Day 7 - Day 9
http:www.instagram.com/teacherandri
http:www.instagram.com/teacherandri
Shelly Hollis, pemrakarsa www.leaderinme.blog.org yang juga seorang pendidik di bidang sains dan matematika, menyatakan bahwa jiwa kepemimpinan seorang anak bisa ditumbuhkan dengan membuat anak mendalami pelajaran matematika. Ada tiga elemen dalam jiwa dan kemampuan kepemimpinan yang bisa dikembangkan, yaitu berani mengambil keputusan, mengakui dan memperbaiki kesalahan, serta rendah hati. Yuk, simak penjelasan berikut.
Yang pertama, matematika membuat siswa berani mengambil keputusan untuk melangkah. Kemampuan matematis anak tidak hanya berdasarkan kemampuan berhitung saja. Namun harus juga mencakup kemampuan untuk mengambil langkah apa yang ingin diambil. Seperti seribu jalan yang ada untuk pergi ke Roma, Italia, maka siswa harus berani untuk menentukan jalan mana yang mau dilalui untuk mendapatkan hasil.
Yang kedua, matematika membuat siswa bangkit dan memperbaiki kesalahan saat mengalami kegagalan. Dalam matematika, kegagalan yang hakiki hanya saat siswa berhenti berusaha. Saat salah menalar atau salah menghitung, maka yang dipentingkan adalah sikap pantang mundur dan bangkit memperbaiki kesalahan. Jika salah, bukan menyalahkan orang lain, tetapi introspeksi melihat langkah mana yang harus dibetulkan. Biasanya lalu timbul ide-ide brilian yang bisa membuat siswa mengulik lagi perhitungan atau persamaan matematika yang dikerjakannya. Seperti kata Albert Einstein, “Saya bukan orang yang cerdas, hanya saja saya selalu berkutat lama di satu masalah.”
Ketiga, matematika juga mengajarkan siswa untuk rendah hati. Mengapa? Karena seringnya salah dan gagal dalam matematika, mengingatkan bahwa siswa adalah manusia biasa. Makhluk yang memang tempatnya salah dan sebagai makhluk yang memiliki banyak kekurangan. Mengajarkan untuk rendah hati dan bersahaja tidak pamer kelebihan.
Jadi, kalau nilai matematika masih pas-pasan coba introspeksi diri. Apakah sudah berani mencoba dan jika gagal bisa memperbaiki kesalahan? Apakah kemampuan mengambil keputusan dan juga pas-pasan? Atau apakah selama ini lebih sering pamer kelebihan diri saja?
Hai. Aku adalah Matematika. Tugasku setiap hari membantu setiap manusia dalam menjalankan kewajiban mereka. Aku membantu mereka dalam berhitung, mengukur, dan membaca data. Aku membantu manusia menganalisa hasil kerja mereka. Setiap hari ada saja yang harus aku kerjakan.
Namun, aku merasa banyak manusia yang membenciku. Katanya aku memberatkan hidup mereka. Katanya aku membuat hidup mereka sengsara. Katanya aku seperti penyakit kanker yang membuat manusia mati secara perlahan. Katanya lebih baik aku tidak ada.
Padahal aku menerima manusia apa adanya. Cara berhitung mereka yang sering aneh dengan trik ajaib pun aku terima, selama hasilnya sama. Aku juga selalu terbuka. Semua petunjuk aku berikan, tidak ada yang aku tutupi. Namun, manusia sering tidak sabar. Mereka malah kesal dan menganggapku terlalu banyak maunya. Sementara aku tidak pernah menuntut apapun dari mereka. Tapi tetap saja, aku menjadi target kata-kata perundungan yang menyakitkan.
Saat manusia membutuhkanku, mereka berteriak memintaku bergegas. Mereka ingin membeli hadiah untuk pacar, aku selalu memastikan uang mereka cukup. Mereka ingin menghias rumah, aku selalu bantu mengukur perabot. Mereka ingin bepergian, aku bantu dengan data suhu udara dan ramalan cuaca. Aku kerahkan seluruh kemampuan dan memakai semua ilmuku. Aku sering juga minta anggota himpunan dan turunanku untuk membantu. Karena menurut prinsipku, apa yang dilakukan manusia adalah untuk kebaikan dunia. Hingga pantang bagiku untuk membantu setengah-setengah.
Tapi tetap saja, manusia seakan sudah memendam kekesalan pada diriku. Katanya kalau bisa mereka pergi jauh menjauhiku. Katanya dengar namaku saja sudah membuat stres dan pusing kepala. Salahku apa?
#30DWC #30dwc #30DWCJilid12 #30dwcjilid12 #Squad1 #Day8 #Matematika
Hai, Bunda yang cantik. Apa kabar? Kesempatan kali ini coba duduk istirahat. Kompornya dimatikan dan pastikan anak-anak bermain dalam ruangan. Lalu jawab pertanyaan ini, “Bunda bisa matematika?”
Pasti jawabannya beragam. Ada yang reaksi keras, “Enggak! Nilai matematikaku jelek!” Ada yang biasa aja, “Ya, kalau cuma tambah kurang kali bagi bisa lah”. Ada yang mukanya pucat, “Haduh, aku mules dengar kata matematika.” Padahal, dalam kesehariannya, Bundalah yang paling banyak memakai matematika. Tidak percaya? Mari perhatikan penjelasan berikut
Saat memasak, bunda menimbang dan menakar bahan dan bumbu masakan. Bunda membuat rasio berapa sendok garam yang dibutuhkan untuk sepanci sup. Bunda melakukan konversi ukuran dari ons ke gram ke kilogram dengan mudahnya. Bahkan ada yang bisa menebak berat ayam hanya dari besar badannya.
Kemampuan matematika Bunda memuncak saat belanja. Dengan modal tunai di dompet, Bunda memilah dan menghitung dengan tepat berapa total belanjaan. Tak jarang bisa langsung protes ke tukang sayur kalau hitungannya salah dan hasilnya lebih mahal. Belum kalau pas ada pesta diskon di mal. Menghitung diskon bisa lebih cepat dari kasir.
Bunda juga paling mahir geometri. Melihat sekilas ukuran sebuah perabot baru di toko, Bunda bisa langsung tahu dimana harus meletakkannya. Kalau membereskan lemari, Bunda bisa melihat benda mana yang harus disusun dalam satu tempat supaya rapi dan cantik dilihat. Bunda lah satu-satunya orang yang bisa menemukan semua benda di rumah karena Bunda mengingat bentuk dan ukurannya.
Terakhir, Bunda paling jago dalam melakukan prediksi. Kemampuan prediksi Bunda bukan hanya karena insting, tetapi karena Bunda sudah memiliki data cukup dari perilaku setiap orang di rumah. Bunda bisa mengantisipasi bila anak mulai rewel dan memberikan pelukan hangatnya. Bunda bisa tiba-tiba memasak makanan favorit keluarga karena semua kelelahan sekolah dan bekerja.
So, believe me, Bunda. You are Go(o)d in Math.
#30DWC #30dwc #30DWCJilid12#30dwcjilid12 #Day9 #Matematika #bunda#pendidikankeluarga