Sebuah Uraian Ringkas, Masalah

Apa yang tidak membunuh kita, akan membuat kita menjadi lebih kuat- Friedrich Nietzche


Hari-hari kalian pernah dirundung masalah? Jika ia simak sampai selesai artikel ini. Setiap saat manusia pasti  dihadapkan dengan masalah, manusia merupakan epicentrum dari masalah, bagaimana kita siap menghadapi dan ada apa dibalik masalah yang tiap hari kita hadapi menjadi tujuan dari penulisan artikel ini. 


Setiap hari murid saya selalu menghadapi masalah. Dua puluh menit sebelum memulai pembelajaran, saya menyempatkan untuk berdiskusi dengan mereka mengenai informasi yang diterimanya dari media sosial, sehingga saya bisa mengetahui sampai dimana ia mengakses media sosial. Informasi yang diserap dan diceritakan pada sesi tersebut kita cari bersama apa latar belakang penyebabnya dan jka dimungkinkan kita bisa mencari solusi dari masalah tersebut.  Sebuah kata ajaib “pecahkan masalah ini!” merupakan langkah  pertama mereka berhadapan dengan masalah.  Hal yang biasa mereka lakukan adalah mengajukan pertanyaan apakah informasi ini benar? Dengan kekuatan logika dan rasionalitasnya mereka mencoba untuk menelusuri fakta-fakta yang ada. Dalam merumuskan hipotesis ukuran anak SD saya cukup kagum dengan mereka, mencoba memberikan ruang logika dan nalar ilmiah serta memisahkan antara logika mistik (penyimpulan dengan hal gaib). 


Sebagai contoh, ada permasalahan yang kita pecahkan mengenai Parade Satanic di Brazil, yang berakhir dengan bencana alam yang dialami di Negara tersebut. Pada asumsi awal mereka mengaitkan dengan adanya azab yang diberikan oleh Sang Ilahi terhadap negara tersebut, namun dengan mencoba mengeksplorasi dan menggunakan penalaran serta logika yang mereka punya, mereka merubah kesimpulan tersebut, dengan memahami bahwa negara Brazil terkena bencana alam di dasari ulah manusia yang tidak merawat alam sehingga bencana tersebut terjadi. “Masalah tersebut ulah manusia pak.” celetuk salah satu murid saya. Hal demikian membuat saya berpikir, apakah masalah yang ada di dunia ini memang manusia sebagai ujung pangkal masalah dan berkewajiban untuk memecahkan masalah tersebut. 


Seperti yang saya sampaikan bahwa manusia merupakan episentrum masalah, menjadikan ia seperti magnet, menarik semua masalah yang ada untuk diselesaikan. Pertanyaan berikutnya adalah apakah semua manusia dihadapkan dengan beban masalah yang sama banyak? Saya rasa semua manusia dihadapkan dengan masalah yang sama banyak, namun porsi permasalahannya yang bervariatif, terdapat masalah yang super sulit, cukup sulip, ataupun mudah. 


Seperti sebuah metafora yang sempat saya sampaikan pada tulisan sebelumnya mengenai kisah seekor kerbau dan sapi, bagaimana seekor kerbau berlari mendekati badai yang datang, karena ia tahu ia akan mendapati durasi terkena badai lebih pendek, dibanding sapi yang pergi menjauh untuk lebih lengkapnya tulisan tersebut bisa dibaca di sini. Metafora tersebut bisa diartikan sebagai kita tidak boleh lari dalam masalah yang kita hadapi, semakin kita hindari maka masalah tersebut terus muncul. Padahal masalah yang terus kita hadapi menjadikan diri kita berkembang menjadi orang yang lebih bijaksana, dan memperasah kecerdasan emosional kita. 


Bagi yang selalu menghindar dalam masalah, seorang Psikolog Kognitif di Williams College, Nate Kornell sedang menjelaskan konsep “kesulitan yang diinginkan” uraiannya sebagai berikut,  terdapat rintangan dalam pembelajaran akan lebih menantang, sehingga kita akan belajar lebih lambat. Selain itu membuat kita lebih frustasi namun jangka pendek, hal demikian akan bagus untuk jangka panjang. Nate pada kutipan tersebut mengaitkan dengan sebuah pembelajaran, baginya pembelajaran yang terbaik adalah bila bertemu dengan sebuah rintangan, ada semacam tantangan untuk memecahkan hal tersebut, kadang kita akan frustasi dalam memecahkan hal tersebut, namun kefrustasian itu merupakan kesulitan jangka pendek, terdapat hal baik yang akan tercipta yaitu kemampuan dan perkembangan diri kita dalam memecahkan masalah yang terus membaik. 


Winston Churchill merupakan mantan Perdana Menteri Inggris, pada tanggal 29 November 1941, saat Perang Dunia kedua berkecamuk dia berbicara di majelis anggota parlemen Inggris. Dalam pidatonya, Churchill berbicara tentang tantangan yang dihadapi Inggris selama Perang Dunia II dan memotivasi para anggota parlemen untuk terus bertindak dan tidak menyerah dalam menghadapi krisis. Tau apa yang dia sering ucapkan? "Jangan pernah sia-siakan krisis yang serius. Ini memiliki daya tarik untuk mengatasi hal-hal yang sebelumnya dianggap tidak mungkin dilakukan."


Semua akan terasa tidak mungkin, setelah selesai kita melaluinya. Setelah melaluinya kita akan beranggapan, ternyata kesulitan dalam menghadapi masalah tersebut merupakan pikiran kita saja, masalah yang dihadapi tidak sesulit yang kita kira sebelumnya. Dari situ akan terasa bahwa kita tumbuh dan belajar.


bisakah saya menyimpulkan bahwa  masalah adalah guru terbaik, dan guru adalah pembawa masalah terbaik bagi muridnya? jika tidak, apa simpulan terbaik menurut anda? 


Terima kasih telah membaca, dukungan anda dalam proses kreatif penulisan sangat amat berarti, jika anda ingin mendukung saya silahkan bisa dilakukan di sini