Kerbau Pemakan Strawberry

Tidak ada orang yang dapat membangun jembatan untukmu yang harus kamu lintasi dalam mengalirnya kehidupan, kecuali dirimu sendiri dengan bantuan semangat individual dan unikmu sendiri. - Friedrich Nietzsche



Terdapat kisah mengenai Kerbau dan Sapi saat diterpa badai. Di sebuah lembah pegunungan dua binatang tersebut sedang mencari makan. Siang hari ini tampak aneh, langit meredupkan sinarnya dan juga  petir menyambar sesekali. Ketika makan dengan lahap, Kerbau dan Sapi tidak sadar di kejauhan terdapat badai yang menghampiri. Sang Kerbau yang sadar terlebih dahulu dengan sigap memberi tahu Sapi ada badai yang mendekat. Sang Sapi yang kaget berlari menjauh dari badai tersebut, sedangkan Kerbau menghampiri badai tersebut. Mengapa Kerbau mendekati badai? Karena Kerbau dengan semangat dan keberaniannya memikirkan bahwa dengan berlari menuju badai durasi badai yang ia dapat akan lebih sebentar, dibanding sapi yang pergi menjauh.


Kisah tersebut merupakan sebuah metafora mengenai apa yang bisa kita alami setiap harinya. Setiap harinya mungkin kita dihadapkan berbagai masalah yang mestinya kita hadapi dan selesaikan dibandingkan menjauhi masalah tersebut. Dengan menghadapi masalah tersebut akan ada rasa sakit yang terasa, namun hal itu akan memberikan kekuatan lebih kepada diri, berkat pengalaman-pengalaman yang berarti dalam menyelesaikan sebuah masalah. Bila kita menjauhi masalah tersebut, sesaat masalah tersebut akan terlupakan, namun di kemudian hari masalah tersebut akan selalu menghantui kita. Bagaimana pun masalah tersebut harus dihadapi dan diselesaikan. 


Metafora di atas sebagai pembuka untuk mengenalkan Pemikiran Generasi Strawberry istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan fenomena sosial dan budaya yang berkaitan dengan kaum muda di Jepang pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Istilah ini pertama kali muncul di majalah Jepang, FRIDAY, pada tahun 1999.


Pemikiran Generasi Strawberry menggambarkan karakteristik dari kaum muda Jepang yang cenderung menjadi lebih individualis, materialis, dan kurang bersemangat dalam menghadapi tantangan dan ketidakpastian masa depan. Istilah "strawberry" dipilih karena buah stroberi melambangkan sesuatu yang lembut dan mudah rusak, sehingga menggambarkan kaum muda yang mudah terluka dan kurang tahan banting.


Pemikiran Generasi Strawberry mencerminkan perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di Jepang pada saat itu, di mana semakin banyak generasi muda yang terlibat dalam konsumsi dan gaya hidup yang hedonis, sehingga kurang bersemangat dalam meraih tujuan yang lebih besar dan kurang siap menghadapi tantangan dalam hidup.


Di indonesia Istilah ini diperkenalkan oleh Prof Rhenald Kasali, ia memberi definisi dari generasi strawberry adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Menurut Rhenald Kasali Terdapat beberapa faktor yang dianggap menyebabkan muncul generasi strawberry satu diantaranya adalah cara orang tua mendidik terkait kondisi keluarga dimana anak dibesarkan dalam situasi yang lebih sejahtera dibandingkan generasi sebelumnya, sehingga orang tua terkesan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh anak karena merasa dahulu tidak merasakan kemewahan tersebut saat dibesarkan oleh orang tuanya. Sikap-sikap demikian akan menjadikan anak-anak bermental strawberry dan tidak melakukan usaha-usaha berarti dalam rangka mencapai mimpinya. 


Selain dari itu Rhenald menyebutkan kesalahan orang tua lainnya adalah setting unrealistic expectation, yaitu mengimajinasikan anaknya sebagai manusia sempurna, seperti sebutan-sebutan princess, prince, anak hebat dan lainnya yang sejenis. Padahal dalam kenyataannya, kehidupan anak-anak ini akan menghadapi situasi lebih besar dan lebih sulit daripada lingkungan amannya di rumah, dimana akan ada orang-orang yang lebih hebat dan pandai dari diri mereka. Akibatnya anak-anak ini kemudian akan lebih mudah kecewa dan lebih mudah tersinggung karena perbedaan kondisi di dalam dan di luar rumah.


Dewasa ini terdapat kasus bagaimana Mario Dandy anak dari seorang pejabat Pajak yang menganiaya dengan keji David Ozora. Dari perkembangan kasus tersebut, terlihat bahwa Dandy diasuh dengan pola orang tua yang mendidik sesuai tesis yang diajukan Prof Rhenald mengenai generasi strawberry.  Hal ini menjadikan MD menjadi seorang anak yang masuk dalam kategori generasi strawberry. Dengan kemewahan yang ditampilkan sepertinya apa yang diinginkan olehnya dapat diberikan dengan mudah oleh orang tuanya. Dalam kasus ini saya berasumsi David selalu mendapat dukungan dari orang tuanya yang suportif terlepas itu kegiatan positif atau negatif. 


MD terlihat cenderung berperilaku konsumtif, menganggap untouchable dalam  hukum tercermin dari peristiwa penganiayaan dengan menyatakan bahwa ia tidak takut jika dilaporkan, serta memberi sinyal kepada rekan-rekannya untuk tidak macam-macam dengan dirinya, saat mengirimkan video penganiayaan yang dilakukan olehnya. 


Cerminan lainnya dalam kasus Mario adalah bagaimana anak generasi strawberry cenderung tidak mau bersusah payah dalam menempuh pendidikannya, terbukti dari penelusuran media ia tidak melanjutkan di Sekolah Taruna Nusantara, dan juga IPK terakhir 1,03 dalam skala 4 di Universitas Prasetiya Mulya. 


Hikmah dari kasus tersebut adalah kita dapat belajar untuk mendidik anak menjadi mental Kerbau dengan cara memberi tantangan-tantangan yang perlu diselesaikan dengan menggunakan tangannya sendiri, serta mengajarkan anak untuk bersusah payah dalam memperoleh sesuatu demi mendidik generasi yang tahan banting dalam kepungan mentalitas generasi strawberry dalam lingkup pergaulannya


Lantas bagaimana diri anda yang tidak punya faktor dukungan eksternal guru dan orang tua untuk keluar dari mentalitas generasi strawberry?  Caranya adalah, buatlah jembatan mu sendiri.