Guru Dalam Scroll Media Sosial

“Sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia, tapi tidak lagi melekat utuh pada realitas. Sejarah seperti awan yang tampak padat berisi tapi ketika disentuh menjadi embun yang rampuh.”

― Dee


Di beberapa Kampus, pada saat ini dibuka penerimaan Mahasiswa baru. Dalam meraih ceruk mahasiswa yang banyak medium promosinya jelas mengikuti arah perkembangan zaman, Instagram ads salah satunya. 


Kegiatan hari ini yang tidak terhindarkan oleh manusia adalah kegiatan scroll media sosial. Ketika saya melakukan kegiatan tersebut bertemulah satu hingga dua iklan mengenai penerimaan Mahasiswa baru, hingga pada saat itu saya mengingat peristiwa romantisme sejarah pada saat mahasiswa. 


Ketika saya menjadi mahasiswa, saya melihat beragam orang-orang cerdas yang saat itu. Predikat (Maha) dari semua siswa pantas untuk disematkan kepada mereka yang saat itu saya temui karena tentunya seorang calon guru harus mendalami konsep dan teori-teori pendukung untuk mengajarkan kepada peserta didiknya. Singkat cerita saya lulus, dan mendapatkan gelar S.Pd (Sarjana Pendidikan), selain itu S.Pd, terkadang dipelintir pengertiannya menjadi (Sarjana Penuh Derita) karena akan menghadapi realitas yang penuh derita ketika terjun menekuni profesi tersebut. 


FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) adalah sebuah lembaga tempat dimana guru didik. Menempuh pendidikan di FKIP sangat amat memberi warna di diri saya, terutama mengenai etika dan norma. Tahukah di beberapa FKIP sampai menerapkan peraturan mengenai pakaian yang harus dipakai mahasiswa, dilarang gondrong dan lainnya yang menjunjung cerminan seorang guru. Saya benar-benar tidak mengapa dengan ini, selain melatih diri merubah penampilan dari urakan menjadi sedikit rapi untuk menjadi seorang calon guru.


Mengenai calon guru, hari ini saya membaca sebuah opini mengenai guru dengan judul Madesu Calon Guru yang ditulis oleh Prof Triyanto, Guru Besar UNS di harian online  Media Indonesia. Dalam opininya ia menjabarkan akan ada penurunan drastis untuk mahasiswa FKIP terutama yang fresh graduate karena tidak mendapatkan kejelasan mengenai masa depannya. Ia mengkritik tentang jalur tidak adanya rekrutmen ASN guru untuk PNS dan lebih menitik beratkan kepada PPPK yang menurutnya tidak dilindungi dengan jaminan pensiun, dan tidak memperbolehkan lulusan baru untuk mengikuti rekrutmen. Silahkan jika ingin membaca linknya ada di sini


Ia mengajukan empat tesis jalan keluar, yang pertama adalah dengan membuka kembali jalur PNS untuk guru, kedua membuka PPPK untuk calon guru baru, ketiga mendesain kurikulum FKIP yang sesuai dengan Program Profesi Guru sehingga keluaran dari FKIP bisa langsung mendapatkan sertifikat pendidik, dan memperoleh sertifikasi. 


Saya mengerti ada kegundahan dari Pak Triyanto mengenai masa depan mahasiswanya dan tidak menariknya lagi jurusan keguruan untuk siswa SMA, namun pak Triyanto tidak boleh menafikan bahwa Fakultas Keguruan, atau bisa kita sebut LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) banyak yang kualitasnya tidak memenuhi standar minimum, sehingga sempat disinggung oleh Enggartiasto Lukita, Ketua Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia, selain itu dengan banyak LPTK, terdapat jumlah lulusan guru yang oversupply sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan. Skema memperbaiki mutu guru harus diperhatikan oleh LPTK sebagai rahim pencetak calon guru. 


Sejarah mengenai guru di Indonesia sangat amat luar biasa, para founding nation rata-rata pernah menjadi Guru, menurut Yudi Latif Dalam Buku Pendidikan yang Berkebudayaan guru masa lalu menjadi corak baru dalam perkembangan gagasan mengenai kemerdekaan, selain itu yang kita ingat adalah bagaimana guru di Indonesia juga diperbantukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Negara Malaysia. Sejarah tentang guru masa lalu seperti awan yang padat, namun dengan kemajuan zaman kita bisa meraih awan itu dan ternyata awan tersebut seperti embun yang rapuh. Kualitas Guru dan pendidikan tinggi kita kini tertinggal.


Rekrutmen Guru honorer oleh sekolah sekarang sudah dihilangkan, proses rekrutmen guru mulai diperketat dengan mempersyaratkan calon guru baru harus mengikuti seleksi Pendidikan Profesi Guru Prajabatan. Program tersebut melatih calon guru untuk kembali menempuh pendidikan kurang lebih satu tahun, setelah selesai mengikuti program, calon guru lulusan PPG Prajab ditempatkan oleh Dinas Pendidikan daerah ke sekolah-sekolah yang membutuhkan guru. Inti dari rangkaian ini adalah memperketat kualifikasi atau kualitas seorang guru untuk mengajar di Satuan Pendidikan.


Saya sepakat dengan Triyanto dalam hal menyelaraskan kurikulum LPTK dengan Kurikulum PPG sehingga terjadi interkoneksi. Mahasiswa calon guru akan lebih siap dalam menghadapi proses rekrutmen PPG Prajabatan nantinya. Namun saya tidak sepakat jika nantinya keluaran calon guru dari LPTK langsung mendapat sertifikat pendidik tanpa mengikuti proses PPG, Perlu adanya lembaga untuk check and balance untuk menguji sampai dimana seorang calon guru layak untuk mengajar. 


Amanat UU 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, guru wajib bersertifikat pendidik, hal ini diterangkan dalam Pasal 8, sehingga proses rekrutmen PNS/ PPPK saya sepakat jika kedepannya syarat utama untuk mengikuti proses tersebut adalah bersertifikat pendidik, khususnya dari jalur PPG Prajabatan yang memang targetnya adalah calon guru fresh graduate seperti kegundahan Pak Triyanto. Kemdikbud-Ristek harus mencari jalan keluar untuk memperbaiki proses Pendidikan Profesi Guru, terutama dalam daftar tunggu guru untuk mengikuti program tersebut, sehingga PPG bisa dijalankan massif dan menyeluruh.



Setelah proses pembenahan kualitas guru berjalan, pemerintah mengambil sebuah kebijakan untuk mengupah besar calon guru yang berkualitas seperti yang ada di Swiss, Luksemburg, Kanada, dan Jerman. Sehingga nantinya guru bisa menjadi profesi yang berdaya. Minimal ketika saya scroll media sosial saya bisa mendapati komenan netizen yang mencibir mengenai barang yang di flexing sang guru, karena sudah mendapat upah yang sangat layak 😂