TIPS ON TEACHING T(W)EENS #01
Mengajar para remaja tanggung atau tweens di era digital memang tidak semudah membalik telapak tangan. Saya menyebut mereka remaja tanggung karena mereka baru saja melewati masa anak-anak. Usia sekitar 12-15 tahun, dengan fisik bertumbuh besar seperti orang dewasa.
Pada usia ini, mereka berpikir dengan amygdala, bagian otak yang mengatur emosi. Hal ini disebabkan prefrontal cortex yang mengatur sensibilitas dan kematangan berpikir belum berkembang. Tak heran, banyak hal yang dilakukan dan diucapkan oleh para remaja tanggung ini seakan tanpa dipikir matang. Akibatnya, mereka dicap nakal, tidak mau diatur, dan sebagainya.
Pola pikir berkembang merupakan satu tip dalam mendidik para remaja tanggung ini. Jika mereka melakukan sesuatu yang berbahaya atau diluar dugaan, jangan langsung menghakimi mereka anak bandel atau tidak baik. Tanya dulu kenapa, apa yang ada dalam pikirannya saat mereka melakukan hal berbahaya tersebut. Bagaimana perasaannya, apakah mereka sadar akibatnya terhadap dirinya atau orang di sekitarnya. .
Dengan bertanya, tweens tidak akan merasa terintimidasi. Mereka akan merasa dihargai pendapatnya dan bukan dikecilkan seperti anak-anak. Mereka pun akan menghargai pendapat orang lain dan belajar untuk memikirkan konsekuensi dari tindakan dan pikirannya.
Tips on Teaching T(w)eens #02
Sering lihat t(w)eens tidak termotivasi di kelas? Mereka yang kemampuan akademik rendah dan kemauan belajar rendah juga? Atau yang kemampuan kognitifnya bagus tapi malas di kelas? Membuat siswa bisa memotivasi dirinya mau belajar menjadi tugas orang tua maupun pendidik.
Seperti biasa, melihat remaja yang tidak bergerak, jangan dulu menghakimi mereka malas atau bodoh. Bisa jadi tugas atau materi pembelajaran yang diberikan tidak sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman remaja. Tugas yang terlalu susah, atau terlalu mudah, tidak akan membuat remaja bergerak. Apalagi jika mereka merasa bahwa tidak pernah melakukan tugas yang sama sebelumnya. Jadi, apa yang harus dilakukan?
Sebagai pendidik maupun orang tua, harus fleksibel dalam memberikan tugas atau materi pelajaran. Jika remaja tidak bergerak, coba tanya apakah mereka sudah pernah melakukannya? Apakah yang menjadi keraguan mereka?
Coba juga memberikan petunjuk secara bertahap saat mereka tidak mengerti tugas yang diberikan. Petunjuk-petunjuk ini akan membuat mereka bergerak. Dari langkah yang paling mudah hingga akhirnya ke petunjuk yang lebih kompleks.
Hal terakhir yang harus dilakukan adalah terus menyemangati dan tidak memberikan penilaian negatif jika hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Satu kali melakukan tidak membuat kita langsung menjadi ahli. Boleh memberikan kritik, tunjukkan target hasil yang diharapkan dan minta remaja untuk mencoba lagi. Saat tantangan yang diberikan terlalu mudah, coba sesuaikan dengan meningkatkan kompleksitas tugas.
Jadi, kalau melihat remaja tidak bergerak, daripada mengomel, lebih baik gali dulu apa yang sudah pernah mereka lakukan. Lalu, naik atau turunkan tingkat tugas sesuai dengan kemampuan mereka.
Tips on Teaching T(w)eens #03
GROWTH MINDSET
Pastikan Remaja Mengerti Bedanya: Kekeliruan, Kesalahan, Kesilapan, Blunder dan Ketidaktepatan.
Mistake atau kekeliruan merupakan tindakan dan ucapan yang salah dilakukan tanpa sengaja. Biasanya karena emosi berlebihan, membuat remaja berbuat atau berkata hal-hal yang bertentangan. Saat mereka kesal karena tidak dapat perhatian, mereka bisa berbuat keisengan yang bisa membuat orang tua marah dan naik pitam. Ajak mereka bicara baik-baik akan membuat mereka paham akan kekeliruannya.
Error atau kesalahan merupakan tindakan atau ucapan salah karena mereka belum mengerti. Saat mereka mengucap kata-kata umpatan, kita melihatnya mereka anak yang kurang ajar. Sementara, mereka sering tidak sadar bahwa kata-kata itu tidak baik dan tidak sopan. But they feel cool about it. Sampaikan saja bahwa mengumpat itu tidak baik dan supaya tidak dilakukan lagi.
Fault atau kesilapan merupakan kesalahan yang terjadi karena kelemahan remaja, yaitu karena prefrontal lobe belum berkembang, mereka cenderung melakukan hal-hal tanpa pikir panjang. Ajak remaja untuk selalu berpikir konsekuensi akan melatih otaknya berkembang.
Blunder atau kesalahan akibat kebodohan atau kecerobohan. Bukan akibat IQ rendah, tapi karena tidak terbiasa berpikir cerdas. Misal remaja yang ceroboh berbagi foto dan lokasi rumah yang dimanfaatkan oleh orang asing yang tidak bertanggungjawab.
Wrong atau ketidaktepatan adalah kondisi dimana remaja paham saat sesuatu tidak tepat. Bisa bedakan baik dari buruk, benar dari salah. Ajari remaja untuk jujur saat salah dan mau bertanggung jawab. Saat mereka salah, beri kesempatan untuk memperbaiki diri dan giring menjadi manusia yang lebih baik. Remaja akan sensitif bila terus menerus disinggung kesalahannya.
It's not easy, but it worths every penny in the world to see them learning from their mistakes.
Tips on Teaching T(w)eens 04
Membuat remaja memiliki pola pikir yang berkembang berarti membuat mereka percaya bahwa kemampuan mereka bisa lebih dari apa yang mereka sudah bisa kerjakan saat ini. .
Yang sering terlupakan oleh pendidik dan orang tua adalah remaja perlu diberi ruang dan kesempatan untuk belajar. Untuk meleburkan diri dalam berbagai aktivitas yang belum pernah dilakukan atau dikuasainya. Selama kegiatan tersebut tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka tentunya. Memang bakat anak sering terlihat sejak kecil, tetapi begitu menginjak remaja, ajaklah untuk mencoba bidang lain.
Saya sering mendapat komentar dari orang tua yang terkejut tidak percaya bahwa putra atau putrinya ternyata juga bisa berkembang di bidang-bidang lain. Ada yang biasanya senang sains sekarang ingin mencoba public speaking. Ada yang biasanya olahraga, eh ternyata bagus juga membuat puisi. .
Mencoba berbagai aktivitas tentu juga akan mengembangkan daya pandang remaja. Daya pandang atau perspektif ini penting bagi perkembangan remaja. Misalnya, remaja yang tidak pernah mendapat kesempatan pentas, berarti tidak pernah mendapat sensasi berada di atas panggung dan menampilkan yang terbaik. Atau yang tidak pernah mendapat kesempatan berkompetisi di kejuaraan, akan membuat mereka tidak paham tentang kegigihan dan perjuangan untuk bertahan dengan kemampuan yang ada.
Saya sering juga diprotes siswa, kenapa saya membuat mereka untuk tampil ikut lomba atau pentas drama. Saya selalu bilang bahwa yang penting adalah saya melihat mereka mencoba dan berusaha. Mereka mau menampilkan penampilan terbaik mereka, apapun hasilnya. Disaat yang sama, daya pandang mereka pun melebar. Bahwa ternyata mereka bisa melakukan hal yang tadinya mereka ragukan.
Sehingga jika ingin membuat remaja memiliki pola pikir berkembang, coba lihat kembali sudah sejauh mana kita memberikan mereka kesempatan. Apakah selama ini pilihan kegiatan yang kita berikan adalah yang aman-aman saja, yang masih dalam zona nyamannya. Coba beri tantangan yang membuat siswa keluar dari zona nyamannya.
#teachingtweens #teachersofthefuture#teacherandri#teachersofthefuturegeneration