DISCLAIMER !! Halaman ini dibuat untuk mempermudah membaca UU Minerba. Membaca dokumen versi JDIH ESDM, SANGAT DISARANKAN.
Bagian Kesatu
Pasal 9
(1) WP sebagai bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan.
(2) WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Diubah menjadi :
Pasal 9
(1) WP sebagai bagian dari Wilayah Hukum Pertambangan merupakan landasan bagi penetapan kegiatan Usaha Pertambangan.
(2) WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat setelah ditentukan oleh Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan kewenangannya dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 10
Penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilaksanakan:
a. secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
b. secara terpadu dengan memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan; dan
c. dengan memperhatikan aspirasi daerah.
Diubah menjadi :
Pasal 10
(1) Penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) terdiri atas:
a. WUP;
b. WPR;
c. WPN; dan
d. WUPK.
(2) Penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilaksanakan:
a. secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
b. secara terpadu dengan mengacu pada pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat terdampak, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, hak asasi manusia, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan; dan
c. dengan memperhatikan aspirasi daerah.
Pasal 11
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan WP.
Diubah menjadi :
Pasal 11
Menteri melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WP.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai batas, luas, dan mekanisme penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dengan peraturan pemerintah.
Dihapus :
Pasal 13
WP terdiri atas:
a. WUP;
b. WPR; dan
c. WPN.
Bagian Kedua
Dihapus :
Pasal 14
(1) Penetapan WUP dilakukan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pemerintah daerah yang bersangkutan berdasarkan data dan informasi yang dimiliki Pemerintah dan pemerintah daerah.
Ditambahkan :
Pasal 14A
Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WUP harus memenuhi kriteria:
a. memiliki sebaran formasi batuan pembawa, data indikasi, data sumber daya, dan/ atau data cadangan Mineral dan/atau Batubara;
b. memiliki 1 (satu) atau lebih jenis Mineral termasuk Mineral ikutannya dan / atau Batubara;
c. tidak tumpang tindih dengan WPR, WPN, dan/atau WUPK;
d. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan Pertambangan secara berkelanjutan ;
e. merupakan eks wilayah IUP yang telah berakhir atau dicabut; dan/atau
f. merupakan wilayah hasil penciutan atau pengembalian wilayah IUP.
Dihapus :
Pasal 15
Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannya dalam penetapan WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada pemerintah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan :
Kewenangan yang dilimpahkan adalah kewenangan dalam menetapkan WUP untuk mineral bukan logam dan batuan dalam satu kabupaten/kota atau lintas kabupaten/kota.
Pasal 16
Satu WUP terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
Pasal 17
Luas dan batas WIUP mineral logam dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh Pemerintah.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan luas adalah luas maksimum dan luas minimum.
Penentuan batas dilakukan berdasarkan keahlian yang diterima oleh semua pihak.
Diubah menjadi :
Pasal 17
(1) Luas dan batas WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara ditetapkan oleh Menteri setelah ditentukan oleh gubernur.
(2) Luas dan batas WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang berada pada wilayah laut ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.
(3) Penetapan luas dan batas WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus memenuhi kriteria:
a. terdapat data sumber daya Mineral logam atau Batubara; dan/atau
b. terdapat data cadangan Mineral logam atau Batubara.
(4) Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Menteri menetapkan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara berdasarkan pertimbangan:
a. ketahanan cadangan;
b. kemampuan produksi nasional; dan/atau
c. pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
(5) Dalam hal WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara telah ditetapkan oleh Menteri, pemanfaatan potensi sumber daya alam yang terdapat di dalamnya diprioritaskan untuk kegiatan Usaha Pertambangan.
Ditambahkan :
Pasal 17A
(1) Penetapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan setelah memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan.
(3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17B
(1) Menteri dapat memberikan penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara.
Penjelasan :
Pelaksanaan Penyelidikan dan Penelitian oleh lembaga riset negara yang mendapatkan penugasan dibiayai oleh Pemerintah Pusat.
(2) Luas dan batas wilayah penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(3) BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha yang mendapatkan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wilayah penugasannya ditetapkan sebagai WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara, mendapatkan hak menyamai penawaran dalam lelang WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penugasan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP dalam 1 (satu) WUP adalah sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
Diubah menjadi :
Pasal 18
(1) Penetapan luas dan batas WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus mempertimbangkan:
a. rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional;
b. ketersediaan data sumber daya dan/atau cadangan Mineral atau Batubara; dan
c. status kawasan.
(2) Data sumber daya dan/atau cadangan Mineral atau Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari:
a. hasil kegiatan Penyelidikan dan Penelitian yang dilakukan oleh Menteri;
Penjelasan :
Penyelidikan dan Penelitian yang dilakukan oleh Menteri termasuk Penyelidikan dan Penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, dan Badan Usaha berdasarkan penugasan.
b. hasil evaluasi terhadap WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara yang dikembalikan atau diciutkan oieh pemegang IUP; dan/atau
c. hasil evaluasi terhadap WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara yang IUP berakhir atau dicabut.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan batas dan luas WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Ketiga
Pasal 20
Kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR.
Dihapus :
Pasal 21
WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.
Penjelasan :
Penetapan WPR didasarkan pada perencanaan dengan melakukan sinkronisasi data dan informasi melalui sistem informasi WP.
Pasal 22
Kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut:
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
Penjelasan
Yang dimaksud dengan tepi dan tepi sungai adalah daerah akumulasi pengayaan mineral sekunder (pay streak) dalam suatu meander sungai.
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.
Diubah menjadi :
Pasal 22
Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WPR harus memenuhi kriteria:
a. mempunyai cadangan Mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer Mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 (seratus) meter;
c. endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal WPR adalah 100 (seratus) hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ditambahkan :
Pasal 22A
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WPR yang telah ditetapkan.
Pasal 23
Dalam menetapkan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, bupati/walikota berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka.
Penjelasan :
Pengumuman rencana WPR dilakukan di kantor desa/kelurahan dan kantor/instansi terkait; dilengkapi dengan peta situasi yang menggambarkan lokasi, luas, dan batas serta daftar koordinat; dan dilengkapi daftar pemegang hak atas tanah yang berada dalam WPR.
Pasal 24
Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, prosedur, dan penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan mekanisme penetapan WPR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
Bagian Keempat
Pasal 27
Dihapus :
(1) Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.
Penjelasan :
Penetapan WPN untuk kepentingan nasional dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan energi dan industri strategis nasional, serta meningkatkan daya saing nasional dalam menghadapi tantangan global.
Yang dimaksud dengan komoditas tertentu antara lain tembaga, timah, emas, besi, nikel, dan bauksit serta batubara.
Konservasi yang dimaksud juga mencakup upaya pengelolaan mineral dan/atau batubara yang keberadaannya terbatas.
(2) WPN yang ditetapkan untuk komoditas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusahakan sebagian luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan sebagian luas wilayahnya adalah untuk menentukan persentase besaran luas wilayah yang akan diusahakan.
Diubah menjadi :
(2) WPN dapat diusahakan sebagian atau seluruh luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan "sebagian atau seluruh luas wilayahnya" adalah untuk menentukan persentase besaran luas dan batas wilayah yang akan di usahakan pada suatu wilayah yang telah ditetapkan menjadi WPN. Wilayah yang didelineasi dan ditetapkan menjadi WPN merupakan wilayah yang memiliki cadangan atau sumber daya komoditas Mineral logam dan/atau Batubara dan berada di wilayah konservasi, lindung, atau wilayah lain yang tidak dapat diusahakan untuk Pertambangan, sehingga persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia diperlukan sekaligus dalam rangka persetujuan perubahan fungsi kawasan atau peruntukan tata ruang. Prinsip pemilihan sebagian atau seluruh wilayah meliputi kaidah-kaidah daya dukung lingkungan, daya tampung kegiatan, konservasi sumber daya dan cadangan, dan kebutuhan negara yang mendesak.
Dihapus :
(3) WPN yang ditetapkan untuk konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan batasan waktu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan batasan waktu adalah WPN yang ditetapkan untuk konservasi dapat diusahakan setelah melewati jangka waktu tertentu.
(4) Wilayah yang akan diusahakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berubah statusnya menjadi WUPK.
Diubah menjadi
(4) WPN yang diusahakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berubah statusnya menjadi WUPK .
Ditambahkan :
Pasal 27A
Wilayah dalam WP yang dapat ditetapkan sebagai WPN harus memenuhi kriteria:
a. memiliki formasi batuan pembawa Mineral logam dan/atau Batubara berdasarkan peta atau data geologi;
Penjelasan :
Mineral logam termasuk Mineral logam tanah jarang
b. memiliki sumber daya dan/atau cadangan Mineral logam dan/ atau Batubara;
c. untuk keperluan konservasi Mineral logam dan/atau Batubara; dan/atau
d. untuk keperluan konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.
Pasal 28
Perubahan status WPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) menjadi WUPK dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber devisa negara;
c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
e. daya dukung lingkungan; dan/atau
f. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
Diubah menjadi :
Pasal 28
(1) Perubahan status WPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dan ayat (4) menjadi WUPK dapat dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber devisa negara;
c. potensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
d. perubahan status kawasan; dan/atau
e. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
(2) Wilayah yang dapat ditetapkan menjadi WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
a. eks WIUP yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan menjadi WUPK; atau
b. eks WIUPK, wilayah KK, atau PKP2B yang berdasarkan evaluasi Menteri perlu ditetapkan kembali menjadi WUPK.
Pasal 29
(1) WUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) yang akan diusahakan ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan koordinasi adalah mengakomodasi semua kepentingan daerah yang terkait dengan WUPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan di WUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk IUPK.
Pasal 30
Satu WUPK terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUPK yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
Pasal 31
Luas dan batas WIUPK mineral logam dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah berdasarkan kriteria dan informasi yang dimiliki oleh Pemerintah.
Penjelasan :
Yang dimaksud dengan luas adalah luas maksimum dan luas minimum.
Penentuan batas dilakukan berdasarkan keahlian yang diterima oleh semua pihak.
Ditambahkan :
Pasal 31A
(1) Penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan setelah memenuhi kriteria:
a. pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
b. ketahanan cadangan;
c. kemampuan produksi nasional; dan/atau
d. pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUPK yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPK dalam 1 (satu) WUPK adalah sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan luas dan batas WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 diatur dengan peraturan pemerintah.