Masjid Jami' Saka Tunggal merupakan Bangunan Cagar Budaya tingkat kabupaten yang ditetapkan pada tanggal 28 Desember 2023 melalui Surat Keputusan Bupati Kebumen Nomor 400.6.2/525 Tahun 2023.
Tampak Depan Masjid
Dokumentasi Tahun 2023
credit to TACB Prov. Jateng
Saka Tunggal Masjid
Dokumentasi Tahun 2023
credit to TACB Prov. Jateng
Tampak Dalam Masjid
Dokumentasi Tahun 2023
credit to TACB Prov. Jateng
Mihrab Masjid
Dokumentasi Tahun 2023
credit to TACB Prov. Jateng
NAMA OBJEK : MASJID JAMI' SAKA TUNGGAL
JENIS : BANGUNAN CAGAR BUDAYA
ALAMAT :DESA PEKUNCEN, KECAMATAN SEMPOR, KABUPATEN KEBUMEN
NO SK/TAHUN PENETAPAN : 400.6.2/525/2023
Bangunan Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen berada ± 4km di Utara Kota Gombong. Berdasarkan namanya, masjid ini memiliki konstruksi bangunan yang berbeda daripada masjid-masjid di Jawa pada umumnya. Perbedaan ini yang menjadi keunikan pada masjid, berupa bertiang satu (saka tunggal) dengan 4 (empat) cabang berbahan kayu (bahudanyang) sebagai penyangga atap tanpa tiang pembantu sama sekali.
Keunikan tersebut termasuk langka, karena di Jawa hanya ada 3 (tiga) masjid yang memiliki satu tiang kayu (saka tunggal), termasuk Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. Masjid lainnya adalah Masjid Saka Tunggal di Taman Sari Yogyakarta dan Masjid Saka Tunggal di Cikakak (Banyumas).
Gambaran Fisik Masjid Saka Tunggal Kebumen
Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen terdiri dari bangunan utama dan serambi. Bangunan utama mempunyai atap tajug tumpang dua dengan mustaka pada puncaknya, sedangkan serambi berbentuk atap limasan.
Pada perkembangan berikutnya puncak masjid yang semula berupa mustaka sekarang diganti kubah dari bahan seng.
Bangunan asli Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen memiliki denah empat persegi panjang dengan ukuran 17 X 9,2 m, dengan kaki setinggi ± 1m dari permukaan tanah dan atapnya terdiri dari 2 (dua) tingkat. Bangunan masjid terbagi menjadi 3 (tiga) yakni Bangunan Utama, Bangunan Serambi Utama dan Bangunan Tambahan.
1. Bangunan utama Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen saat ini memiliki 2 (dua) ruang :
a. Ruang Mihrab,
Ruang mihrab berfungsi sebagai tempat untuk imam memimpin shalat berjamaah serta tempat untuk meletakkan mimbar untuk khotib berkhotbah saat shalat jumat.
Ruang Mihrab terletak di sisi Barat bangunan utama agak serong ke arah Utara dengan ukuran 3 X 3 m. Pada tahun 2020, mihrab direstorasi dindingnya dengan dilapisi granit di sisi Barat, Utara, dan Selatan.
Adapun di sisi Timur langsung menuju Ruang Shalat Utama (tidak berdinding). Pada dinding sisi Selatan terdapat pintu lengkung berdaun 1 (satu). Pintu ini digunakan sebagai pintu masuk untuk imam. Pada sisi Timur Ruang Mihrab yang tidak berdinding terdapat ukiran mihrab dari kayu yang dipasang pada tahun 2022.
Ruang mihrab beratap limasan dengan penutup genting berbahan tanah liat yang dipasang pada bulan Agustus 1982.
Lantai Mihrab pada tahun 2023 ini berbahan keramik berwarna putih dengan ukuran 30 X 30 cm.
Ruang Mihrab berfungsi sebagai tempat imam di sisi Selatan dan mimbar di sisi Utara. Mimbar tersebut merupakan mimbar baru yang diletakkan pada tahun 2018. Adapun mimbar lama telah rusak.
b. Ruang Shalat Utama
Ruang shalat utama berfungsi sebagai tempat shalat jamaah laki-laki dan di tengah-tengah ruang ini terdapat satu tiang tunggal (saka tunggal).
Ruang Shalat Utama terletak di antara Ruang Mihrab dan Serambi berukuran 9 X 9,2 m. Pada tahun 1922 dinding masjid direnovasi dari dinding bambu menjadi dinding tembok setebal 35 cm. Pada tahun 2020, dinding direnovasi menggunakan bahan granit dengan ketinggian 2,63 m.
Pada dinding Selatan terdapat 1 (satu) pintu berdaun kupu tarung yang bagian atasnya melengkung membentuk setengah lingkaran. Selain itu, terdapat 2 (dua) jendela berdaun kupu tarung dari bahan kayu.
Pada dinding Utara terdapat 2 (dua) pintu berdaun kupu tarung yang bagian atasnya melengkung membentuk setengah lingkaran dan 1 (satu) jendela berdaun kupu tarung. Ukuran setiap pintunya, lebar 100 cm dan tinggi 219 cm. Sedangkan ukuran setiap jendela adalah lebar 110 cm dan tinggi 123 cm.
Dinding Barat tidak ada jendela dan pintu, hanya ada dinding terbuka selebar 3 m untuk akses ke Ruang Mihrab.
Pada dinding pembatas antara Ruang Sholat Utama dan Serambi terdapat 3 (tiga) lubang masuk yang oleh masyarakat setempat disebut “kongliong”. Kongliong di sisi kiri dan kanan berukuran lebar 134 cm dan tinggi 218 cm membentuk lengkung di bagian atasnya.
Kongliong tengah memiliki ukuran lebih lebar yaitu 290 cm dan tinggi 218 cm dengan bentuk kubah dibagian atasnya.
Lantai Ruang Shalat Utama saat ini sudah dipasang keramik ukuran 30 X 30 cm bewarna putih. Data yang ada pada tahun 1983 menunjukkan lantai Ruang Shalat Utama ini adalah Tegel abu-abu berukuran 20 X 20 cm.
Pada tahun 1983 telah dilakukan penelitian ditemukan spesi (campuran pasir, kapur dan semen merah) sebagai bahan penyusun dinding ruang utama. Berdasarkan hasil test-pit pada tahun 1983 ditemukan data yang menunjukkan adanya peninggian lantai dengan susunan bata yang berukuran lebih besar daripada ukuran bata masa sekarang, dan merupakan lapisan lantai masjid dan tidak ditemukan kolam.
Ruang Shalat Utama memiliki satu tiang tunggal (saka tunggal) dengan umpak (batu padas tanpa ukiran) yang terbenam. Saka tunggal setinggi 4 m dan lebar sisi 27 cm, ditengahnya terdapat 4 (empat) bahudanyang (Timur, Selatan, Barat dan Utara yang terbuat kayu jati) yang menyangga blandar dan atap yang pernah direnovasi tahun 1956.
Cabang penyangga (bahudanyang) memiliki ukiran bermotif wajikan, tumpal, ikalsitran dan sayap garuda.
Ruang Shalat Utama Masjid dinaungi oleh atap tumpang dua, seperti halnya masjid-masjid kuno di Jawa. Atap ini tersusun dari genting tipis. Dibalik atap terdapat plafon. Pada bagian kemuncak atap saat ini mustakanya telah berganti dengan kubah yang terbuat dari seng.
2. Bangunan Serambi Utama,
Bangunan Serambi Utama digunakan sebagai tempat shalat Jum’at serta pertemuan dan aktifitas sosial (hablumminannas).
Bangunan serambi Utama berukuran 6 X 9,2 m berada di sebelah Timur Ruang Shalat Utama. Dinding Serambi sisi Utara, Selatan dan Timur memiliki dinding tembok dengan pasangan setengah batu setebal 15 cm. Dinding sebelah Barat yang merupakan dinding penyekat antara Ruang Shalat Utama dan Serambi lebih tebal dan sudah dipasang granit (kondisi sama dengan dinding Ruang Shalat Utama sisi Timur).
Dinding sisi Utara dan Selatan memiliki 2 (dua) jendela berdaun kupu tarung. Ukuran jendela, lebar 110 cm dan tinggi 128 cm. Dinding sisi Barat yang langsung menghadap ke halaman terdapat 5 (lima) pintu berdaun kupu tarung dengan lengkungan setengah lingkaran di atasnya.
Kelima pintu tersebut merupakan akses pintu utama untuk masuk ke dalam masjid dengan ukuran setiap pintu, lebar 90 cm dan tinggi 218 cm.
Lantai Serambi sudah dikeramik warna putih ukuran 30 X 30 cm. Letak lantai Srambi lebih rendah ± 10 cm dari lantai Ruang Shalat Utama.
Ruang Serambi ini memiliki atap sendiri berbentuk limasan dan terpisah dari Bangunan Utama.
3. Bangunan tambahan terdiri dari ruang :
a. Pawestren, yang berfungsi sebagai tempat shalat jamaah perempuan yang menempel pada bangunan utama disisi Utara.
b. Serambi Tambahan Pawestren, yang berfungsi sama dengan Serambi Utama dan berisi bedug serta kentongan.
c. Kamar Mandi dan Tempat Wudhu yang berfungsi sebagai tempat membuang hajat dan mensucikan diri sebelum shalat terletak di
sebelah Utara Pawestren.
d. Gudang yang berfungsi untuk menyimpan peralatan dan perlengkapan masjid terletak di sebelah Barat Pawestren.
Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen memiliki banyak versi sejarah dalam pembangunan awalnya. Adapun versi pertama menurut cerita rakyat setempat, Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen didirikan setelah seribu hari wafatnya Adipati Mangkupraja. Diceritakan juga, Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen semula didirikan di kompleks makam Adipati Mangkupraja, setelah 3 (tiga) tahun kemudian masjid ini dipindah ke tempat yang lebih rendah dan datar ke arah Selatan.
Pemindahan masjid tertuang dalam Berita Penelitian Arkeologi No. 35 tahun 1986, “menurut juru kunci atau kaum masjid, bangunan masjid ini dipindahkan pada tahun 1722 Masehi untuk memperingati 1000 hari meninggalnya Gusti Arya Adipati Mangkupraja yang dimakamkan di sebelah utara masjid”.
Adapun konstruksi masjid ini dahulunya, terdiri dari satu tiang (saka tunggal) dengan empat batang kayu yang menyilang di atasnya dan ditopang masing-masing oleh sebatang kayu yang diukir indah (bahudanyang). Dindingnya dahulu terbuat dari bambu (gedek) dan beratap tumpang dengan bahan daun bambu.
Berdasarkan laman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kebumen (2018): Menurut Muhammad Jafar, Masjid Saka Tunggal dibangun oleh Adipati Mangkupraja sekitar 1719 Masehi. Adipati Mangkupraja merupakan keluarga Keraton Kartasura, yang gigih melawan penjajah Belanda. Karena terdesak Adipati Mangkupraja kemudian melarikan diri dan memilih bergerilya di daerah Pekuncen. Ia pun kemudian membuat pesanggrahan yang bersifat sementara.
Adipati Mangkupraja selain bergerilya juga giat melakukan syiar agama Islam. Setelah pengikutnya banyak akhirnya Adipati Mangkupraja mendirikan masjid Saka Tunggal ini. Awalnya atap masjid menggunakan daun bambu yang dianyam dan dindingnya menggunakan anyaman bambu. Dalam perkembangannya atap daun bambu tersebut diganti dengan ijuk, tetapi dindingnya masih menggunakan anyaman bambu. Kurang lebih seabad kemudian ijuk tersebut diganti dengan genteng. Tahun 1922 dinding bambu diganti dengan bangunan tembok, dan pada Juli 2005 lalu direnovasi.
Berdasarkan laman Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen (2014), disebutkan bahwa yang mendirikan Masjid Saka Tunggal bukan Adipati Mangkupraja, melainkan putranya pada 1722. Masih pada laman yang sama terdapat informasi bahwa kerangka Masjid Saka Tunggal Kebumen disusun di Kraton Kartasura (dekat Solo) dan dibawa dengan berjalan kaki ke Pekuncen. Kerangka masjid ini terdiri atas satu batang saka dan empat buah bahudanyang atau skur untuk membantu menyangga kayu-kayu yang ada di atasnya.
Dikutip dari penelitian berjudul “Masjid Jami Soko Tunggal Kebumen Sebagai Situs Budaya Warisan Indonesia” oleh Febri Hermawan (2012), Dengan izin Raja Amangkurat IV, Raden Adipati Mangkupraja membangun sebuah masjid di Kartasura. Masjid tersebut berdiri hanya ditopang satu tiang. Masjid tersebut merupakan cikal bakal berdirinya Masjid Jami’ Soko Tunggal di Desa Pekuncen. Pada saat itu, tahun 1722, masjid satu tiang yang berada di Kartasura tersebut dibawa ke Sedayu. Masjid tersebut diyakini dibawa oleh manusia tanpa bantuan alat transportasi saat itu. Terdapat tujuh komponen masjid yang dibawa ke Sedayu, yaitu satu tiang (saka), dua kayu yang melintang di atas, dan empat bahudanyang (penyangga kayu yang melintang di atas).
Setelah menjadi Bupati di Sedayu selama tiga tahun, anak Raden Adipati Mangkupraja tersebut menjabat sebagai Bupati di Jatinagara selama tiga tahun. Pembangunan masjid tersebut diketuai Demang Sembilan (demang dianggap sebagai ketua desa saat itu) yang terdiri dari Kyai Jrabang dari wetan, Kyai Tanah Kunci, Kyai Brangkal, Kyai Karangasem, Kyai Pekuncen, Kyai Semanding, Kyai Gumeng, Kyai Jatinegara, dan Kyai Tegalsari. Saat itu, dinding masjid hanya berupa anyaman bambu dan atap rumbai. Pembangunan masjid dilakukan setelah penguburan Raden Adipati Mangkupraja yang sekarang berupa situs pemakaman yang terletak tidak jauh dari masjid.
Pada tahun 1822, atap masjid diganti dengan genteng pathalan. Mulai saat itu, genteng masjid diganti setiap 100 tahun sekali. Pada tahun 1922, Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen menggunakan genteng Sokka dan tahun 2005 menggunakan genteng baru lagi.
Berdasarkan Laporan Studi Kelayakan Masjid Saka Tunggal Kebumen Jawa Tengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan tahun 1983, dijelaskan bahwa pada nisan Adipati Mangkupraja ditemukan inskripsi yang terbuat dari logam yang di cat dengan tulisan dan Bahasa Jawa baru yang menyebutkan “Kanjeng Adipati Mangkupraja Patih Kartosuro tahun Jawi 1663, Tahun Wulanda 1719”.
Dalam Berita Penelitian Arkeologi No. 35 Tahun 1986 di sebutkan bahwa di Gunung Mahameru (Situs Pakuncen) terdapat beberapa tokoh yang dimakamkan diantaranya: Adipati Mangkupraja (1643 – 1719) dan Raden Tumenggung Kartanegara III (anak Mangkupraja). Tokoh tersebut masih ada hubungannya dengan Bupati Banyumas dan Banjarnegara.
Berdasarkan catatan Koeman, Desa Pakuncen termasuk wilayah Kadipaten Roma Jatinegara yang menjadi wilayah Kasultanan Yogyakarta (1864: 352). Schrieke di dalam bukunya “Indonesian Sociological Studies part two” mengatakan bahwa Raden Tumenggung Mangkupraja adalah penguasa di daerah Kedu yang termasuk daerah Mancanegara Kilen dengan jabatan Wedono Bumi Kedu dan meninggal tahun 1721. Dikatakan pula bahwa Mangkupraja mempunyai anak bernama Kertanegara I yang menjabat Wedono Sewu di daerah Begelen pada tahun 1733.
Faiz dalam e-Journal Pendidikan Sejarah, Avatara Volume I No 3, Oktober 2013 dengan judul “Perang Suksesi Jawa II 1719-1723 (Siasat Amangkurat IV Melawan Pangeran Blitar Dan Pangeran Purbaya)” mengatakan Adipati Mangkupraja ikut menyerang Mataram Kartasura atas perintah Amangkurat IV, selain itu Adipati Mangkupraja juga melakukan ajakan kepada Admiral Bergman untuk mengejar dan menangkap Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya.
Berdasarkan data arkeologis menunjukkan bahwa tipe nisan dan jirat Adipati Mangkupraja dan R. Tumenggung Kertanegara III menunjukkan kesamaannya dengan nisan dan jirat tipe Hanyakrakusuman pada masa Pakubuwana I dan Amangkurat IV. Ragam hias pada jirat yang berupa hiasan tumpal, ikalsitran, dan wajikan sesuai dengan ukiran yang ada di tiang penyangga saka tunggal.
Arti penting bagi Sejarah
Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen sebagai salah satu bukti yang masih tersisa terkait dengan penyebaran agama Islam di Kebumen.
Arti penting bagi Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan
Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen menunjukkan pengembangan konstruksi tradisional Jawa jenis tajug, dengan penanda berupa tajug saka tunggal.
Arti penting bagi Kebudayaan
Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen pada periode tersebut menunjukkan adanya undagi (tukang kayu) yang telah mampu mengembangkan jenis tajug dengan konstruksi saka tunggal.
Arti penting bagi Agama
Masjid Jami’ Saka Tunggal Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen menunjukkan adanya komunitas yang beragama Islam di Kebumen.