SUMMARY
Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengalami kenaikan 11,02 point dari nilai IKLH tahun sebelumnya yaitu 40,92 menjadi 51,94 pada tahun ini. Terdapat kenaikan secara gradual dari tahun 2017 hingga 2019, meningkat secara signifikan pada tahun 2020. Besar kemungkinan hal ini terjadi karena perbedaan metodologi perhitungan IKLH tahun 2020-2024 dan peningkatan indeks kualitas lebih dari 1 poin pada indikator air, air laut serta tutupan lahan. Selain itu, tidak terdapat penurunan yang signifikan pada nilai IKU menjadi penentu tingginya nilai IKLH Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2020 karena IKU memiliki bobot tertinggi sebagai penentu IKLH.
Nilai IKA Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2020 meningkat dari 35,56 menjadi 41,19, meningkat sebanyak 5,63 poin dari tahun sebelumnya. Perbedaan jumlah data input dan parameter yang diamati menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan nilai indeks. Parameter BOD, COD, dan Fecal Coli tercatat memiliki rata-rata nilai konsentrasi yang jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2019. Turunnya beban cemaran terhadap badan air mempengaruhi nilai Indeks Pencemarnya.
Capaian IKAL Provinsi DKI Jakarta cenderung mengalami peningkatan sebanyak 6,25 poin dari tahun 2019, nilai IKAL 53,71 menjadi 59,95. IKAL merupakan indikator baru dalam menentukan nilai IKLH tahun 2020-2024. Oleh karena itu, ujicoba perhitungan IKAL DKI Jakarta dilakukan secara langsung oleh KLHK menggunakan metode NSF-WQI yang sudah diadaptasi untuk 5 parameter IKAL. Sebelumnya, pemantauan terhadap air laut menjadi bagian dari perhitungan IKA menggunakan metode Indeks Pencemar. Oleh karena itu, belum terdapat informasi yang memadai untuk dapat membandingkan nilai IKAL dari tahun-tahun sebelumnya.
Nilai IKU Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020 adalah 66,69, menurun sebanyak 1,28 poin dari tahun 2019 (nilai IKU 67,97). Hasil pemantauan parameter SO2 menunjukkan nilai konsentrasi yang jauh melebihi baku mutu dibandingkan dengan parameter NO2. Sumber polutan SO2 dapat berasal dari kegiatan domestik, industri dan kendaraan bermesin diesel. Perbedaan jumlah data sampling dan penentuan titik sampling dapat mempengaruhi hasil pengukuran udara ambien. Jumlah titik pantau yang diamati berbeda dari tahun 2019. Titik pantau tahun 2020 mencakup 24 passive sampler yang dipasang tersebar di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Untuk memperkaya data digunakan data dari AQMS Provinsi DKI Jakarta dan KLHK yang tersebar di 6 titik wilayah daratan DKI Jakarta. Sementara, pada tahun 2019, titik passive sampler yang teramati hanya ada 17 titik ditambahkan dengan 6 titik AQMS.
Nilai IKTL Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2020 meningkat menjadi 25,99 dari sebelumnya 24,66 pada tahun 2019. Dalam proses pengolahan data masih didapat beberapa permasalahan mendasar untuk penghitungan nilai IKTL di DKI Jakarta, antara lain :
Perbedaan data spasial yang menjadi dasar analisis dari tahun ke tahun, termasuk perbedaan skala informasi yang tersedia.
Perbedaan definisi dari vegetasi non hutan atau Ruang Terbuka Hijau antara Permendagri, PermenPUPR dan KLHK sebagai paramater penghitungan IKTL
Akibat perbedaan tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kesulitan untuk menginventarisasi dan mendokumentasikan vegetasi non hutan/RTH termasuk untuk melakukan pembaharuan data dan informasi spasial penggunaan lahan untuk penghitungan IKTL.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, setiap tahun mengganggarkan dana untuk penambahan lahan sebagai RTH namun beberapa kali tidak dapat terserap semua karena adanya permasalahan pertanahan di lokasi tapak.