Hasil < Proses

Ketika apapun terasa tak ada gunanya, saya sengaja pergi menyaksikan tukang batu mengayunkan martil ke sebongkah batu cadas, mungkin sampai seratus kali, tanpa menghasilkan satu retakan pada batu cadas itu. Namun pada hantaman yang keseratus satu kali cadas itu terbelah menjadi dua, dan saya tahu bukan hantaman terakhir yang menyebabkannya, melainkan semua hantaman yang dilakukan sebelumnya. - Jacob Riis (Kutipan ini dipajang pada ruang ganti Tim Basket San Antonio Spurs) 


Sudah dua tulisan yang hadir pada sesi ramadhan menulis, saya menguji kedisiplinan diri saya untuk membuat satu artikel per hari selama bulan Ramadhan. Kutipan Jacob Riis menginspirasi saya, untuk melakukan sesuatu yang saya sukai didasari dengan kegiatan repetitif untuk menjadikan seorang menjadi terbiasa dan bisa beranjak mendapatkan hasil yang belum kita ketahui apa itu jika dilakukan secara disiplin. Sama hal nya seperti atlit, seorang penulis juga perlu melakukan latihan-latihannya setiap hari untuk bisa menjadi ahli. 


Lupakan sasaran Fokuslah Pada Sistem


Saya masih ingat ketika saya mencoba mengarang-mengarang sebuah puisi, sajak atau kata-kata nirguna saat kelas lima SD.  Saat itu kemampuan membaca dan menulis dirasa cukup untuk mengeksplorasi kata-kata. Saya duduk di pojok belakang sebelah kiri barisan, sambil mencoba mengotak-atik kata menjadi “cantik” begitulah yang saya dengar dari Bu Wayan Guru Bahasa Indonesia saya ketika menjelaskan mengenai syair, sajak dan puisi. 


Polosnya anak SD, saya memberitahu rekan sebangku untuk menanyakan bagian mana yang kurang dan perlu perbaikan? Setiap harinya saya minta ia untuk membaca dan memberi saran. Umpan balik yang didapat dari cibiran hingga kritik konstruktif untuk perbaikan tulisan saya. 


Proses tersebut membuat tulisan-tulisan saya masa itu dapat dikatakan cukup memiliki unsur puitis, akhirnya teman saya meminta tulisan tersebut untuk diberikan kepada kasih tak sampainya. Ketika itu saya tidak langsung mengiyakan. Saya meminta imbalan darinya 1000 perak, dahulu tahun 2003 uang 1000 sudah cukup kenyang jika jajan. Uang 1000 bisa menaiki angkot pulang pergi dari sekolah ke rumah saya sehingga saya bisa menghabiskan uang jajan dari orang tua saya untuk membeli makanan lebih. 


Saya saat itu tidak menetapkan sasaran untuk menjadi penulis berkualitas dan bisa sejajar dengan karya-karya besar seperti yang Guru saya ajarkan. Saya fokus tentang siklus perbaikan tulisan saya yang ketika sudah cukup baik dapat menjadi salah satu sumber uang jajan tambahan. 


Dari situ saya meminati menulis hingga sekarang, proses pembelajaran pun saya masih lakukan untuk perbaikan-perbaikan. Dari ini saya mengajak pembaca juga bisa memberikan perbaikan-perbaikan pada tulisan-tulisan yang saya buat, atau mencoba request tema apa yang perlu diceritakan pada tulisan lainnya selama 30 hari kedepan. 


Sama hal nya dengan kendaraan, untuk menulis pun mempunyai bahan bakarnya yaitu membaca.  Membaca bukan sekedar proses alamiah membaca, namun perlu untuk menggali lebih dalam mengenai bacaannya dengan memperbandingkan, menguji secara kritis, atau mencoba mengkoneksikan dengan pemahaman yang lalu, maupun pengalaman-pengalaman yang ada. Pada bagian berikutnya saya akan mengisahkan bagaimana cara agar dapat menyukai membaca. 


Bagaimana menyukai Membaca 


Pemikiran jangka panjang yang sejati adalah berpikir dengan sedikit sasaran. Orang tidak bicara tentang kesuksesan tunggal. Orang bicara tentang siklus perbaikan yang tiada akhir dan terus menerus. Akhirnya, komitmen anda terhadap proses lah yang akan menentukan kemajuan anda. James Clear dalam buku Atomic Habits


Kampus saya terletak di bilangan Jakarta Timur.  Cukup ramai, karena dekat terminal Bus besar, kadang kala saya melihat binar mata harapan orang-orang perantauan yang ingin mengadu nasib di Jakarta.  Kadang, binar itu suka lenyap ketika dia bertemu dengan kawanan copet yang suka beraksi di wilayah terminal. Ada yang bisa menebak dimana? Benar, di Pasar Rebo.


Membaca merupakan kecelakaan bagi saya, ketika itu saya tidak mempunyai gawai cukup lama sekitar tiga bulan, sebenarnya saya juga tidak candu dalam bermain gawai, hingga kini di gawai saya tidak ada permainan apapun. Bisa kita akui bahwa gawai adalah salah satu alat pembunuh rasa bosan. Kenapa saya tidak membeli gawai kembali? Karena memang belum butuh, dan tidak mempunyai uang yang cukup 😂. Ketika pacar saya yang hari ini menjadi istri saya uring-uringan, karena susah menghubungi dan memiliki keinginan untuk dikirimkan pesan-pesan romantis seperti remaja kebanyakan, ia rindu muncul senyum tipis pada wajah ketika membuka gawai. Akhirnya terpaksa saya membeli. 


Pada tiga bulan tanpa gawai itu teman saya adalah buku, buku pertama yang saya baca hingga tuntas adalah Dunia Sophie. Buku itu diperkenalkan saat mata kuliah Filsafat. Saya diajar oleh seorang dosen, perempuan bernama Aprilina, alumni S-1 Filsafat UI, beliau berbicara juga pernah satu kelas dengan Dian Sastro, ketika masih kuliah. Saya tidak pernah tertarik mengenai Dian Sastro, yang saya tertarik adalah metode ia mengajar. Proses mengajar dengan membedah buku novel kemudian menceritakan lagi isi buku kepada rekan mahasiswa (role model sebagai dosen) menjadi hal yang beda bagi saya. Dari kesan pertama, akhirnya saya mencintai buku dan tema-tema tentang filsafat. 


Proses membaca sangat berat, karena sebelumnya saya sangat tidak menyukai membaca, dengan adanya tugas tersebut mau tidak mau saya membaca buku tersebut. Kadang saya bawa sampai di kamar mandi, nongkrong di warkop, rapat lembaga, atau ketika hendak tidur. Banyak suatu momen tersebut rasa kantuk menguasai, saya berpikir bahwa saya harus tetap melawan rasa kantuk. Setelah selesai dengan buku itu, saya merasakan ringan untuk membaca buku lainnya, terus setiap hari, dimana ada waktu luang saya gunakan untuk membaca.


Kini, anehnya saya jarang membaca buku sampai habis, saya membaca buku di bagian bab mana yang menurut saya menarik, dan sesuai dengan apa yang harus saya pelajari. Intinya saya menjaga minat baca saya agar tidak “bosenan” dengan cara membaca buku hingga habis. 


Inilah proses membaca yang saya lakukan, hingga kini saya melakukan perbaikan-perbaikan dengan membaca buku di berbagai tema untuk menguatkan referensi saya, dan mencoba untuk berdiri menjadi seorang generalis diantara bidang-bidang ilmu. 


Menulis membuahkan hasil


Sejak semester tiga saya aktif menulis, menulis pada masa itu dicetak pada lembaran kosong untuk ditempel di mading kampus sebagai anonim untuk mengkritik kampus atau mengkritik bagaimana sistem perpolitikan di negeri ini. Setelahnya ketika di tingkat akhir saya diberikan amanah menjadi Menteri Komunikasi di BEM Universitas, saya mengasuh atau membuat tulisan-tulisan pada website resmi BEM Universitas. Disana terasa sekali bahwa kecintaan saya terhadap menulis mulai bergelora. 


Banyak kemudian bilang bahwa kenapa tidak diikutkan dalam kompetisi atau sayembara penulisan, saya orang yang tidak mudah menetapkan hasil akhir. Ketika menetapkan tujuan hasil akhir saya merasa sangat kecewa. Ketika Tahun 2021 Kemdikbud memberikan sebuah kanal, bagi guru, tenaga kependidikan yang ingin menyalurkan opini atau buah pikir pada kanal tersebut, untuk menambah euforia tersebut saat launching pertama kali dibuatlah sayembara penulisan opini. Saat itu saya menetapkan satu tujuan, saya harus menang. Ketika pengumuman ada dan ternyata saya kalah, saya mendapatkan kekecewaan dan mengutuk diri bahwa saya bukanlah penulis yang baik, 


Tahun 2022 saya mencoba untuk tidak menetapkan sebuah tujuan kemenangan, namun mencoba fokus pada sistem kepenulisan seperti: mencoba memperbaiki tulisan saya, memperkaya isi dari konten tulisan dan melakukan koreksi-koreksi serius. Dari rangkaian tersebut saya tidak menetapkan saya akan memenangkan pertandingan saya fokus pada sistem, ternyata proses tersebut tidak menghianati hasil. 


Dari pengalaman-pengalaman ini menjadikan saya memikirkan orientasi ulang atas proses-proses yang saya lakukan. Jika ingin jadi penulis, pikirkanlah sistem kepenulisan, banyak membaca, dan mengkritik karya pada prosesnya. Jika ingin menjadi pemimpin, pelajari bagaimana softskill bicara, membangun tim, mengenali konflik untuk memanajemen konflik. Jika ingin menjadi guru yang baik, lakukan perbaikan-perbaikan terhadap pembelajaran, memahami karakteristik murid, dan coba jalan yang berbeda dengan memberi pengalaman belajar yang bermakna pada peserta didik. 


Hasil < Proses apakah anda sepakat?