JAMA'AH MAJLIS IHYA WIDASARI SEDANG BERPOSE BERSAMA
Rabu, 14 Desember 2011 | 20:14 WIB
foto: wallpaperdisk.com
Pernyataan Grand Mufti Syaikh Abdul Aziz al-Asheikh yang menganggap masjid-masjid di Kota Mekkah memiliki keutamaan sama dengan Masjidil Haram, ditentang oleh Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Arwani Faishal. Gus Ar, demikiak Kiai Arwani biasa disapa dengan tegas menyatakan Masjidil Haram tetap yang paling utama.
“Di Masjidil Haram terdapat Ka’bah yang itu adalah kiblat salat dan tawaf,” tegas Gus Ar di Jakarta, Jum’at, 4 Nopember 2011.
Gus Ar menambahkan, beberapa nash menunjukkan bahwa Masjidil Haram adalah yang paling utama. Sebaliknya, tidak ditemukan nash yang bisa dijadikan untuk mensejajarkan masjid-masjid lain di Kota Mekkah dengan Masjidil Haram.
Terkait fenomena berdesak-desakan sesama jamaah haji karena ingin beribadah di Masjidil Haram, Gus Ar menyarankan adanya solusi lain. Salah satunya dia meminta agar Pemerintah Arab Saudi melibatkan seluruh negara Islam dalam perumusan mekanisme ibadah haji.
“Operator pelaksanaan ibadah haji tetap Arab Saudi, tapi regulasinya yang seharusnya dibicarakan bersama-sama,” pungkas santri KH. Sahal Mahfudz.
Sebelumnya, Grand Mufti Syaikh Abdul Aziz al-Asheikh mengeluarkan pernyataan yang menganggap masjid-masjid di Kota Mekkah memiliki keutamaan yang sama dengan Masjidil Haram. Ini disampaikan untuk menghindari fenomena berdesak-desakan antar jemaah haji, yang dianggap sangat membahayakan.
Redaktur : Emha Nabil Haroen
Kontributor : Samsul Hadi
Rabu, 25 Januari 2012 | 02:53 WIB
Pasca kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pemerintah menghadapi persoalan yang kompleks, termasuk semangat sebagian kelompok untuk membentuk negara di luang bingkai Republik Indonesia. Salah satu kelompok tersebut adalah Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan SM. Kartosuwiryo.DI/TII berusaha merealisasikan cita-cita Negara Islam Indonesia.
Persoalan pemerintahan lainnya adalah Presiden Soekarno yang harus mengangkat pegawai yang menangani urusan yang langsung berkaitan dengan masalah keagamaan seperti wakaf, waris, pernikahan dan lain-lain. para kiai di Indonesia berpandangan bahwa urusan itu harus ditangani oleh pejabat berwenang yang diangkat oleh kekuasaan yang sah perspektif hukum Islam.
Atas berbagai problem tersebut muncul kesimpangsiuran penguasa negeri di mata masyarakat. Pertanyaan mendasar muncul, apakah Presiden RI, Ir. Soekarno adalah sah? Muktamar NU pada 1947 di Madiun memutuskan bahwa Ir. Soekarno adalah Kepala Negara Republik Indonesia sebagai waliyyu al-amri ad-dharuri bi as-syaukah (pemegang pemerintahan yang bersifat darurat dengan kekuatan dan kekuasaan). Salah satu landasan fiqh yang digunakan adalah:
قال الغزالى / واجتماع هذه الشروط متعذر في عصرنا / لخلو العصر عن المجتهد المستقل / فالوجه / تنفيذ قضاء كل من ولاه سلطان ذو شوكة / وان كان جاهلا او فاسقا لئلا تتعطل مصالح المسلمين. // قال الرافعي وهذا احسن (كفاية الاخيار جز ٢ ص١١٠)
Memilih lokasi Muktamar di Madiun sungguh menarik, mengingat saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) tengah menuai simpati besar dari sebagaian rakyat Indonesia.
(sumber: ahkamul fuqaha Nahdlatul Ulama, 1926–2010)
(sumber:sa'dun cirebon)
Kamis, 9 Agustus 2012 | 14:32 WIB
Jakarta – Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas dan Konbes NU) yang digelar 14-17 September 2012 di Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat, akan membahas konsep kenegaraan dari sudut pandang Islam Ahlussunnah wal Jamaah.
Hal ini terungkap dalam pembahasan masail diniyah Munas dan Konbes NU yang diselenggarakan tiga komisi, yaitu Maudhu’iyah (persoalan tematik), Qonuniyah (perundangan-undangan), dan Waqi’iyah (peristiwa nyata), di Hotel Santika Slipi, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (8/8) malam. Pembahasan kenegaraan menjadi fokus kajian komisi Maudhu’iyah.
Isu yang dibahas merupakan sejumlah elemen pokok yang berdampak luas pada kemaslahatan negara secara keseluruhan, antara lain penjelasan konsep rakyat, pemerintah, wilayah atau aset negara, serta kedaulatan negara. Poin-poin ini akan menyinggung isu turunan, seperti hak dan kewajiban rakyat, Pemilu, demonstrasi, pajak, jihad, dan lain-lain.
“Kita ingin Ahlusunnah wal Jamaah mempunyai pandangan utuh tentang negara,” ujar Wasekjen PBNU Abdul Mun’im DZ saat mengikuti sidang komisi.
Menurutnya, Muktamar NU memang pernah mengangkat beberapa isu yang hampir sama. Namun, hal itu perlu disuarakan lagi, selain sebagai bentuk penegasan kembali, juga usaha penyempurnaan dan pemaparan yang lebih sistematis.
Hadir sebagai pembicara pada malam itu, antara lain KH Ali Mustofa Ya’kub (Rais Syuriyah PBNU), KH Masdar Farid Mas’udi (Rais Syuriyah PBNU), dan KH Afifudin Muhajir (Katib Syuriyah PBNU). Forum pembahasan diikuti oleh segenap anggota komisi yang terdiri dari para pakar hukum Islam.
Saat ini panitia tengah sibuk mengumpulkan dan merumuskan materi hasil diskusi untuk disampaikan kepada forum musyawarah yang dilaksanakan menjelang akhir Syawal ini. Draf pembahasan ditargetkan akan selesai pada 25 Ramadhan atau 14 Agustus 2012.
Redaktur: Mukafi Niam
Penulis : Mahbib Khoiron
0
0
0 0