaya demokrasi yang baik akan menciptakan interaksi, komunikasi dan relasi antar guru, murid dan warga sekolah yang secara kondusif bebas untuk menyampaikan pendapatnya demi kemajuan sekolah. Kebebasan berpendapat ini akan mengasah kecerdasan murid dalam memperkuat dan memperbaiki kualitas belajarnya, sehingga murid akan merasa tertantang dan termotivasi mengasah kreatifitas, bakat dan minatnya. Upaya untuk memperkuat kualitas proses pembelajaran yang baik bisa dimulai manakala hubungan antara murid dan guru seperti mitra. Dalam hal ini murid seperti mitra yang setara tanpa harus melupakan budaya sopan santun dan saling menghormati. Dengan demikian, upaya untuk membangun budaya positif di sekolah pun bisa terwujud.
Harapan untuk Diri Sendiri
Setelah Anda melaksanakan refleksi terkait peran Anda dalam menciptakan budaya positif, isilah kolom harapan berikut ini:
Apa saja harapan-harapan yang ingin Anda lihat berkembang pada diri Anda, sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki pengaruh pada warga sekolah, terutama murid-murid Anda setelah mempelajari modul ini?
MY NOTES : Harapan yang ingin saya lihat berkembang pada diri saya adalah, saya dapat menerapkan nilai dan peran guru penggerak secara utuh sehingga dapat menjadi teladan bagi rekan sejawat, mampu memberikan pengaruh positif pada rekan sejawat, terlebih pada murid untuk menumbuh kembangkan karakter murid sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
Harapan pada Murid
Setelah Anda melaksanakan refleksi terkait peran Anda dalam menciptakan budaya positif, isilah kolom harapan berikut ini:
Apa saja harapan-harapan yang ingin Anda lihat berkembang pada murid-murid Anda setelah mempelajari modul ini?
MY NOTES : Harapan saya adalah murid sudah bisa membiasakan dirinya untuk melakukan budaya positif dan menerapkan karakter Profil Pelajar Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mereka baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah.
Ekspektasi
Selanjutnya, tuliskan
Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?
MY NOTES : Kegiatan yang saya harapkan adalah saya dapat bertukar informasi dan pengalaman dari rekan-rekan sesama CGP, Fasilitator serta instruktur sehingga saya bisa mengambil pembelajaran dari pengalaman beliau yang hebat-hebat. Sedangkan materi yang saya harapkan adalah materi yang terdapat studi kasus dan strategi yang tepat dalam mewujudkan budaya positif sehingga saya mendapatkan banyak referensi untuk menerapkan budaya positif. Untuk manfaat yang saya harapkan adalah saya ingin bergerak, tergerak dan menggerakkan lingkungan sekitar saya untuk mewujudkan budaya positif.
Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal
Tujuan Pembelajaran Khusus
CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia.
CGP menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif.
Tanggapan Reflektif
Kemungkinan jawaban kita terhadap:
Kemungkinan jawaban kita terhadap:
Pertanyaan-pertanyaan pertama dan kedua bervariasi, antara yang bersedia membuka, dan yang tetap bertahan menutup kepalan tangannya.
Pertanyaan ketiga, siapakah yang sesungguhnya memegang kontrol, yang menutup kepalan tangan atau yang berusaha dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan rekannya? Jawabannya tentu kita sendiri yang memegang kontrol atas kepalan tangan kita, apakah kita membuka atau menutup kepalan tangan kita, itu bergantung pada diri kita masing-masing, sesuai dengan kebutuhan dasar kita saat itu.
MY NOTES : ya... betul sekali bahwa pemegang kendali atau kontrol itu adalah diri kita sendiri, bukan orang lain.
Teori Kontrol (Dr. William Glasser)
Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan beberapa miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.
Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.
Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan negatif.Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.
MY NOTES : Mengontrol murid merupakan tugas guru sebagai pendidik yang menuntun untuk tumbuh kembangnya karakter si murid, tapi kontrol tersebut tanpa adanya unsur paksaan dan kekerasan.
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? (Stephen R. Covey)
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,
“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.
MY NOTES : Untuk membuat suatu kemajuan, maka langkah utamanya adalah merubah sikap atau perilaku masing-masing (diri sendiri).
Makna Disiplin
Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu ditinjau kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan? Mari kita bahas makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2 tentang perubahan paradigma teori stimulus respon ke teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia.
Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Sekarang mari kita membahas tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama?
MY NOTES : Ya, mendisiplinkan murid adalah bagian pekerjaan yang paling menantang, butuh waktu dan kesabaran yang ekstra untuk menjalaninya.
Makna Kata Disiplin
Marilah kita baca artikel di bawah ini:
Makna Kata Disiplin
Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali.
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.
Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan;
“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View Publications, North Canada.
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.
MY NOTES : Sangat indah, pemikiran KHD dan Diane mengajarkan kita sebagai pendidik yang dapat mendisiplinkan murid sesuai dengan teori yang sebenar-benarnya.
Nilai-nilai Kebajikan
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Anda telah mengikuti serangkaian pembahasan tentang makna disiplin positif yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Kita namakan nilai-nilai tersebut sebagai nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal.
Nilai-nilai kebajikan universal sendiri telah diperkenalkan di modul 1.2 yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan fondasi kita berperilaku. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan.
Beberapa institusi/organisasi pendidikan di bawah ini telah memiliki nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan sepakati bersama. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin dicapai oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila, yang sebelumnya telah dibahas di modul 1.2. Bisa disimpulkan bahwa sebagian institusi/organisasi saling memiliki nilai-nilai kebajikan yang sama, karena nilai-nilai tersebut bersifat universal, dan lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar belakang.
MY NOTES : Menurut KHD dan Diane Gossen Disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia tersebut mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Nilai-nilai kebajikan yang ingin dicapai dalam dunia pendidikan adalah Profil Pelajar Pancasila.
Nilai-nilai Kebajikan dari enam institusi/organisasi
Profil Pelajar Pancasila
Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
Mandiri
Bernalar Kritis
Berkebinekaan Global
Bergotong royong
Kreatif
IBO Primary Years Program (PYP)
Sikap Murid:
Toleransi
Rasa Hormat
Integritas
Mandiri
Menghargai
Antusias
Empati
Keingintahuan
Kreativitas
Kerja sama
Percaya Diri
Komitmen
Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF)
Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
Kemandirian dan Tanggung jawab
Kejujuran (Amanah), Diplomatis
Hormat dan Santun
Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
Kepemimpinan dan Keadilan
Baik dan Rendah Hati
Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan
Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Gu...
Keterampilan Hidup
Dapat dipercaya
Lurus Hati
Pendengar yang Aktif
Tidak Merendahkan Orang Lain
Memberikan yang Terbaik dari Diri
Petunjuk Hidup
Peduli
Penalaran
Bekerja sama
Keberanian
Keingintahuan
Usaha
Keluwesan/Fleksibilitas
Berorganisasi
Kesabaran
Keteguhan hati
Kehormatan
Memiliki Rasa Humor
Berinisiatif
Integritas
Pemecahan Masalah
Sumber pengetahuan
Tanggung jawab
Persahabatan
The Seven Essential Virtues (Building Moral Intelligence,...
Empati
Suara Hati
Kontrol Diri
Rasa Hormat
Kebaikan
Toleransi
Keadilan
The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan)
Silakan Anda membaca nilai-nilai kebajikan dari keenam institusi/organisasi yang telah disampaikan di sini, dan pilihlah salah satu yang menurut Anda paling menarik. Bandingkan dengan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip yang Anda miliki di sekolah Anda. Adakah suatu perbedaan atau persamaan? Kemudian pikirkan bagaimana nilai-nilai kebajikan yang Anda pilih tersebut dapat disampaikan dan menjadi fondasi dari keyakinan sekolah atau keyakinan kelas yang disepakati seluruh warga sekolah. Kemudian pikirkan kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat dilakukan agar keyakinan-keyakinan tersebut dapat dipahami, dan diterapkan seluruh warga sekolah dalam kehidupan mereka sehari-hari.
MY NOTES : Nilai-nilai kebajikan Profil Pelajar Pancasila selain karena sudah familiar dan simple, namun tetap kompleks untuk mencetak generasi masa depan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Tugas 2.1 (1)
Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan berikut.
Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti Program Guru Penggerak ini karena ingin mendapatkan suatu penghargaan tertentu. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda berubah menjadi sebuah keinginan untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini? Bila itu terjadi, apa dampaknya untuk diri Anda? Apa yang Anda dapatkan, mengapa hal itu penting untuk Anda?
MY NOTES : Betul sekali, seiring saya mengikuti program ini saya termotivasi untuk berubah serta berupaya untuk menerapkan nilai dan peran guru penggerak agar dapat mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid sesuai kodratnya.
Tugas 2.1 (2)
Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan berikut.
Sebagai seorang pendidik, saat Anda perlu hadir di suatu pelatihan, motivasi apakah yang mendasari tindakan Anda?
Apakah Anda hadir karena tidak ingin ditegur oleh pihak panitia atau pengawas Anda, dan mendapatkan surat teguran (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman), atau
Anda ingin dilihat dan dipuji oleh lingkungan Anda, atau mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau
Anda ingin menjadi pemelajar sepanjang hayat, menjadi orang yang berusaha dan bertanggung jawab serta menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Anda, guru-guru Anda, serta lingkungan Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai pemimpin pembelajaran akan jadi panutan oleh lingkungan Anda (menghargai nilai-nilai kebajikan diri sendiri).
Manakah motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda, atau adakah suatu proses perubahan motivasi antara dua motivasi?
MY NOTES : Saya ingin menjadi pemelajar sepanjang hayat, menjadi orang yang berusaha dan bertanggung jawab serta menghargai diri sendiri sebagai teladan bagi murid-murid, rekan sejawat, serta lingkungan saya karena saya percaya, tindakan saya sebagai pemimpin pembelajaran akan jadi panutan oleh lingkungan saya (menghargai nilai-nilai kebajikan diri sendiri). Sebagai guru yang masih seumur jagung, saya harus memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pendidikan.
Tugas 2.1 (3)
Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan berikut.
Bila di sekolah Anda tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi karyawan yang sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan Anda penghargaan menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda.
MY NOTES : Saya tetap akan datang tepat waktu untuk mengajar anak didik saya, karena saya ingin menjadi teladan yang baik buat mereka. Sebagai pendidik saya mengharapkan perubahan positif terus terjadi pada anak didik saya baik dari segi keilmuan maupun tingkah laku mereka, agar kelak mereka bisa menjadi pribadi-pribadi yang bijak dan siap mengahadapi tuntutan zaman.
Tugas 2.1 (4)
Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan berikut.
Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi yang disebutkan pada pertanyaan sebelumnya, motivasi manakah yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.
MY NOTES : Sesuai dengan usia mereka yang berada di usia labil, sebagian besar mereka menghindari ketidaknyamanan dan hukuman(teguran).
Tugas 2.1 (5)
Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan berikut.
Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid Anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
MY NOTES : Strategi yang saya lakukan adalah dengan memberikan teladan yang baik, mendekati murid untuk lebih mengenal mereka serta meyakinkan mereka betapa pentingnya disiplin positif bagi mereka saat ini dan nanti.
Tugas 2.1 (6)
Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan berikut.
Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda rasakan penting saat ini untuk ditanamkan pada murid-murid Anda di kelas/sekolah Anda? Mengapa?
MY NOTES : Nilai-nilai kebajikan yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Karena dengan menerapkan dimensi yang ada di Profil Pelajar Pancasila ini akan menumbuhkan rasa saling menghargai dan memungkinkan terbentuknya budaya baru yang positif bagi murid.
Penutup
Dengan menjawab setiap pertanyaan, Anda telah menyelesaikan serangkaian kegiatan untuk mempelajari disiplin positif dan nilai-nilai kebajikan universal.
Dengan menjawab setiap pertanyaan, Anda telah menyelesaikan serangkaian kegiatan untuk mempelajari disiplin positif dan nilai-nilai kebajikan universal.
Jika diperlukan, Bapak/ibu juga dapat mencermati dan mengunduh bahan bacaan tentang Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal pada tautan berikut: 2.1. Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal
Standar Pendidikan Nasional:
Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.
Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.
MY NOTES : Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu adanya kolaborasi yang kondusif agar sesuai dengan apa yang diharapkan.